{"title":"上下文限制圣训禁止平面设计","authors":"Muhammad Izzul Haq Zain","doi":"10.21043/riwayah.v4i1.2843","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Di era kini, desain grafis merupakan disiplin ilmu yang populer dan sangat dibutuhkan dalam berbagai hal. Banyak orang yang mempelajari ilmu ini baik melalui sekolah, kursus, atau bahkan otodidak. Dewasa ini, desain grafis identik dengan menggambar menggunakan software-software dalam media elektronik. Kegiatan ini tentunya tak lepas dari kegiatan menggambar, tak terkecuali menggambar makhluk bernyawa. Dalam Islam, terdapat beberapa hadist yang berisi pelarangan membuat gambar makhluk bernyawa. Mengenai hal ini, para ulama’ memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ada yang melarang secara mutlak melarang, dan ada juga yang memperbolehkan. Adanya pelarangan ini menimbulkan keraguan bagi para desainer Muslim yang biasa menggambar makhluk bernyawa. Padahal kebanyakan dari mereka menggantungkan hidupnya pada pekerjaan tersebut. Artikel ini akan mencoba membahas hadist larangan menggambar dengan melakukan kontekstualisasi melalui pendekatan antropologis. Kontekstualisasi ini sangat penting, mengingat terdapat perbedaan kondisi sosial, budaya, politik, dan sistem nilai pada zaman Rasulullah dengan zaman sekarang. Selain itu, adanya perbedaan waktu dan tempat antara Arab dengan wilayah selain Arab melahirkan perbedaan konteks, sehingga perlu diadakan pemahaman secara kontekstual. Jika melihat kondisi pada masa Nabi, masyarakat Arab masih berada dalam masa transisi dari kepercayaan animisme dan politeisme menuju kepercayaan monoteisme, sehingga larangan menggambar sangat masuk akal. Kemungkinan hal tersebut bertujuan untuk menjauhkan masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah patung, gambar, dan semacamnya. Dari hal ini dapat diketahui bahwa ‘illat hukum larangan menggambar adalah belum hilangnya kebiasaan menyembah patung dan semacamnya. Pada masa sekarang, masyarakat lebih mengedepankan nilai-nilai estetika dalam memandang karya seni seperti patung dan lukisan. Dengan kata lain, masyarakat sekarang sudah tidak dikhawatirkan lagi untuk terjerumus terhadap penyembahan terhadap patung dan gambar. Oleh karena itu, apabila mengacu pada kaidah al-Hukmu Yaduru Ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman, maka hukum menggambar di masa sekarang adalah boleh. Hal ini dikarenakan ‘illat hukum dari larangan menggambar telah hilang. Dengan kata lain, mengingat desain grafis memiliki keserupaan dengan menggambar, maka hukum desain grafis di masa sekarang juga diperbolehkan.","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":"{\"title\":\"Kontekstualisasi Hadis Larangan Menggambar Dengan Desain Grafis\",\"authors\":\"Muhammad Izzul Haq Zain\",\"doi\":\"10.21043/riwayah.v4i1.2843\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Di era kini, desain grafis merupakan disiplin ilmu yang populer dan sangat dibutuhkan dalam berbagai hal. Banyak orang yang mempelajari ilmu ini baik melalui sekolah, kursus, atau bahkan otodidak. Dewasa ini, desain grafis identik dengan menggambar menggunakan software-software dalam media elektronik. Kegiatan ini tentunya tak lepas dari kegiatan menggambar, tak terkecuali menggambar makhluk bernyawa. Dalam Islam, terdapat beberapa hadist yang berisi pelarangan membuat gambar makhluk bernyawa. Mengenai hal ini, para ulama’ memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ada yang melarang secara mutlak melarang, dan ada juga yang memperbolehkan. Adanya pelarangan ini menimbulkan keraguan bagi para desainer Muslim yang biasa menggambar makhluk bernyawa. Padahal kebanyakan dari mereka menggantungkan hidupnya pada pekerjaan tersebut. Artikel ini akan mencoba membahas hadist larangan menggambar dengan melakukan kontekstualisasi melalui pendekatan antropologis. Kontekstualisasi ini sangat penting, mengingat terdapat perbedaan kondisi sosial, budaya, politik, dan sistem nilai pada zaman Rasulullah dengan zaman sekarang. Selain itu, adanya perbedaan waktu dan tempat antara Arab dengan wilayah selain Arab melahirkan perbedaan