{"title":"Analisis Variasi Genetik Gen Angiotensinogen M235T pada Penderita Stroke Iskemik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang secara Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polimorfism (PCR- RFLP)","authors":"Dodik Tugasworo, Retnaningsih Retnaningsih, Aditya Kurnianto, Suryadi Suryadi, D. Rahmawati, Rahmayanti Rahmayanti, Jethro Budiman","doi":"10.36408/mhjcm.v10i1.833","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v10i1.833","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Terjadinya stroke iskemik dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi keduanya. Variasi genetik gen Angiotensinogen (AGT) M235T berhubungan dengan hipertensi dan diabetes mellitus yang merupakan faktor resiko dari stroke. \u0000Tujuan : Mengidentifikasi variasi genetik gen Angiotensinogen M235T pada penderita Stroke Iskemik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang secara PCR- RFLP. \u0000Metode : Subyek penelitian adalah 72 penderita stroke iskemik yang berobat di klinik rawat jalan Bagian Neurologi RSUP Dr. Kariadi Semarang pada Bulan Januari - Desember 2013. Ekstraksi DNA subyek penelitian dilakukan di laboratorium CEBIOR, RS Nasional Diponegoro pada Januari – Maret 2020. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan menggunakan Eppendorf themocycler. Digestion produk PCR dilakukan dengan Restriction Fragment Length Polimorfism (RFLP). \u0000Hasil Penelitian : 72 sampel yang dianalisis didapatkan varian gen AGT M235T CT 37 (51,4%) sampel, varian gen AGT M235T TT didapatkan sebanyak 35 (48,6%) tidak didapatkan sampel yang menunjukkan varian AGT M235T CC. \u0000Simpulan : Terdapat 3 jenis varian genetik gen AGT M235T, antara lain varian gen AGT M235T CT, varian gen AGT M235T TT dan varian AGT M235T CC. Diantara ketiga jenis varian tersebut, varian Gen AGT M235T CT merupakan varian terbanyak yang ditemukan pada penderita stroke iskemik di Rumah Sakit UP Dr. Kariadi Semarang.","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"171 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132608935","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sinta Sari Ratunanda, Sania Taufik Alkatirie, Melati Sudiro
{"title":"Management of Deep Neck Abscess Cases Accompanied by Comorbid Renal Failure","authors":"Sinta Sari Ratunanda, Sania Taufik Alkatirie, Melati Sudiro","doi":"10.36408/mhjcm.v10i1.741","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v10i1.741","url":null,"abstract":"Background: Deep neck space abscess is a life-threatening disease due to its complications. Several co-morbid effects on the successful management of deep neck abscesses. Comorbid kidney failure, one of which, causes uremia, resulting in an imbalance of pro and anti-inflammatory factors in patients with deep neck abscesses. Purpose: Knowing how to properly handle cases of deep neck abscesses with comorbid kidney failure. Cases: Reports serial cases of deep neck abscesses accompanied by kidney failure undergoing various therapies with varying results. Result: Three articles were found that met the inclusion and exclusion criteria that were relevant to the reported case series. The management of neck abscess accompanied by kidney failure begins with the management of kidney failure in advance according to Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO) in 2012, followed by the management of deep neck abscesses, except in emergencies. Renal diagnostics and management require serial serum creatinine and monitoring the amount of urine. Conclusion: management of deep neck abscesses accompanied by kidney failure is given treatment first, followed by management of deep neck abscesses. Proper management of kidney failure will reduce the morbidity and mortality of deep neck abscesses.","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126727371","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
R. Retnaningsih, Fatiha Sri Utami Tamad, D. Tugasworo, Y. Andhitara, Rahmi Ardhini, Aditya Kurnianto
