{"title":"《可兰经》和《圣训》在模因框架内的形象:从美学到高雅","authors":"Muhammad Saifullah","doi":"10.21043/riwayah.v5i1.5041","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Seiring dengan lahirnya generasi Muslim baru yang melek digital serta adanya tekstur dunia maya yang berbeda sama sekali dengan dunia nyata, rupanya itu berdampak pada pergeseran cara resepsi masyarakat Muslim Indonesia kontemporer atas Teks Sucinya. Jika sebelumnya mungkin bisa dirangkum menjadi tiga pola: eksegis, estetis, dan fungsional, maka kali ini ceritanya bisa berbeda. Artikel ini mencoba untuk menginvestigasi pergeseran di muka melalui meme-meme di media sosial, khususnya Instagram, yang memuat baik kutipan ayat Alquran atau teks hadis. Salah satunya adalah meme unggahan akun @taaruf_nikah yang menuangkan interpretasi ringkas surah al-Zumar (39): 10 dalam latar rerumputan menguning silir oleh angin, bangkai kursi di tengahnya, fon identik, dan kesinambungan warna yang menyatu. Di situ tertulis, “Yang sabar ya.” Untuk melihat meme ini sebagai semata resepsi estetis, saya kira akan ada banyak hal yang dibuang, mengetahui yang mengunggah adalah tim kreatif dari akun yang mendaku dirinya sebagai agen biro jodoh daring. Namun, ketika dipahami sebaliknya, ia cukup menyisakan titik-titik keindahan. Dari sini, artikel ini tergoda untuk mengamati sejauh mana meme-meme Alquran dan hadis diproduksi dan kemudian dikonsumsi yang akhirnya berujung pada pembentukan wacana keberagamaan di benak masyarakat virtual Indonesia. Artikel berpendapat jika pergeseran paling mencolok bersemayam pada lahirnya pola resepsi lukratif, semacam fungsional tapi lebih praktis.Along with the birth of digitally literate Muslim generation and cyberspace texture in which does not resemble to its real world at all, it apparently influences upon shift of how contemporary Indonesia Moslems receive (doing reception) their sacred texts. If before one could cover it become three patterns: exegesis, aesthetic, and functional reception, so that nowadays within digital world the emergence story diverges. This article wants to investigate a mentioned shift through memes in social media chiefly Instagram contained either Quran’s quote or hadith’s. One of them is what account @indonesiabertauhid has uploaded in regard with al-Zumar (39): 10. It depicts the simple interpretation with long mature grass backdrop, a carcass seat in the centre, and breaf punch line, including their identical font. One affords to find writing such, “Yang sabar ya.” To render these memes as merely the fruit of aesthetic reception, I deem it shall disband many things, knowing that the creative team is standing under account which claims itself as online matchmaker agent, but to conversely treat, it also remains some scenic points probably. The article therefore interests to disclose to what extent those memes are produced and consumed within which culminates upon religious making-meaning among virtually Indonesian. All in all, it can be argued that a strikingly shift occurs on birth of so-called lucrative reception, such functional yet rather practical. ","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":"37 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"WAJAH ALQURAN DAN HADIS DALAM BINGKAI MEME: dari Estetis Menjadi Lukratif\",\"authors\":\"Muhammad Saifullah\",\"doi\":\"10.21043/riwayah.v5i1.5041\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Seiring dengan lahirnya generasi Muslim baru yang melek digital serta adanya tekstur dunia maya yang berbeda sama sekali dengan dunia nyata, rupanya itu berdampak pada pergeseran cara resepsi masyarakat Muslim Indonesia kontemporer atas Teks Sucinya. Jika sebelumnya mungkin bisa dirangkum menjadi tiga pola: eksegis, estetis, dan fungsional, maka kali ini ceritanya bisa berbeda. Artikel ini mencoba untuk menginvestigasi pergeseran di muka melalui meme-meme di media sosial, khususnya Instagram, yang memuat baik kutipan ayat Alquran atau teks hadis. Salah satunya adalah meme unggahan akun @taaruf_nikah yang menuangkan interpretasi ringkas surah al-Zumar (39): 10 dalam latar rerumputan menguning silir oleh angin, bangkai kursi di tengahnya, fon identik, dan kesinambungan warna yang menyatu. Di situ tertulis, “Yang sabar ya.” Untuk melihat meme ini sebagai semata resepsi estetis, saya kira akan ada banyak hal yang dibuang, mengetahui yang mengunggah adalah tim kreatif dari akun yang mendaku dirinya sebagai agen biro jodoh daring. Namun, ketika dipahami sebaliknya, ia cukup menyisakan titik-titik keindahan. Dari sini, artikel ini tergoda untuk mengamati sejauh mana meme-meme Alquran dan hadis diproduksi dan kemudian dikonsumsi yang akhirnya berujung pada pembentukan wacana keberagamaan di benak masyarakat virtual Indonesia. Artikel berpendapat jika pergeseran paling mencolok bersemayam pada lahirnya pola resepsi lukratif, semacam fungsional