{"title":"KARAKTERISTIK CURAH HUJAN BERDASARKAN RAGAM TOPOGRAFI DI SUMATERA UTARA","authors":"Budi Prasetyo, H. Irwandi, Nikita Pusparini","doi":"10.29122/JSTMC.V19I1.2787","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/JSTMC.V19I1.2787","url":null,"abstract":"Wilayah Sumatera Utara (Sumut) memiliki kondisi geografis dan topografi yang beragam, mulai dari pesisir, dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan, serta kepulauan. Hal ini dapat menyebabkan variabilitas curah hujan semakin beragam. Untuk itu, kajian ini akan membahas mengenai variabilitas curah hujan Sumut di beberapa wilayah dengan kondisi geografi dan topografi yang berbeda. Data curah hujan bulanan dari 17 pos hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan periode 1986-2016 (31 tahun) digunakan dalam kajian ini. Metode analisis deskriptif, statistik sederhana berupa perata-rataan, standarisasi anomali, dan interpolasi pembalikkan bobot jarak digunakan dalam kajian ini. Letak pos hujan dibagi berdasarkan kondisi geografis dan topografinya sehingga diperoleh enam wilayah yaitu Pesisir Timur, Lereng Timur, Pegunungan, Lereng Barat, Pesisir Barat, dan Kepulauan Nias. Hasil yang diperoleh yaitu variabilitas curah hujan Sumut dalam skala bulanan, antar musiman dan antar tahunan di keenam wilayah topografi berbeda satu sama lain. Curah hujan rata-rata Sumut umumnya menurun dari wilayah Barat ke Timur sehingga menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan antara wilayah Timur dan Barat. Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Pesisir Barat yaitu 230-570 mm/bulan atau >4550 mm/tahun sedangkan terendah terjadi di Pesisir Timur yaitu 100–150 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Puncak musim hujan Sumut umumnya terjadi pada bulan November, kecuali wilayah Pesisir dan Lereng Timur yang terjadi pada bulan Oktober. Curah hujan tahunan wlayah topografi Sumut umumnya menunjukkan nilai anomali standar negatif pada tahun 90-an dan menunjukkan anomali positif setelah tahun 2000, kecuali di wilayah Lereng Timur dan Kepulauan.","PeriodicalId":353176,"journal":{"name":"Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129226973","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DETEKSI ES DAN HAIL DI ATMOSFER DENGAN RADAR POLARIMETRIK X-BAND FURUNO WR-2100 (STUDI KASUS: 24 JANUARI DAN 14 FEBRUARI 2016)","authors":"A. A. Arbain, Faisal Sunarto, E. Mulyana","doi":"10.29122/JSTMC.V19I1.2994","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/JSTMC.V19I1.2994","url":null,"abstract":"Informasi keberadaan es di atmosfer sangat penting, tidak hanya untuk studi meteorologi, namun juga untuk kegiatan modifikasi cuaca maupun pengembangan sistem peringatan dini bencana hidrometeorologi. Pada makalah ini, kami mendemonstrasikan tiga teknik deteksi es dengan memanfaatkan observasi radar X-band polarimetrik Furuno WR-2100. Data Constant Altitude Plan Position Indicator (CAPPI) untuk parameter horizontal reflectivity (Zh), differential reflectivity (ZDR) dan specific differential phase (KDP) pada kejadian presipitasi konvektif di wilayah Banten dan Bogor tanggal 24 Januari dan 14 Februari 2016 dianalisis dengan menggunakan metode Hail Differential Reflectivity (HDR), metode konsistensi KDP (CM) dan metode fuzzy logic (FL). Produk data yang dihasilkan oleh ketiga metode tersebut saling dibandingkan secara horizontal pada ketinggian 500 meter, 2 kilometer dan 5 kilometer, serta secara vertikal hingga ketinggian 15 kilometer. Hasil analisis menunjukkan metode HDR paling sensitif dan konsisten untuk identifikasi es pada setiap level ketinggian, sedangkan metode FL dapat membedakan jenis es secara spesifik. Di sisi lain, rendahnya sensitivitas metode CM dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya konsentrasi es yang signifikan pada waktu observasi dan mengindikasikan metode tersebut lebih sensitif untuk deteksi jenis es dengan ukuran yang lebih besar.","PeriodicalId":353176,"journal":{"name":"Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125023363","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KAJIAN PENGELOLAAN TATA AIR DAN PRODUKTIVITAS SAWIT DI LAHAN GAMBUT (Studi Kasus : Lahan Gambut Perkebunan Sawit PT Jalin Vaneo di Kabupaten Kayong Utara, Propinsi Kalimantan Barat)","authors":"Hasmana Soewandita","doi":"10.29122/JSTMC.V19I1.3112","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/JSTMC.V19I1.3112","url":null,"abstract":"Pengembangan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit sudah demikian pesatnya akibat terbatasnya lahan mineral yang tersedia dalam hamparan yang luas. Tidak sedikit pemahaman akan karakteristik lahan gambut untuk pengembangan kebun kelapa sawit juga sangat terbatas baik aspek ekologi maupun agronomi dan tanah. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengkaji sistem tata air pada lahan gambut dalam kaitannya dengan karakteristik lahan baik aspek biofisik maupun lingkungan. Hasil kajian menunjukkan bahwa saluran reklamasi baik pada saluran utama maupun pada saluran blok banyak terjadi overdrainage dan hal ini sangat rentan terhadap bahaya kebakaran lahan gambut. Pemahaman karakteristik lahan gambut yang kurang memadai serta pengelolaan ketinggian muka air saluran yang kondisinya dibawah kedalaman lapisan pirit mengakibatkan terbentuknya oksidasi pirit. Saluran yang terindikasi terjadi oksidasi pirit terjadi pada saluran blok lahan pertanaman berimplikasi terbentuknya racun (jarosit), sehingga hal ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman dan produksi kelapa sawit. Pirit yang teroksidasi ini mempunyai pH yang sangat masam sehingga kelaruran logam seperti Al sangat tinggi dan berdampak pada keracunan bagi tanaman. Pengendalian muka air diatas lapisan pirit, flushing dengan fresh water dan pengapuran merupakan solusi dalam penangan oksidasi pirit, sehingga produktivitas sawit bisa berkelanjutan.","PeriodicalId":353176,"journal":{"name":"Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca","volume":"89 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129984390","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBANDINGAN PARAMETER ATMOSFER RADIOSONDE DI PALEMBANG DAN PANGKALPINANG SELAMA INTENSIVE OBSERVATION PERIODE (IOP)","authors":"Ibnu Athoillah, Rini Mariana Sibarani","doi":"10.29122/JSTMC.V19I1.2987","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/JSTMC.V19I1.2987","url":null,"abstract":"Beberapa kondisi udara atas yang bagus untuk mendukung pertumbuhan awan adalah udara dalam kondisi labil, kelembapan yang cukup basah dan angin yang tidak terlalu kencang. Profil udara atas ini biasa diukur dengan menggunakan radiosonde. Namun selama ini terjadi keterbatasan dalam hal lokasi peluncuran radiosonde yang tidak banyak di Indonesia, seperti di Palembang tidak ada peluncuran radiosonde yang rutin dilakukan kecuali ada event tertentu seperti Intensive Observation Period (IOP) sehingga dalam kondisi biasa untuk mengetahui profil udara atasnya menggunakan lokasi peluncuran radiosonde terdekat yaitu di Pangkalpinang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan parameter dari pengukuran radiosonde Palembang saat kegiatan IOP dengan radiosonde Pangkalpinang, guna mengetahui apakah parameter yang dihasilkan dari radiosonde Pangkalpinang bisa digunakan untuk wilayah Palembang. Parameter yang dibandingkan adalah K-Index, Lifted Index, Showalter Index, Convective Temperature (Tc), CAPE, RH 850 mb, RH 700 mb dan RH 500 mb. Perbandingan dilakukan secara visual dan uji statistik. Secara visual dengan metode grafik dan secara statistik menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil secara visual menunjukkan semua parameter memiliki pola yang mirip dan berdekatan. Hasil uji statistik menunjukkan hampir semua parameter yang diuji memiliki nilai probabilitas di atas 0.05 yang berati tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran di Palembang dan Pangkalpinang kecuali parameter Showalter Index yang memiliki nilai probabilitas 0.008 atau di bawah 0.05 yang menunjukkan bahwa parameter Showalter Index ini ada perbedaan yang signifikan dari kedua lokasi.","PeriodicalId":353176,"journal":{"name":"Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121784772","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"UJI PERFORMA WRF DENGAN DATA ASIMILASI RADAR, SATELIT DAN SYNOP UNTUK PREDIKSI HUJAN DI JAKARTA","authors":"Ardi Widi Lestanto, J. A. I. Paski","doi":"10.29122/JSTMC.V19I1.2818","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/JSTMC.V19I1.2818","url":null,"abstract":"Asimilasi data merupakan suatu metode estimasi yang diperoleh dari penggabungan antara output model NWP dan data-data pengukuran. Dalam beberapa tahun terakhir, model mesoscale resolusi tinggi diinisialisasi dengan menggunakan teknik data asimilasi (3DVAR/4DVAR) yang diterapkan untuk mempelajari fenomena meteorologi. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta dengan memanfaatkan data observasi sinoptik, data radiance satelit dan data radar Doppler C-Band EEC (Enterprise Electronics Corporation) di Jakarta. Penelitian ini menggunakan model numerik Weather Research and Forecasting (WRF) untuk menjalankan model tanpa asimilasi dan model dengan asimilasi data radar, satelit dan sinoptik menggunakan sistem 3DVAR. Analisis dilakukan secara kuantitatif untuk menguji performa model terhadap data observasi dan analisis spasial dengan mencari nilai selisih curah hujan dengan data GSMaP melalui metode overlay. Hasil membuktikan performa terbaik dari hasil prediksi distribusi hujan spasial adalah model asimilasi satelit kemudian model asimilasi radar dan terakhir model asimilasi synoptic. Uji performa melalui tabel kontingensi untuk mengetahui nilai PC, TS, FAR, dan POD. Model asimilasi satelit memiliki performa paling baik daripada model asimilasi lain. Untuk prediksi sesuai kategori hujan ringan model asimilasi satelit yang terbaik, sementara untuk kategori hujan sangat lebat model asimilasi synop adalah yang paling unggul.","PeriodicalId":353176,"journal":{"name":"Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122332476","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}