{"title":"在宗教和国家生活的背景下,神职人员作为房间制度化的作用","authors":"Edi Bahtiar","doi":"10.21043/riwayah.v4i1.3206","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak Penegasan sebuah hadis bahwa ulama’ sebagai warotsatul anbiya’ memberikan pengertian bahwa peran yang dipikul oleh ulama tidaklah ringan. Ulama mempuyai tanggung jawab untuk menyampaikan kandungan isi al-Quran, bahkan memberikan suri tauladan dalam mengamalkan ajaran al-Qur’an. Selain itu, ulama juga harus dapat memberikan penjelasan dan pemecahan mengenai problem yang dihadapi masyarakat, berdasarkan al-Quran.Dengan demikian, tidak boleh tidak, seorang ulama harus menjadi pemimpin dalam masyarakat, walaupun tentu saja tidak dapat menyamai prestasi Nabi dalam memimpin umat yang kita ketahui bahwasanya tidak ada pemisahan antara ulama dan umara’ (pemerintah). Namun jika kita tarik ke konteks keIndonesiaan, di mana kepemimpinan dipegang oleh pemerintah dan peran ulama tidak lagi sepenuhnya menjadi pemimpin masyarakat, maka antara keduanya harus ada kerjasama yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan ummat.Ulama yang secara formal legalitas diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia namun independen yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada pertanyaan yang menggelitik. Apakah para ulama yang masuk dalam jajaran MUI sudah berperan aktif memecahkan problematika keagamaan maupun kebangsaan di Nusantara ini? Apakah keberadaan MUI sudah diakui sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga MUI menjadi satu-satunya rujukan mereka saat mengalami problematika yang dimaksud?Sementara itu, fenomena maraknya stasiun televisi yang menayangkan program tausiyah keagamaan yang menampilkan para ulama’/ustadz sebagai narasumbernya menjadikan perlu adanya identifikasi ulang terkait dengan identitas seorang ulama. Bisakah mereka yang hanya karena tampil di televisi sebagai narasumber dalam acara talk show keagamaan disebut sebagai ulama? Belum lagi ada yang kemudian memasang tarif yang setara dengan pelaku seni di dunia entertainment.","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Aktualisasi Peran Ulama Sebagai Warasatul Anbiya Dalam Konteks Kehidupan Beragama Dan Bernegara\",\"authors\":\"Edi Bahtiar\",\"doi\":\"10.21043/riwayah.v4i1.3206\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstrak Penegasan sebuah hadis bahwa ulama’ sebagai warotsatul anbiya’ memberikan pengertian bahwa peran yang dipikul oleh ulama tidaklah ringan. Ulama mempuyai tanggung jawab untuk menyampaikan kandungan isi al-Quran, bahkan memberikan suri tauladan dalam mengamalkan ajaran al-Qur’an. Selain itu, ulama juga harus dapat memberikan penjelasan dan pemecahan mengenai problem yang dihadapi masyarakat, berdasarkan al-Quran.Dengan demikian, tidak boleh tidak, seorang ulama harus menjadi pemimpin dalam masyarakat, walaupun tentu saja tidak dapat menyamai prestasi Nabi dalam memimpin umat yang kita ketahui bahwasanya tidak ada pemisahan antara ulama dan umara’ (pemerintah). Namun jika kita tarik ke konteks keIndonesiaan, di mana kepemimpinan dipegang oleh pemerintah dan peran ulama tidak lagi sepenuhnya menjadi pemimpin masyarakat, maka antara keduanya harus ada kerjasama yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan ummat.Ulama yang secara formal legalitas diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia namun independen yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada pertanyaan yang menggelitik. Apakah para ulama yang masuk dalam jajaran MUI sudah berperan aktif memecahkan problematika keagamaan maupun kebangsaan di Nusantara ini? Apakah keberadaan MUI sudah diakui sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga MUI menjadi satu-satunya rujukan mereka saat mengalami problematika yang dimaksud?Sementara itu, fenomena maraknya stasiun televisi yang menayangkan program tausiyah keagamaan yang menampilkan para ulama’/ustadz sebagai narasumbernya menjadikan perlu adanya identifikasi ulang terkait dengan identitas seorang ulama. Bisakah mereka yang hanya karena tampil di televisi sebagai narasumber dalam acara talk show keagamaan disebut sebagai ulama? Belum lagi ada yang kemudian memasang tarif yang setara dengan pelaku seni di dunia entertainment.\",\"PeriodicalId\":31822,\"journal\":{\"name\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"volume\":null,\"pages\":null},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-06-18\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Riwayah Jurnal Studi Hadis\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i1.3206\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i1.3206","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Aktualisasi Peran Ulama Sebagai Warasatul Anbiya Dalam Konteks Kehidupan Beragama Dan Bernegara
Abstrak Penegasan sebuah hadis bahwa ulama’ sebagai warotsatul anbiya’ memberikan pengertian bahwa peran yang dipikul oleh ulama tidaklah ringan. Ulama mempuyai tanggung jawab untuk menyampaikan kandungan isi al-Quran, bahkan memberikan suri tauladan dalam mengamalkan ajaran al-Qur’an. Selain itu, ulama juga harus dapat memberikan penjelasan dan pemecahan mengenai problem yang dihadapi masyarakat, berdasarkan al-Quran.Dengan demikian, tidak boleh tidak, seorang ulama harus menjadi pemimpin dalam masyarakat, walaupun tentu saja tidak dapat menyamai prestasi Nabi dalam memimpin umat yang kita ketahui bahwasanya tidak ada pemisahan antara ulama dan umara’ (pemerintah). Namun jika kita tarik ke konteks keIndonesiaan, di mana kepemimpinan dipegang oleh pemerintah dan peran ulama tidak lagi sepenuhnya menjadi pemimpin masyarakat, maka antara keduanya harus ada kerjasama yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan ummat.Ulama yang secara formal legalitas diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia namun independen yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada pertanyaan yang menggelitik. Apakah para ulama yang masuk dalam jajaran MUI sudah berperan aktif memecahkan problematika keagamaan maupun kebangsaan di Nusantara ini? Apakah keberadaan MUI sudah diakui sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga MUI menjadi satu-satunya rujukan mereka saat mengalami problematika yang dimaksud?Sementara itu, fenomena maraknya stasiun televisi yang menayangkan program tausiyah keagamaan yang menampilkan para ulama’/ustadz sebagai narasumbernya menjadikan perlu adanya identifikasi ulang terkait dengan identitas seorang ulama. Bisakah mereka yang hanya karena tampil di televisi sebagai narasumber dalam acara talk show keagamaan disebut sebagai ulama? Belum lagi ada yang kemudian memasang tarif yang setara dengan pelaku seni di dunia entertainment.