{"title":"Serial Case: Infarct Stroke In Covid 19 Patients","authors":"R. Retnaningsih, Fatiha Sri Utami Tamad, D. Tugasworo, Y. Andhitara, Rahmi Ardhini, Aditya Kurnianto","doi":"10.36408/mhjcm.v10i1.744","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v10i1.744","url":null,"abstract":"Introduction: SARS-CoV-2 has been reported to cause various neurological symptoms including stroke. SARS-CoV-2 infection causes the release of cytokines, proinflammatory chemokines, immune system activation, coagulopathy, endothelium, vasculitis, hypoxia, renin-angiotensin system imbalance, and cardiovascular complications, all of which can contribute to stroke.\u0000Purpose: Describe the incidence of stroke with different conditions in COVID 19\u0000Cases: There were two cases of stroke infarct in a COVID-19 patient who was admitted to our hospital. Both were treated with a diagnosis of stroke infarct with previous COVID-19 symptoms, the results of laboratory examinations revealed an increase in inflammatory markers in both patients and had been given appropriate treatment according to each patient's condition. But at the end of the treatment one patient died and the other patient went home with clinical improvement.\u0000Discussion: The incidence of stroke infarct in this case is thought to be due to several factors, namely the presence of comorbidities in the patient, microvascular thrombus due to the formation of neutrophil extracellular traps (NET), activation of complement which causes thrombogenesis and vasculopathy, formation of antiphospholipid antibodies so that protein c is reduced, the formation of microparticles causes platelet hyperactivation. and increased tissue factor (TF) resulting in hypercoagulation. Adequate therapy in controlling inflammation due to COVID 19 has shown clinical improvement in stroke infarct patients.\u0000Conclusion: There are 2 cases of stroke infarction in patients with covid 19 who have comorbidities. The first case with COVID advanced stages experienced a worsening of the condition despite being given appropriate therapy. The second case with COVID middle stages experienced an improvement in the condition after the viral inflammatory factors were controlled and the comorbidity was well controlled.","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126956523","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dini Rachmawati, Oedijani Santoso, Hesti Triwahyu Hutami
{"title":"Analisis Faktor Predisposisi Coated Tongue Di Rumah Sakit Nasional Diponegoro","authors":"Dini Rachmawati, Oedijani Santoso, Hesti Triwahyu Hutami","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.773","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.773","url":null,"abstract":"LATAR BELAKANG : Keluhan pada rongga mulut yang sering dialami oleh kelompok usia di atas 45 tahun berupa kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan kelainan jaringan lunak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia di atas 45 tahun memiliki keluhan coated tongue dengan persentase lesi tertinggi pada rongga mulut. Hal ini terjadi karena perubahan kondisi seperti perubahan konsumsi makanan, penurunan laju saliva, efek samping obat antihipertensi, merokok, dan perilaku menggosok lidah.\u0000TUJUAN : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi dengan terjadinya coated tongue, dan mengetahui faktor yang paling berperan terhadap coated tongue pada kelompok usia di atas 45 tahun di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) di Kota Semarang.\u0000METODE : Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, dengan 84 responden berusia >45 tahun di poli penyakit dalam. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara faktor predisposisi dan Tongue Coating Index (TCI) Shimizu untuk penilaian coated tongue. Uji statistik menggunakan uji chi-square, uji regresi logistik.\u0000HASIL : Responden yang memiliki nilai TCI >50% sebanyak 82 responden, dan nilai ≤50% sebanyak 2 responden. Uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara coated tongue dengan xerostomia (P<0,05), menyikat lidah (P<0,05), namun tidak ada hubungan dengan merokok (P>0,05), mengonsumsi antihipertensi (P>0,05), dan mengonsumsi makanan lunak (P>0,05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan secara parsial xerostomia dan menyikat lidah tidak memengaruhi kejadian coated tongue (P>0,05).\u0000KESIMPULAN : Terdapat hubungan antara xerostomia dan menyikat lidah dengan coated tongue. Tidak ada pengaruh secara parsial antara xerostomia dan menyikat lidah terhadap coated tongue.\u0000KATA KUNCI : Coated tongue; Faktor predisposisi; Kelompok usia diatas 45 tahun.","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"98 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114496863","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Liliana Evita Triyuliani, M. Marijo, Raden Mas Soerjo Adji, Yuswo Supatmo