konteks, sehingga perlu diadakan pemahaman secara kontekstual. Jika melihat kondisi pada masa Nabi, masyarakat Arab masih berada dalam masa transisi dari kepercayaan animisme dan politeisme menuju kepercayaan monoteisme, sehingga larangan menggambar sangat masuk akal. Kemungkinan hal tersebut bertujuan untuk menjauhkan masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah patung, gambar, dan semacamnya. Dari hal ini dapat diketahui bahwa ‘illat hukum larangan menggambar adalah belum hilangnya kebiasaan menyembah patung dan semacamnya. Pada masa sekarang, masyarakat lebih mengedepankan nilai-nilai estetika dalam memandang karya seni seperti patung dan lukisan. Dengan kata lain, masyarakat sekarang sudah tidak dikhawatirkan lagi untuk terjerumus terhadap penyembahan terhadap patung dan gambar. Oleh karena itu, apabila mengacu pada kaidah al-Hukmu Yaduru Ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman, maka hukum menggambar di masa sekarang adalah boleh. Hal ini dikarenakan ‘illat hukum dari larangan menggambar telah hilang. Dengan kata lain, mengingat desain grafis memiliki keserupaan dengan menggambar, maka hukum desain grafis di masa sekarang juga diperbolehkan.\",\"PeriodicalId\":31822,\"journal\":{\"name\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"volume\":null,\"pages\":null},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-06-18\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"3\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i1.2843\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i1.2843","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Kontekstualisasi Hadis Larangan Menggambar Dengan Desain Grafis
Di era kini, desain grafis merupakan disiplin ilmu yang populer dan sangat dibutuhkan dalam berbagai hal. Banyak orang yang mempelajari ilmu ini baik melalui sekolah, kursus, atau bahkan otodidak. Dewasa ini, desain grafis identik dengan menggambar menggunakan software-software dalam media elektronik. Kegiatan ini tentunya tak lepas dari kegiatan menggambar, tak terkecuali menggambar makhluk bernyawa. Dalam Islam, terdapat beberapa hadist yang berisi pelarangan membuat gambar makhluk bernyawa. Mengenai hal ini, para ulama’ memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ada yang melarang secara mutlak melarang, dan ada juga yang memperbolehkan. Adanya pelarangan ini menimbulkan keraguan bagi para desainer Muslim yang biasa menggambar makhluk bernyawa. Padahal kebanyakan dari mereka menggantungkan hidupnya pada pekerjaan tersebut. Artikel ini akan mencoba membahas hadist larangan menggambar dengan melakukan kontekstualisasi melalui pendekatan antropologis. Kontekstualisasi ini sangat penting, mengingat terdapat perbedaan kondisi sosial, budaya, politik, dan sistem nilai pada zaman Rasulullah dengan zaman sekarang. Selain itu, adanya perbedaan waktu dan tempat antara Arab dengan wilayah selain Arab melahirkan perbedaan konteks, sehingga perlu diadakan pemahaman secara kontekstual. Jika melihat kondisi pada masa Nabi, masyarakat Arab masih berada dalam masa transisi dari kepercayaan animisme dan politeisme menuju kepercayaan monoteisme, sehingga larangan menggambar sangat masuk akal. Kemungkinan hal tersebut bertujuan untuk menjauhkan masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah patung, gambar, dan semacamnya. Dari hal ini dapat diketahui bahwa ‘illat hukum larangan menggambar adalah belum hilangnya kebiasaan menyembah patung dan semacamnya. Pada masa sekarang, masyarakat lebih mengedepankan nilai-nilai estetika dalam memandang karya seni seperti patung dan lukisan. Dengan kata lain, masyarakat sekarang sudah tidak dikhawatirkan lagi untuk terjerumus terhadap penyembahan terhadap patung dan gambar. Oleh karena itu, apabila mengacu pada kaidah al-Hukmu Yaduru Ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman, maka hukum menggambar di masa sekarang adalah boleh. Hal ini dikarenakan ‘illat hukum dari larangan menggambar telah hilang. Dengan kata lain, mengingat desain grafis memiliki keserupaan dengan menggambar, maka hukum desain grafis di masa sekarang juga diperbolehkan.