{"title":"Radiographic assessment of keratocyst odontogenic tumor in maxilla using cbct: a case report","authors":"Berty Pramatika","doi":"10.32509/JITEKGI.V14I1.643","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/JITEKGI.V14I1.643","url":null,"abstract":"Keratocyst odontogenic tumor (KCOT) is a developmental odontogenic cyst of epithelial origin. This lesion shows features of a cyst and a benign neoplasm, because of its behavior, autonomous growth, and potential for recurrence. The KCOT occurs more significant in the posterior mandible than in maxilla. Occasionally, pain, swelling, and drainage indicate a secondary infection of the cyst. Asymptomatic KCOT usually detected in routine radiograph. The radiographic examination is important to determine KCOT diagnose and treatment planning to prevent recurrence. The aim of this case report is to describe radiographic characteristic of keratocyst odontogenic tumor in maxilla using CBCT. A 20 year-old women patient was referred to the oral maxillofacial radiology department of Padjadjaran University with the chief complaint of swelling, painless in the anterior of the upper jaw. In this presented case, we used cone beam computed tomography to find out the margin of the cortical extension, and diameter of the lesion. The CBCT examination shows radiolucent, well-defined lesion in 12-14 region with displacement of 12. The size of the lesion is about 20x15x19mm extended posterior-superiorly near to nasal cavity and it shows less degree of bone expansion. Based on radiographic and clinical examination, the diagnosis was keratocyst odontogenic tumor. KCOT has some radiographic characteristic distinguishable with another odontogenic lesion. Therefore; cbct examination is recommended for the diagnosis of odontogenic keratocysts and proper surgical planning. ","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"65 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126491114","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KOMPARASI ELECTROSURGERY, ABRASIVE BUR DAN SCALPEL TECHNIQUE PADA DEPIGMENTASI GUSI DENGAN TEKNIK SPLIT MOUTH (Case Series)","authors":"Rm Norman Tri Kusumo Indro","doi":"10.32509/JITEKGI.V14I1.640","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/JITEKGI.V14I1.640","url":null,"abstract":"Pendahuluan dan tujuan : pigmentasi gingiva merupakan keluhan estetik utama terutama orang Asia. Pigmentasi melanin disebabkan oleh berlebihnya granul melanin didalan lapisan epitelium gingiva. Senyum yang harmonis dipengaruhi tidak hanya dari bentuk, posisi ,warna dari gigi, akan tetapi gusi berpengaruh. Pigmentasi melanin bukan merupakan kelainan patologis dan tidak berbahaya, penanganan secara estetik dapat dilakukan dengan hasil yang sangat baik. Penatalaksanaan : kasus ini menjelaskan teknik split mouth pada prosedur depigmentasi dengan tiga teknik yang berbeda. Prosedur dengan pisau bedah,dan dengan mata bur. kedua teknik ini dinilai efektif untuk menangani kasus depigmentasi gingiva. Pengukuran komparasi akan diukur dari wound healing index and visual analog scale. Kesimpulan : teknik dengan pisau bedah merupakan teknik yang paling umum dan memberikan hasil yang baik, kelemahan teknik pisau bedah adalah waktu operasi yang cukup lama. Prosedur dengan bur merupakan teknik yang mulai sering digunakan, teknik ini tidak memakan waktu serta hasil maksimal. Kelemahan teknik ini membutuhkan presisi. Kasus ini akan membahas mengenai kekurangan dan kelebihan dari ketiga teknik tersebut dengan mempertahankan prosedur pisau bedah sebagai terapi gold standard untuk depigmentasi.