tapi lebih praktis.Along with the birth of digitally literate Muslim generation and cyberspace texture in which does not resemble to its real world at all, it apparently influences upon shift of how contemporary Indonesia Moslems receive (doing reception) their sacred texts. If before one could cover it become three patterns: exegesis, aesthetic, and functional reception, so that nowadays within digital world the emergence story diverges. This article wants to investigate a mentioned shift through memes in social media chiefly Instagram contained either Quran’s quote or hadith’s. One of them is what account @indonesiabertauhid has uploaded in regard with al-Zumar (39): 10. It depicts the simple interpretation with long mature grass backdrop, a carcass seat in the centre, and breaf punch line, including their identical font. One affords to find writing such, “Yang sabar ya.” To render these memes as merely the fruit of aesthetic reception, I deem it shall disband many things, knowing that the creative team is standing under account which claims itself as online matchmaker agent, but to conversely treat, it also remains some scenic points probably. The article therefore interests to disclose to what extent those memes are produced and consumed within which culminates upon religious making-meaning among virtually Indonesian. All in all, it can be argued that a strikingly shift occurs on birth of so-called lucrative reception, such functional yet rather practical. \",\"PeriodicalId\":31822,\"journal\":{\"name\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"volume\":\"37 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-06-24\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.21043/riwayah.v5i1.5041\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v5i1.5041","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
WAJAH ALQURAN DAN HADIS DALAM BINGKAI MEME: dari Estetis Menjadi Lukratif
Seiring dengan lahirnya generasi Muslim baru yang melek digital serta adanya tekstur dunia maya yang berbeda sama sekali dengan dunia nyata, rupanya itu berdampak pada pergeseran cara resepsi masyarakat Muslim Indonesia kontemporer atas Teks Sucinya. Jika sebelumnya mungkin bisa dirangkum menjadi tiga pola: eksegis, estetis, dan fungsional, maka kali ini ceritanya bisa berbeda. Artikel ini mencoba untuk menginvestigasi pergeseran di muka melalui meme-meme di media sosial, khususnya Instagram, yang memuat baik kutipan ayat Alquran atau teks hadis. Salah satunya adalah meme unggahan akun @taaruf_nikah yang menuangkan interpretasi ringkas surah al-Zumar (39): 10 dalam latar rerumputan menguning silir oleh angin, bangkai kursi di tengahnya, fon identik, dan kesinambungan warna yang menyatu. Di situ tertulis, “Yang sabar ya.” Untuk melihat meme ini sebagai semata resepsi estetis, saya kira akan ada banyak hal yang dibuang, mengetahui yang mengunggah adalah tim kreatif dari akun yang mendaku dirinya sebagai agen biro jodoh daring. Namun, ketika dipahami sebaliknya, ia cukup menyisakan titik-titik keindahan. Dari sini, artikel ini tergoda untuk mengamati sejauh mana meme-meme Alquran dan hadis diproduksi dan kemudian dikonsumsi yang akhirnya berujung pada pembentukan wacana keberagamaan di benak masyarakat virtual Indonesia. Artikel berpendapat jika pergeseran paling mencolok bersemayam pada lahirnya pola resepsi lukratif, semacam fungsional tapi lebih praktis.Along with the birth of digitally literate Muslim generation and cyberspace texture in which does not resemble to its real world at all, it apparently influences upon shift of how contemporary Indonesia Moslems receive (doing reception) their sacred texts. If before one could cover it become three patterns: exegesis, aesthetic, and functional reception, so that nowadays within digital world the emergence story diverges. This article wants to investigate a mentioned shift through memes in social media chiefly Instagram contained either Quran’s quote or hadith’s. One of them is what account @indonesiabertauhid has uploaded in regard with al-Zumar (39): 10. It depicts the simple interpretation with long mature grass backdrop, a carcass seat in the centre, and breaf punch line, including their identical font. One affords to find writing such, “Yang sabar ya.” To render these memes as merely the fruit of aesthetic reception, I deem it shall disband many things, knowing that the creative team is standing under account which claims itself as online matchmaker agent, but to conversely treat, it also remains some scenic points probably. The article therefore interests to disclose to what extent those memes are produced and consumed within which culminates upon religious making-meaning among virtually Indonesian. All in all, it can be argued that a strikingly shift occurs on birth of so-called lucrative reception, such functional yet rather practical.