{"title":"Perbandingan Kombinasi Senam Kaki dengan Hidroterapi dan Tanpa Hidroterapi terhadap Sensitivitas Kaki pada Lansia","authors":"Liliana Evita Triyuliani, M. Marijo, Raden Mas Soerjo Adji, Yuswo Supatmo","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.815","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.815","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Penuaan memengaruhi berbagai aspek kehidupan, salah satunya yaitu kesehatan, dimana pada lansia terjadi penurunan fungsi tubuh, seperti penurunan sensitivitas kaki. Salah satu aktifitas fisik yang mudah dilakukan bagi lansia adalah senam kaki dan hidroterapi agar dapat meminimalisir penurunan sensitivitas kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kombinasi senam kaki dengan hidroterapi dan tanpa hidroterapi terhadap sensitivitas kaki pada lansia. \u0000Metode: Penelitian eksperimental dengan parallel 3 groups pre and post-test design pada 21 lansia di RW 04 Karang Wetan, Ungaran Barat yang dipilih dengan pendekatan purposive sampling dan dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok perlakuan melakukan intervensi dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu selama 5 minggu. Skor sensitivitas kaki diukur sebelum dan setelah intervensi menggunakan monofilament 10gr. Semakin baik sensitivitas kaki seseorang maka semakin tinggi jumlah skor sensitivitas kaki yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan monofilament 10gr. \u0000Hasil: Hasil penelitian menunjukkan kenaikan skor sensitivitas kaki yang signifikan pada kelompok kombinasi senam kaki dan hidroterapi (p<0,05) maupun kelompok perlakuan senam kaki (p<0,05). Pada kelompok kontrol tidak didapatkan kenaikan skor sensitivitas kaki (p>0,05). Akan tetapi pada kelompok perlakuan kombinasi senam kaki dan hidroterapi dengan kelompok perlakuan senam kaki tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. \u0000Kesimpulan: Kombinasi senam kaki dengan hidroterapi dan tanpa hidroterapi yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 5 minggu terbukti meningkatkan skor sensitivitas kaki pada lansia. Namun diantara keduanya tidak didapatkan perbedaan bermakna yang lebih efektif untuk meningkatkan skor sensitivitas kaki pada lansia.","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124826328","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dimas Adi Patria, Rery Budiarti, Dian Ayu Ruspita, Kanti Yunika, Tania Tedjo Minuljo, Farokah Farokah
{"title":"FAKTOR RISIKO OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS","authors":"Dimas Adi Patria, Rery Budiarti, Dian Ayu Ruspita, Kanti Yunika, Tania Tedjo Minuljo, Farokah Farokah","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.824","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.824","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki hubungan dua arah dengan sindrom metabolik seperti Diabetes Mellitus (DM) dan hipertensi, komponen sindrom metabolik meningkatkan risiko terjadinya OSA. IMT >30 kg/m2, aktivitas fisik, lingkar leher >40 cm dan hipertensi berisiko tinggi terhadap kejadian OSA. OSA telah terbukti meningkatkan risiko dan keparahan DM, sehingga penanganan OSA dibutuhkan untuk tindakan preventif DM.Tujuan : Mengetahui bahwa obesitas, lingkar leher besar, hipertrofi konka inferior, deviasi septum hidung, hipertrofi tonsila palatina, makroglosia, obstruksi saluran nafas atas dan hipertensi merupakan faktor resiko yang mempengaruhi kejadian OSA pada penderita DM. Metode : Penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional melibatkan subyek sebanyak 57 penderita DM rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUP Kariadi Semarang yang memenuhi kriteria inklusi pada bulan Januari 2022 - Maret 2022. Data diperoleh dari rekam medik, kuesioner ESS, pemeriksaan fisik THT dan pemeriksaan Laryngoscopy Flexible. Analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi multivariat. Hasil : Rerata usia 51.87 tahun, dengan SD 9.094, termuda usia 27 tahun, tertua usia 63 tahun. Laki-laki sebanyak 28(49.1%) dan perempuan 29 (50.9%). Obesitas (p= 0,036), lingkar leher besar(p=0.017), hipertrofi konka inferior(p=0,020), makroglossia(p=0,012), hipertrofi tonsila palatina(p=0,017), hipertensi (p=0,001), dan obstruksi saluran nafas atas(p=0,020) merupakan faktor risiko OSA pada penderita DM. Analisis regresi multivariat didapatkan obesitas (p=0,043 RP=13,387.CI 95%:1,083-165,475)dan hipertropi tonsil palatina(p=0,019 RP=9,703.CI 95%=1,446-65,121) merupakan faktor risiko yang paling dominan. Simpulan : Obesitas, lingkar leher besar, hipertrofi konka inferior, makroglossia, hipertrofi tonsila palatina, hipertensi, dan obstruksi saluran nafas atas merupakan faktor resiko OSA pada penderita DM. Obesitas dan hipertropi tonsil palatina merupakan faktor risiko yang paling dominan \u0000Kata Kunci: OSA, DM, faktor risiko","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"662 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121992637","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Chemy Wiryawan Cahyono, A. Mughni, N. Susilaningsih, Dimas Erlangga Nugrahadi, V. Mahendra
