{"title":"Kadar Pigmen Klorofil dan Karotenoid pada Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Penyinaran Ultraviolet","authors":"Julia Fransiska, Sri Sedjati, Hadi Endrawati","doi":"10.14710/buloma.v12i3.42285","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.42285","url":null,"abstract":"Nannochloropsis sp. merupakan fitoplankton dengan kemampuan memproduksi pigmen klorofil-a, b, dan karotenoid yang berperan dalam fotosintesis. Produksi pigmen Nannochloropsis sp. dipengaruhi utama oleh faktor cahaya. Pemberian sinar UV berpotensi memberikan rangsangan terhadap fitoplankton pada pertumbuhan sel dan produksi pigmen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan upaya yang sesuai untuk peningkatan kadar klorofil dan karotenoid Nannochloropsis sp. menggunakan perlakuan sinar UV. Rancangan penelitian melalui Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali pengulangan. Perlakuan sinar UV yang diberikan meliputi 4 kelompok yaitu; 0 (kontrol), 10, 20, dan 30 menit. Pengamatan kualitas air pada media dan perhitungan kepadatan sel dilakukan setiap hari hingga masing-masing kultur mencapai fase stasioner untuk pemanenan. Kadar pigmen klorofil-a, b, dan karotenoid ditentukan menggunakan metode spektrofotometri dan diuji secara statistika melalui ANOVA One Way. Hasil penelitian didapatkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat pada kelompok pemberian sinar UV 10 menit sebesar 1017,714x105 sel/mL pada fase stasioner hari ke-24. Kadar pigmen klorofil-a tertinggi pada kelompok sinar UV 20 menit, yaitu sebesar 108,46 µg/g berat basah, klorofil-b tertinggi pada kelompok UV 30 menit, yaitu sebesar 32,93 µg/g berat basah, dan karotenoid tertinggi pada kelompok UV 10 menit, yaitu sebesar 147,88 µg/g berat basah. Namun, berdasarkan uji statistika pemberian sinar UV sampai 30 menit tidak memberi pengaruh nyata (p≥0,05) terhadap kadar klorofil-a,b, dan karotenoid yang dihasilkan. Nannochloropsis sp. is a phytoplankton with the ability to produce chlorophyll-a, b, and carotenoid pigments that are useful for photosynthesis. Pigment production of Nannochloropsis sp. is influenced mainly by the light factor. The treatment of UV light has the potential to stimulate phytoplankton cell growth and pigment production. This study aims to determine the appropriate efforts to increase levels of chlorophyll and carotenoids Nannochloropsis sp. using UV light treatment. The research design was through a completely randomized design (CRD) with three repetitions. UV light treatment given includes 4 levels, namely; 0 (control), 10, 20, and 30 minutes. Observation of media water quality and cell density calculations were carried out every day until each culture reached a stationary phase for harvesting. The levels of chlorophyll-a, b, and carotenoid pigments were determined using the spectrophotometric method and statistically tested through One Way ANOVA. The results showed that the highest cell density was found at the 10-minute UV light level of 1017,714x105 cells/mL on the stationary phase on the 24th day. The highest levels of chlorophyll-a were at the UV light level of 20 minutes, which was 108.46 µg/g wet weight, the highest chlorophyll-b was at the UV level of 30 minutes, which was 32.93 µg/g wet weight, and the highest carotenoids were at the UV 10 level. minutes, whic","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"117 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241005","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Potensi Kandungan Makro Nutrisi Polychaeta Diopatra sp. dari Kawasan Manggrove Jeruklegi Kabupaten Cilacap Sebagai Pakan Udang","authors":"Eko Setio Wibowo, Atang Atang, Endah Sri Palupi, Eko Setiyono, Untung Susilo","doi":"10.14710/buloma.v12i3.53045","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.53045","url":null,"abstract":"Polychaeta Diopatra sp. banyak ditemukan di daerah kawasan mangrove Cilacap dan banyak dimanfaatkan sebagai umpan. Pengambilan polychaeta secara masif dari habitatnya untuk tujuan komersial dianggap tidak berkelanjutan bagi lingkungan, karena berkontribusi pada menipisnya sumber daya alam. Pemanfaatan cacing ini sebagai umpan sudah banyak dilakukan tetapi masih belum banyak informasi tentang kandungan nutrisinya, sehingga perlu dilakukan studi tentang kandungan nutrisi cacing Diopatra sp untuk dimanfaatkan menjadi bahan pakan udang di wilayah ini sebagai informasi usaha pengembangan budidaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan di daerah mangrove Jeruklegi kabupaten Cilacap dalam empat stasiun dengan tiga titik pengambilan sampel dan pengulangan tiga kali setiap dua minggu sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien cacing Diopatra sp. dari empat stasiun pengambilan tidak berbeda nyata (p>0,05), dengan kandungan protein rata-rata 51,07-53,66%, kandungan lemak rata-rata 6,46-9,52% dan kandungan rata-rata karbohidrat 6,47-7,55%. Kandungan