{"title":"萨拉菲亚学派:研究他思想的发展","authors":"Darwin Agung Septian Miolo, Muhammad Arif","doi":"10.30603/jf.v18i1.2131","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana aliran kalam salafiyah dan bagaimana perkembangan pemikirannya. Metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif deskriptif. Hasil kajian dan pembahasan menunjukkan bahwa aliran kalam salafiyah mempunyai beberapa karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim Madzkur yaitu: pertama, mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) dari pada dirayah (aqli); kedua, dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang agama hanya bertolak dari penjelasan al-Kitab dan as-Sunnah; ketiga, mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat Allah) dan tidak mempunyai paham anthromophisme (menyerupakan Allah dengan makhluk); keempat, mengartikan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya. Ibn Taimiyah mengemukakan bahwa kaum salaf adalah mereka mempunyai pemikiran bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui akidah, hukum, dan apa yang keduanya ada hubungan dengannya, tidak lain hanya berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis. Kaum Salaf menerima semua keterangan yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis. Menolak berarti melepas tali agama. Akal tidak mempunyai kekuasaan untuk mentakwilkan, menafsirkan, atau menghukumi al-Qur’an. Akal hanya mampu membenarkan, mentaati, dan menerangkan pendekatan antara dalil akal (kontekstual), dengan dalil al-Qur’an dan Hadis (tekstual) dengan tidak ada perbedaan antara dalil akal dengan dalil al-Qur’an dan Hadis. Akal berkedudukan sebagai saksi bukan hakim, sebagai penetap dan penguat bukan penentang, sebagai penjelas dari dalil yang terkandung dalam al-Qur’an. Kaum Salaf selalu menjadikan akal berada di belakang al-Qur’an dan Hadis. ","PeriodicalId":31331,"journal":{"name":"Farabi","volume":"32 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":"{\"title\":\"ALIRAN KALAM SALAFIYAH: Studi atas Perkembangan Pemikirannya\",\"authors\":\"Darwin Agung Septian Miolo, Muhammad Arif\",\"doi\":\"10.30603/jf.v18i1.2131\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana aliran kalam salafiyah dan bagaimana perkembangan pemikirannya. Metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif deskriptif. Hasil kajian dan pembahasan menunjukkan bahwa aliran kalam salafiyah mempunyai beberapa karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim Madzkur yaitu: pertama, mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) dari pada dirayah (aqli); kedua, dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang agama hanya bertolak dari penjelasan al-Kitab dan as-Sunnah; ketiga, mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat Allah) dan tidak mempunyai paham anthromophisme (menyerupakan Allah dengan makhluk); keempat, mengartikan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya. Ibn Taimiyah mengemukakan bahwa kaum salaf adalah mereka mempunyai pemikiran bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui akidah, hukum, dan apa yang keduanya ada hubungan dengannya, tidak lain hanya berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis. Kaum Salaf menerima semua keterangan yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis. Menolak berarti melepas tali agama. Akal tidak mempunyai kekuasaan untuk mentakwilkan, menafsirkan, atau menghukumi al-Qur’an. Akal hanya mampu membenarkan, mentaati, dan menerangkan pendekatan antara dalil akal (kontekstual), dengan dalil al-Qur’an dan Hadis (tekstual) dengan tidak ada perbedaan antara dalil akal dengan dalil al-Qur’an dan Hadis. Akal berkedudukan sebagai saksi bukan hakim, sebagai penetap dan penguat bukan penentang, sebagai penjelas dari dalil yang terkandung dalam al-Qur’an. Kaum Salaf selalu menjadikan akal berada di belakang al-Qur’an dan Hadis. \",\"PeriodicalId\":31331,\"journal\":{\"name\":\"Farabi\",\"volume\":\"32 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-06-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"2\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Farabi\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30603/jf.v18i1.2131\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Farabi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30603/jf.v18i1.2131","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
ALIRAN KALAM SALAFIYAH: Studi atas Perkembangan Pemikirannya
Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana aliran kalam salafiyah dan bagaimana perkembangan pemikirannya. Metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif deskriptif. Hasil kajian dan pembahasan menunjukkan bahwa aliran kalam salafiyah mempunyai beberapa karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim Madzkur yaitu: pertama, mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) dari pada dirayah (aqli); kedua, dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang agama hanya bertolak dari penjelasan al-Kitab dan as-Sunnah; ketiga, mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat Allah) dan tidak mempunyai paham anthromophisme (menyerupakan Allah dengan makhluk); keempat, mengartikan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya. Ibn Taimiyah mengemukakan bahwa kaum salaf adalah mereka mempunyai pemikiran bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui akidah, hukum, dan apa yang keduanya ada hubungan dengannya, tidak lain hanya berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis. Kaum Salaf menerima semua keterangan yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis. Menolak berarti melepas tali agama. Akal tidak mempunyai kekuasaan untuk mentakwilkan, menafsirkan, atau menghukumi al-Qur’an. Akal hanya mampu membenarkan, mentaati, dan menerangkan pendekatan antara dalil akal (kontekstual), dengan dalil al-Qur’an dan Hadis (tekstual) dengan tidak ada perbedaan antara dalil akal dengan dalil al-Qur’an dan Hadis. Akal berkedudukan sebagai saksi bukan hakim, sebagai penetap dan penguat bukan penentang, sebagai penjelas dari dalil yang terkandung dalam al-Qur’an. Kaum Salaf selalu menjadikan akal berada di belakang al-Qur’an dan Hadis.