{"title":"The Effect of Sleeve Gastrectomy and Omentoplasty on HOMA BETA Value and Islets of Langerhans in Rats with Type 2 Diabetes Mellitus","authors":"Chemy Wiryawan Cahyono, A. Mughni, N. Susilaningsih, Dimas Erlangga Nugrahadi, V. Mahendra","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.764","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.764","url":null,"abstract":"INTRODUCTION: WHO predicts an increase in the number of people with diabetes in Indonesia from 8.4 million in 2000 to around 21.3 million in 2030. Another marker for measuring insulin resistance is the homeostasis model assessment-insulin resistance (HOMA-IR). Bariatric surgery is the most effective therapy for patients both in terms of weight loss and improvement in obesity-related diseases such as Type-2 Diabetes Mellitus (DM).\u0000OBJECTIVE: This study aims to prove the improvement of HOMA Beta values and Diameter of the islets of Langerhans in type 2 diabetes mellitus rats that underwent Sleeve Gastrectomy and Pancreatic Omentoplasty.\u0000METHODS: This study is an experimental post-test control group design study with 18 male Sprague-Dawley rats. Samples are divided into 1 control group and 2 treatment groups (Sleeve gastrectomy and Omentoplasty). Rats’ pancreas and glucose level were measured by using HOMA IR method and Hematoxylin eosin-paraffin block method. Data of islets Langerhans were measured using ANOVA, while HOMA Beta values were measured by Mann Whitney and Kruskall Wallis test.\u0000RESULTS: HOMA Beta values in treatment Group P1 (Sleeve gastrectomy) and Group P2 (Sleeve gastrectomy + omentoplasty) are statistically different compared to control group. Islets cells of Langerhans diameter in treatment groups 1 and 2 was not statistically different compared to control group. HOMA Beta Value and Langerhans diameter was correlated moderately.\u0000CONCLUSION: Sleeve Gastrectomy and Pancreatic Omentoplasty in type 2 diabetes mellitus rats improved the HOMA Beta values and the diameter of the islets of Langerhans.\u0000KEYWORDS: Sleeve Gastrectomy; Omentoplasty; Diabetes mellitus; HOMA Beta; Langerhan's Islet","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"161 9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129104345","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh Pemberian Fenitoin Oral dan Vitamin C Oral terhadap Jumlah Kolagen dan Diameter pada Fistula Enterokutan Tikus Wistar","authors":"Gede Pambudi Utomo, I. Riwanto, T. Nugroho","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.766","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.766","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Enterocutaneous fistula (ECF) adalah salah satu tantangan bagi banyak ahli bedah di dunia. Meskipun terdapat perkembangan dalam perawatan medis dan tekhnik operasi, namun morbiditas dan mortalitas terkait ECF masih tinggi. Keberhasilan dalam tatalaksana ECF memerlukan perawatan yang komprehensif dan sumber daya yang mahal, dimana tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat Indonesia. Fenitoin dan Vitamin C adalah obat yang murah dan telah menunjukan manfaat baik dalam penyembuhan luka.\u0000Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian fenitoin dan vitamin C akan meningkatkan kolagenisasi dan menurunkan diameter ECF pada tikus wistar. Kemudian untuk mengevaluasi apakah pemberian kombinasi fenitoin dan vitamin C memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pemberian tunggal fenitoin atau fitamin C\u0000Metode : Peneliti membuat caecostoma sebagai model ECF pada 24 ekor tikus. Tikus kemudian dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dengan : perawatan NaCl, Kombinasi fenitoin-vitamin C, Fenitoin saja dan Vitamin C saja. Pengamatan hasil dilakukan pada hari ke-7 dengan mengamati deposisi kolagen dan mengukur diameter ECF.\u0000Hasil : Penelitian ini menunjukan perbedaan kolagenisasi dan penurunan diameter ECF bermakna secara statistik (p<0.05) pada tiap kelompok perlakuan jika dibandingkan kelompok kontrol (5,521 + 2,552 %; 9,395 ± 0,582 mm). Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pemberian kombinasi fenitoin dengan vitamin C (28,110 ± 6,535 %; 5,742 ± 0,394 mm) memberikan hasil yang lebih baik (p<0.05) dibanding pemberian tunggal fenitoin (15,448 ± 5,184 %; 8,101 ± 0,822 mm) atau vitamin C (19,118 ± 4,190 %; 6,883 ± 0,744 mm).\u0000Kesimpulan : Kami menyimpulkan baik fenitoin maupun vitamin C memiliki efek baik dalam penyembuhan ECF. Pemberian kombinasi Fenitoin dan vitamin C terbukti lebih bermanfaat dibandingkan pemberian tunggal.\u0000Kata Kunci : Enterocutaneous fistula, Fenitoin, Vitamin C, kolagen, Diameter fistula","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133690388","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