makronutrien Diopatra sp. berpotensi menjadi bahan baku pakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak budidaya udang dan ikan. Polychaeta Diopatra sp. is commonly found in the Cilacap mangrove area and widely used as bait. Massive exploitation of polychaeta from their habitat for commercial purposes is considered unsustainable for the environment, as it contributes to the depletion of natural resources. The use of these worms as bait has been widely carried out but there is still not much information about their nutritional content, so it is necessary to study the nutritional content of Diopatra sp. worms to be used as shrimp feed ingredients in this region as information on aquaculture development efforts. This research was conducted by survey method. Sampling was carried out in the Jeruklegi mangrove area, Cilacap district in four stations with three sampling points and repeated three times every two weeks. The results showed that the nutrient content of Diopatra sp. from the four sampling stations was not significantly different (p>0.05), with an average protein content of 51.07-53.66%, an average fat content of 6.46-9.52% and an average carbohydrate content of 6.47-7.55%. Diopatra sp.'s macronutrient content can potentially be a raw material for feed to meet the protein and fat needs of shrimp and fish farming.","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241002","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kerapatan Lamun dan Hubungan dengan Parameter Lingkungan di Perairan Pesisir Teluk Lampung","authors":"Isnaini Isnaini, Riris Aryawati","doi":"10.14710/buloma.v12i3.50694","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.50694","url":null,"abstract":"Ekosistem lamun memiliki peranan sangat penting di wilayah pesisir. Seiring waktu wilayah pesisir menghadapi ancaman yang cukup besar akibat dari meningkatnya dan berkembangnya kegiatan pembangunan, seperti disebagian besar yang terjadi di ekosistem laut di Teluk Lampung. Penelitian ini bertujuan menentukan parameter lingkungan perairan yang mempengaruhi kerapatan lamun. Penelitian ini terdiri dari delapan stasiun yang ditentukan secara purposive sampling. Pengukuran parameter lingkungan perairan dilakukan secara insitu dan pengambilan contoh air. Pengambilan data kerapatan lamun menggunakan metode transek kuadrat. Analasis hubungan kerapatan lamun dengan parameter lingkungan perairan dianalisis menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA). Hasil penelitian ditemukan sebanyak enam jenis lamun, yaitu Oceana serrulata, Enhalus acoroides Thalassia hemprichii, Halodule ovalis, Halodule pinifolia dan Halodule uninervis. Hubungan kerapatan lamun dengan parameter lingkungan perairan menunjukkan di kolom air kerapatan lamun dipengaruhi oleh nitrat (NO3), fosfat (PO4) dan salinitas, sedangkan untuk sedimen tempat tumbuh lamun, kerapatan lamun lebih dipengaruhi oleh kandungan C-organik dan tekstur sedimen lanau. Seagrass ecosystems have a very important role in coastal areas, but over time face considerable threats as a result of the increase and development of development activities in coastal areas, such as most of the marine ecosystem areas in Lampung Bay. This study aims to determine the parameters of the aquatic environment that affect the density of seagrass. This study consisted of eight stations determined by purposive sampling. Measurement of aquatic environmental parameters was carried out in situ and water samples were taken. Seagrass density data retrieval using the quadratic transect method. Analysis of the relationship between seagrass density and aquatic environmental parameters was analyzed using Principal Component Analysis (PCA). The results of the study found as many as six types of seagrass, namely Oceana serrulata, Enhalus acoroides Thalassia hemprichii, Halodule ovalis, Halodule pinifolia and Halodule uninervis. The relationship between seagrass density and aquatic environmental parameters shows that in the water column the density of seagrass is influenced by nitrate (NO3), phosphate (PO4) and salinity, while in sediments the density of seagrass is more influenced by organic C content and silt sediment texture.","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241143","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Risandi Dwirama Putra, Reski Putri Handayani, Fadhliyah Idris, Mario Putra Suhana, Aditya Hikmat Nugraha