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"150 ","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114049429","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"POTENSI LARUTAN CHITOSAN 0,2% SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN IRIGASI DALAM PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI","authors":"Sinta Deviyanti","doi":"10.32509/jitekgi.v14i1.642","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v14i1.642","url":null,"abstract":"Irigasi dan instrumentasi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam perawatan saluran akar gigi. Penggunaan instrumen manual dan instrumen yang digerakkan mesin, akan menghasilkan smear layer yang menutupi dinding saluran akar dan tubuli dentin yang terbuka.Pembersihkan debridement secara menyeluruh serta pembersihan smear layer merupakan landasan untuk mencapai keberhasilan perawatan saluran akar gigi. Irigasi dengan sodium hipoklorit (NaOCl) yang dikombinasi dengan bahan khelasi seperti Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) telah direkomendasikan untuk pembersihan komponen organik dan komponen inorganik dari smear layer secara efektif. Namun, EDTA dapat bersifat erosif terhadap dentin, konsekuensinya mempengaruhi sifat kekerasan, permeabilitas dan pelarutan dentin di bagian dalam akar gigi. Penggunaan NaOCl tidak mampu membersihkan smear layer, karena hanya efektif terhadap debris organik. Oleh karena itu,dibutuhkan penelitian untuk mencari larutan irigasi yang lebih kompatibel, efesien membersihkan smear layer dan menyebabkan erosi dentin yang lebih rendah. Saat ini, chitosan telah diteliti di bidang kedokteran gigi.Chitosan adalah polisakarida alamiah, berasal dari deasetilasi chitin yang terdapat pada cangkang kepiting dan udang. Chitosan memiliki kemampuan khelasi, biokompatibel, biodegradasi, bioadhesi dan tidak toksik terhadap tubuh manusia. Hasil-hasil penelitian terbaru telah menyimpulkan bahwa irigasi akhir dengan larutan Chitosan 0,2% setelah irigasi dengan larutan NaOCl, lebih efesien dalam membersihkan smear layer dibanding bahan irigasi lainnya dan menyebabkan erosi lebih sedikit pada dentin akar gigi. Chitosan dapat dipertimbangkan sebagai alternatif bahan irigasi dalam perawatan saluran akar gigi karena memiliki kemampuan khelasi pada dentin saluran akar gigi.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122776811","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH ORAL HYGIENE TERHADAP MALNUTRISI PADA LANSIA","authors":"P. Pindobilowo","doi":"10.32509/JITEKGI.V14I1.641","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/JITEKGI.V14I1.641","url":null,"abstract":"Lansia merupakan suatu proses alami dimana terjadi perubahan fungsi jaringan tubuh dan organ yang sangat kompleks. Pada lansia terjadi penurunan kemampuan berbagai jaringan tubuh secara perlahan-lahan. Penurunan kondisi ini terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain melemahnya daya ingat, perubahan sensorik, dan perubahan pada kondisi oral hygiene. Oral hygiene dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan umum lansia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia di dunia mencapai 426 juta jiwa atau sekitar 6,8% dari total populasi dan perkiraan akan mengalami peningkatan dua kali lipat pada tahun 2025. Di kawasan Asia Tenggara jumlah populasi lansia sekitar 142 juta jiwa atau sekitar 8%, sedangkan di Indonesia data terakhir tahun 2014 menunjukkan jumlah penduduk lansia mencapai 20,24 juta jiwa atau sekitar 8% dan Indonesia diperkirakan terjadi peningkatan jumlah populasi lansia di wilayah Asia pada tahun 2050. Jumlah kasus lansia yang malnutrisi di Indonesia adalah sebesar 3,4%. Melihat fenomena ini, maka kesehatan lansia perlu ditingkatkan khususnya oral hygiene sehingga terjadi keseimbangan nutrisi dan mempengaruhi kondisi umum lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh oral hygiene terhadap malnutrisi pada lansia.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"141 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116043595","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perawatan Saluran Akar Non Bedah pada Gigi Anterior dengan Lesi Periapikal yang Meluas (Laporan Kasus)","authors":"M. Aryanto","doi":"10.32509/jitekgi.v14i1.639","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v14i1.639","url":null,"abstract":"Pendahuluan: kasus ini memperlihatkan lesi periapikal yang meluas pada gigi anterior. Perawatan saluran akar dilakukan secara konservatif, dengan mengaplikasikan medikasi intrakanal berupa kalsium hidroksida. Tujuan: setahun setelah perawatan memperlihatkan penyembuhan melalui berkurangnya ukuran lesi. Penatalaksanaan: perawatan saluran akar dilakukan dengan beberapa kali kunjungan menggunakan medikamen berupa kalsium hidroksida Kesimpulan: laporan kasus ini memperlihatkan keberhasilan perawatan saluran akar konvensional non bedah.