D. A. Permitasari, Aulia Rizki Andini, A. R. Ayukusuma, M. Susilawati, A. Priyatno
{"title":"Stenting of Ductus Arteriosus for Duct-Dependent Pulmonary Circulation: An Emergency and Life Saving Procedure","authors":"D. A. Permitasari, Aulia Rizki Andini, A. R. Ayukusuma, M. Susilawati, A. Priyatno","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.637","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.637","url":null,"abstract":"BACKGROUND: Critical congenital heart defect with ductal-dependent pulmonary flow presents as a life-threatening condition. The patency of ductus arteriosus is required to supply blood flow into the lung. Stent implantation into ductus arteriosus has been proposed as non-surgical management for critical congenital heart disease with duct-dependent.\u0000CASE DESCRIPTION: We present full-term newborns who had critical congenital heart disease with ductal-dependent pulmonary blood blow and successfully managed with ductal stenting. Patient A, a 13-days-old male newborn had Tetralogy of Fallot-Pulmonary Atresia, restrictive Ventricular Septal Defect (VSD) and patent ductus arteriosus (PDA). Patient B, a 5-days-old female newborn had Tricuspid Atresia, restrictive VSD, PDA, and multiple congenital anomaly. Patient C, a 2-days-old female newborn had PA-IVS, PDA with stretched Patent Foramen Ovale (PFO). Prostaglandin-E1 infusion was started at first and stopped 6 hours prior to the procedure. All patients underwent ductus arteriosus stenting via femoral artery approach with drug-eluting stent. Pulmonary vascular markings were increased and oxygen saturations were improved in all of the patient. 5-month follow up, patients were in stable condition and prepared for surgical correction.\u0000 \u0000DISCUSSION: Ductal stenting in patient with duct-dependent pulmonary circulation appears to be an alternative to surgery. It provides bridging palliation until the time of definitive surgery. The effectiveness of the procedure was highlighted by the fact that all the patients showed a significant improvement in arterial saturation and pulmonary vascular marking.\u0000CONCLUSION: Stenting of ductus arteriosus is feasible and safe with great result. Early detection and timely management are imperative to save the life.\u0000KEYWORDS: critical congenital heart defect, ductus arteriosus, ductal stenting, ductal-dependent pulmonary blood flow","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"82 11","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133523022","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Hubungan Jenis Kelamin dengan Waktu Kematian Pada Kematian Akibat Infark Miokard Akut","authors":"R. Iswara","doi":"10.36408/mhjcm.v9i3.763","DOIUrl":"https://doi.org/10.36408/mhjcm.v9i3.763","url":null,"abstract":"LATAR BELAKANG : Salah satu penyebab kematian mendadak terbanyak pada sistem kardiovaskular adalah infark miokard akut. Pada pemeriksaan jenazah kasus kematian mendadak sangat penting untuk mengetahui kemungkinan penyebab kematiannya berdasarkan jenis kelamin, usia, status gizi dan pola waktu kematiannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan waktu kematian pada kematian akibat infark miokard akut.\u0000METODE : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional desain cross sectional, dengan menggunakan total sampling. Data diambil dari semua kasus kematian akibat infark miokard akut di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016-2019. Variabel bebas penelitian ini yaitu jenis kelamin yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Variabel tergantung penelitian ini yaitu waktu kematian yang dinilai berdasarkan jam kematian dan musim. Analisa data dengan menggunakan uji Chi Square.\u0000HASIL : Terdapat 90 kasus kematian akibat infark miokard akut yang terdiri atas 52 orang laki-laki (57.8%) dan 38 Perempuan (42.2%). Jam kematian paling banyak di malam hari sebanyak 28 orang (31.1%) dan paling banyak pada musim hujan sebanyak 50 orang (55.6%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan jam kematian (p= 0.042) dan musim (p= 0.035) pada kematian akibat infark miokard akut. \u0000SIMPULAN : Terdapat hubungan jenis kelamin dengan waktu kematian pada kematian akibat infark miokard akut.\u0000KATA KUNCI: infark miokard akut, jenis kelamin, waktu kematian","PeriodicalId":117574,"journal":{"name":"Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128967099","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}