{"title":"Pemetaan Luasan Ekosistem Lamun Menggunakan Citra Sentinel 2A Tahun 2018 Dan Tahun 2020 Di Perairan Desa Pengudang, Pulau Bintan","authors":"Risandi Dwirama Putra, Reski Putri Handayani, Fadhliyah Idris, Mario Putra Suhana, Aditya Hikmat Nugraha","doi":"10.14710/buloma.v12i3.52800","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.52800","url":null,"abstract":"Ekosistem lamun dapat terganggu oleh berbagai faktor seperti perubahan suhu, polusi, kerusakan habitat, destructive fishing, dan pencemaran laut. Pemantauan kondisi lamun sangat penting dilakukan untuk memastikan keseimbangan ekosistem tetap terjaga, terutama pada daerah konservasi seperti di Desa Pengudang yang menjadi wilayah konservasi lamun. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengamati kondisi ekosistem lamun untuk melihat perubahan yang terjadi adalah menggunakan kombinasi sistem informasi geografis dengan pengindraan jauh. Pada teknologi pengindraan jauh data yang digunakan yaitu Citra Sentinel-2A. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan luasan lamun di perairan Desa Pengudang dengan menggunakan Algoritma Lyzenga. Metode Lyzenga dikenal dengan nama metode depth-invariant index atau metode water column correction (koreksi kolom air). Koreksi kolom air bertujuan untuk mengeliminasi kesalahan identifikasi spektrum habitat karena faktor kedalaman selanjutnya dilanjutkan dengan proses supervised classification pada citra. Luasan lamun di perairan Desa Pengudang didapatkan berdasarkan hasil analisis klasifikasi terbimbing. Citra Sentinel-2A pada tahun 2018 mencapai angka 8.43 dan pada tahun 2020 mengalami penurunan dengan angka 7.30 hektar dengan nilai uji akurasi 80%. Penurunan luas padang lamun di perairan Desa Pengudang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pencemaran minyak di wilayah Bintan yang terjadi secara teratur setiap tahun dan telah mempengaruhi kondisi ekosistem di wilayah tersebut. Seagrass ecosystems can be disturbed by various factors such as changes in temperature, pollution, habitat destruction, and human activities, including unsustainable fishing, marine pollution, and chemical use. Therefore, monitoring the condition of seagrass ecosystems is essential to ensure the balance of the ecosystem is maintained, especially in conservation areas. Pengudang Village is one of the villages that has been designated as a seagrass conservation area. One of the ways to observe the condition of seagrass ecosystems and detect changes is to use a combination of geographic information systems and remote sensing. The data used in remote sensing technology is the Sentinel-2A image. The purpose of this research is to map the seagrass area in the waters of Pengudang Village using the Lyzenga Algorithm, also known as the depth-invariant index method or water column correction method. The water column correction method aims to eliminate errors in habitat spectral identification due to depth factors before proceeding with the supervised classification process on the image. The seagrass area in the waters of Pengudang Village was obtained based on the results of the supervised classification analysis. The Sentinel-2A imagery in 2018 covered an area of 8.43 hectares, and in 2020, it decreased to 7.30 hectares with an accuracy test value of 80%. The decrease in the seagrass area in the waters of Pengudang Village is caused by","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"85 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241004","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Altysia Putriany, Widianingsih Widianingsih, Hadi Endrawati, Retno Hartati
{"title":"Bioakumulasi Logam Berat Pb oleh Chlorella vulgaris","authors":"Altysia Putriany, Widianingsih Widianingsih, Hadi Endrawati, Retno Hartati","doi":"10.14710/buloma.v12i3.39205","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.39205","url":null,"abstract":"Usaha untuk menghilangkan logam berat merupakan suatu proses pengolahan air limbah yang sangat penting. Beberapa metode telah dilakukan baik dengan metode kimia maupun fisika, namun perlakuan secara biologi dianggap lebih murah dan aefektif. Chlorella vulgaris merupakan salah satu jenis mikroalga yang mempunyai kemampuan menyerap dan menghilangkan logam berat seperti timbal (Pb) di air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh logam berat timbal (Pb) pada media pemeliharaan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan bioakumulasinya pada C. vulgaris. . Metode eksperimen laboratorium dengan lima perlakuan konsentrasi logam berat timbal (Pb) pada media budidaya C vulgaris yang berbeda, yaitu 0, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Setiap perlakuan dengan tiga ulanga. Mikroalga C. vulgaris dikultur selama 7 hari dan pada akhir penelitian kepadatannya dihitung dan kandungan Pbnya dianalisa dengan menggunakan Atomic Absorption SpectrophotometerHasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Pb pada media, semakin menghambat pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris mampu mengakumulasi logam Pb dengan efisiensi penyerapannya sebesar 0,34% pada konsentrasi 100 ppm. Analisis varian memperlihatkan konsentrasi Pb memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) pada pertumbuhan, dan kemampuan akumulasi Pb pada C. vulgaris. In the wastewater treatment process, the removal of heavy metals is very important. The process has applied various