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115142334","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH BERKUMUR DENGAN AIR SEDUHAN TEH HIJAU TERHADAP HALITOSIS (DI PESANTREN KHUSUS YATIM AS-SYAFI’IYAH)","authors":"Poetry Oktanauli","doi":"10.32509/JITEKGI.V14I1.612","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/JITEKGI.V14I1.612","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Halitosis adalah bau mulut yang tidak sedap. Sebagian besar masyarakat yang mengalami bau mulut tidak menyadarinya dan hanya sebagian kecil masyarakat yang datang ke dokter gigi mengeluhkan halitosis. Anggapan bahwa halitosis tidak memerlukan penanganan khusus, tidak sepenuhnya benar karena halitosis dapat memberikan dampak sosial yang mempengaruhi citra seseorang. Apabila berbicara terlalu dekat dengan penyandang halitosis, maka lawan bicara akan menutup hidung atau bahkan menghindar. Tujuan: melalui penelitian ini, dapat diketahui apakah air seduhan teh hijau dapat menurunkan skor halitosis. Bahan dan cara: alat dan bahan yang digunakan adalah halimeter dan air rebusan teh hijau. Subjek penelitian tidak diperkenankan untuk makan dan minum selama 90 menit sebelum penelitian dilakukan, skor halitosis diukur sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan teh hijau. Kesimpulan: penyebab utama dari halitosis adalah gas Volatile Sulfur Compounds (VSC). Teh hijau adalah jenis teh yang memiliki kandungan katekin yang sangat tinggi. Katekin adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab halitosis. Berkumur dengan air rebusan teh hijau telah terbukti mampu mengurangi skor halitosis. Oleh sebab itu, masyarakat dapat mulai memanfaatkan teh hijau sebagai alternatif lain dalam mencegah terjadinya halitosis.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132349308","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"RELINING GIGI TIRUAN RAHANG BAWAH SECARA LANGSUNG DENGAN PENCETAKAN MULUT TERTUTUP","authors":"Nikolas Nikolas","doi":"10.32509/JITEKGI.V14I1.607","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/JITEKGI.V14I1.607","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Pembuatan gigi tiruan lengkap adalah bertujuan agar pasien dapat merasa nyaman dan cekat saat memakai gigi tiruannya, memperbaiki estetik, fungsi mastikasi, dan fonetik. Permukaan basis dan batas tepi GTL tidak boleh menyebabkan terjadinya inflamasi dan ulserasi pada jaringan. Resorpsi tulang alveolar merupakan masalah yang sering menyebabkan GTL menjadi tidak cekat, dan banyak dijumpai pada rahang bawah. Tujuan: Untuk memperbaiki kecekatan gigi tiruan dengan tindakan relining. Metode langsung merupakan suatu proses immediate, sehingga pasien tidak ada fase kehilangan giginya. Laporan kasus seorang wanita 59 tahun telah memakai GTL selama 7 tahun, tetapi sekarang GTL rahang bawahnya terasa longgar dan tidak stabil. Penatalaksanaan: Diagnosis yang tepat dapat menyelesaikan penyebab masalah kasus tersebut secara baik. Dilakukan metode relining secara langsung dengan teknik pencetakan mulut tertutup. Kesimpulan: Diagnosis yang tepat mengenai penyebab tidak cekatnya GTL dapat diperoleh dengan mendengarkan keluhan penderita dan observasi yang teliti. Bila diagnosis tidak dilakukan dengan tepat, maka tindakan relining tidak dapat memperbaiki retensi dan stabilitas. Bahan material tersebut harus akurat dengan permukaan GT, mudah dipoles, tidak mengiritasi jaringan dan mempunyai daya mekanik yang baik.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"23 7","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132881153","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}