chemical and physical methods, and the biological method is believed to be the most efficient and cheapest. Chlorella vulgaris is one species of microalgae that has ability to absorb and accumulate heavy metals such as lead (Pb). Chlorella can grow in extreme environments and withstand outside influences, better than other types of microalgae. This study aims to determine the influence of lead (Pb) in the culture media on the growth and bioaccumulation of C. vulgaris. The laboratory experiment method was applied with several Pb concentrations in the culture media of C. vulgaris, i.e. 0, 25, 50, 75, and 100 ppm. The treatments were triplicated. The C. vulgaris was cultured for seven days, and in the end of the experiment, the density was counted, and the Pb was analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometer The results showed that the higher concentrations of Pb in the culture media gave the most inhibiting growth of C. vulgaris. C. vulgaris accumulate Pb at a concentration of 100 ppm in the culture media with an absorption efficiency of 0.34%. It revealed that the difference in Pb concentration give significant effect (p<0.05) on the growth and Pb accumulation capability of C. vulgaris.","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241001","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ria Azizah Tri Nuraini, Sri Redjeki, Hadi Endrawati, M. Amanun Tharieq
{"title":"Kajian Komposisi Ukuran Rajungan Betina (Portunus pelagicus) di Fishing Ground Perairan Pemalang","authors":"Ria Azizah Tri Nuraini, Sri Redjeki, Hadi Endrawati, M. Amanun Tharieq","doi":"10.14710/buloma.v12i3.51276","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/buloma.v12i3.51276","url":null,"abstract":"Rajungan betina memiliki peranan penting dalam keberlanjutan stok sumber daya rajungan di alam. Maraknya rajungan betina yang masih ditangkap oleh nelayan menjadi salah satu ancaman besar terhadap keberlanjutan sumber daya rajungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi rajungan betina berdasarkan kelas lebar karapas, hubungan lebar karapas dan berat tubuh, komposisi tingkat kematangan gonad (TKG), nilai fekunditas dan persentase egg berried female (EBF) pada 20 titik area fishing ground yang dilaksanakan selama bulan Mei – Agustus 2022 di perairan Pemalang. Pengambilan sampel dan penentuan titik fishing ground dilakukan secara purposive sampling dengan menyesuaikan area penangkapan nelayan rajungan Desa Danasari, Pemalang. Distribusi ukuran lebar karapas rajungan menunjukkan modus kelas lebar karapas pada 101 – 110 mm, dimana kondisi tersebut tergolong kurang baik mengingat ukuran minimum rajungan yang boleh ditangkap adalah >100 mm. Hubungan lebar karapas dan berat tubuh menunjukkan pertumbuhan rajungan betina bersifat allometrik negatif, yang berarti pertambahan lebar karapas lebih cepat dibandingkan pertambahan berat tubuh. Komposisi TKG rajungan betina didominasi pada kondisi kematangan tingkat 2 (TKG 2) dengan persentase 78%. Nilai fekunditas rajungan betina bertelur dengan rata-rata pada kisaran 301.202±131.949 butir telur. Nilai EBF tertinggi ditemukan pada titik 12 dengan persentase 1,09% dengan rajungan betina bertelur sebanyak 7 ekor. Keberadaan rajungan betina di perairan menjadi salah satu faktor kunci keberlanjutan sumber daya rajungan, sehingga diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan area perlindungan dan kawasan potensial reproduksi rajungan di perairan Pemalang dan perairan lainnya. Female blue swimming crabs have an important role in the sustainability of crab populations of natural resources. The large number of female crabs that are still caught by fishermen is one of the major threats to the sustainability of crab resources. The purpose of this study was to determine the composition of female crab based on carapace width class, carapace width and body weight relationship, composition of gonad maturity level (TKG), fecundity value and percentage of egg berried female (EBF) at 20 spots of fishing ground area during May - August 2022 in Pemalang waters. Sampling and selection of fishing ground points were carried out by purposive sampling by adjusting the fishing area of crab fishermen in Danasari Village, Pemalang Regency. The distribution of carapace width size of crab showed the mode of carapace width class at 101 - 110 mm, where the condition is not quite good considering the minimum size of crab that can be caught is >100 mm. The relationship between carapace width and body weight shows that the growth of female crabs is negative allometric, which means that the increase in carapace width is faster than the increase in body weight. The TKG composition of female crabs is dominated by the condition o","PeriodicalId":470797,"journal":{"name":"Buloma: Buletin Oseanografi Marina","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136241000","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}