家庭和公共空间的男女关系,根据Jambi萨拉菲亚寄宿学校的精英理解

Yuliatin Yuliatin
{"title":"家庭和公共空间的男女关系,根据Jambi萨拉菲亚寄宿学校的精英理解","authors":"Yuliatin Yuliatin","doi":"10.14421/musawa.2019.182.161-171","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kajian ini hendak melihat fenomena ajaran Salafi tentang kesetaraan gender. Sebagaimana diketahui, secara umum pemahaman ajaran Salafi cenderung memandang peran perempuan secara terbatas, baik di ruang domestik dan ruang publik. Fenomena tersebut mengakar kuat hingga dipraktekkan dalam basis pendidikan pesantren Salafiyyah. Namun demikian, terjadi pergeseran paham di kalangan elit pesantren Salafiyyah di Jambi, di mana, mereka mulai memberikan ruang kepada perempuan untuk berinteraksi di ruang publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Fokus penelitian dilaksanakan di dua Pesantren Salafi, al Baqiyatush Shalihat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Sa’adatuddarain di Seberang Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, secara umum kaum Salafi di kedua Pesantren memahami adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Mereka mengartikulasikan ayat-ayat al- Qur’an lebih luwes. Namun, dalam persoalan kepemimpinan perempuan, mereka masih “membatasi” dengan berasumsi bahwa Qs. An-Nisa: 34 sudah final. Kedua, terjadi perubahan dalam memahami isu gender terutama di Pesantren al Baqiyatush-Shalihat, di mana, mereka lebih moderat dengan memberikan akses kepada perempuan untuk beraktivitas di ruang publik, seperti untuk sekolah, kuliah hingga bekerja. Hal yang berbeda ditemukan di Pesantren Sa’adatuddarain. Kalangan elit pesentren belum memberikan kebebasan kepada perempuan untuk melakukan aktivitas di luar pesantren. Ketiga, pemahaman elit pesantren Salafi tidak berpengaruh di lingkungan sekitar pesantren, terbukti para perempuan di sekitar pesantren tetap aktif berkegiatan di ruang publik sebagaimana pemahaman moderasi Islam selama ini.[This study wants to look at the phenomenon of Salafi teachings on gender equality. In general, the Salafis see the role of women is limited, both in the domestic and public sphere. This phenomenon is so deeply rooted that it is practiced on the basis of the Salafiyyah Islamic boarding school. However, there was a shift in understanding among the Salafiyyah pesantren elite in Jambi, in which they began to provide space for women to interact in the public sphere. This study uses a qualitative approach and collects the data through observation, interviews and documentation. The focus of the study was conducted at two Salafi Pesantren, al Baqiyatush Shalihat in Tanjung Jabung Barat District and Sa’adatuddarain in Seberang, Jambi City. The results show that : First, in general, the Salafis in both Pesantren understand the existence of equality between men and women. They articulate verses of the Qur’an more flexible. However, in the case of women’s leadership, they still “limit” women, by assuming that the interpretation of Qs. An-Nisa: 34 is final. Secondly, there has been a change in understanding gender issues especially in al Baqiyatush-Shalihat Islamic Boarding School, where they are more moderate by giving access to women to do activities in public spaces, such as for schools, going to university and working. Different thing is found in the Sa’adatuddarain Islamic Boarding School. The elite Pesantren have not given freedom to women to carry out activities outside the Pesantren. Third, the understanding of the Salafi Pesantren elite does not affect the environment around the Pesantren. Itt is a fact that the women around the Pesantren remain active in public spaces as it is found in moderate Islam.]","PeriodicalId":33379,"journal":{"name":"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":"{\"title\":\"Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Ruang Domestik dan Publik Menurut Pemahaman Elit Pesantren Salafiyyah di Jambi\",\"authors\":\"Yuliatin Yuliatin\",\"doi\":\"10.14421/musawa.2019.182.161-171\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Kajian ini hendak melihat fenomena ajaran Salafi tentang kesetaraan gender. Sebagaimana diketahui, secara umum pemahaman ajaran Salafi cenderung memandang peran perempuan secara terbatas, baik di ruang domestik dan ruang publik. Fenomena tersebut mengakar kuat hingga dipraktekkan dalam basis pendidikan pesantren Salafiyyah. Namun demikian, terjadi pergeseran paham di kalangan elit pesantren Salafiyyah di Jambi, di mana, mereka mulai memberikan ruang kepada perempuan untuk berinteraksi di ruang publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Fokus penelitian dilaksanakan di dua Pesantren Salafi, al Baqiyatush Shalihat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Sa’adatuddarain di Seberang Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, secara umum kaum Salafi di kedua Pesantren memahami adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Mereka mengartikulasikan ayat-ayat al- Qur’an lebih luwes. Namun, dalam persoalan kepemimpinan perempuan, mereka masih “membatasi” dengan berasumsi bahwa Qs. An-Nisa: 34 sudah final. Kedua, terjadi perubahan dalam memahami isu gender terutama di Pesantren al Baqiyatush-Shalihat, di mana, mereka lebih moderat dengan memberikan akses kepada perempuan untuk beraktivitas di ruang publik, seperti untuk sekolah, kuliah hingga bekerja. Hal yang berbeda ditemukan di Pesantren Sa’adatuddarain. Kalangan elit pesentren belum memberikan kebebasan kepada perempuan untuk melakukan aktivitas di luar pesantren. Ketiga, pemahaman elit pesantren Salafi tidak berpengaruh di lingkungan sekitar pesantren, terbukti para perempuan di sekitar pesantren tetap aktif berkegiatan di ruang publik sebagaimana pemahaman moderasi Islam selama ini.[This study wants to look at the phenomenon of Salafi teachings on gender equality. In general, the Salafis see the role of women is limited, both in the domestic and public sphere. This phenomenon is so deeply rooted that it is practiced on the basis of the Salafiyyah Islamic boarding school. However, there was a shift in understanding among the Salafiyyah pesantren elite in Jambi, in which they began to provide space for women to interact in the public sphere. This study uses a qualitative approach and collects the data through observation, interviews and documentation. The focus of the study was conducted at two Salafi Pesantren, al Baqiyatush Shalihat in Tanjung Jabung Barat District and Sa’adatuddarain in Seberang, Jambi City. The results show that : First, in general, the Salafis in both Pesantren understand the existence of equality between men and women. They articulate verses of the Qur’an more flexible. However, in the case of women’s leadership, they still “limit” women, by assuming that the interpretation of Qs. An-Nisa: 34 is final. Secondly, there has been a change in understanding gender issues especially in al Baqiyatush-Shalihat Islamic Boarding School, where they are more moderate by giving access to women to do activities in public spaces, such as for schools, going to university and working. Different thing is found in the Sa’adatuddarain Islamic Boarding School. The elite Pesantren have not given freedom to women to carry out activities outside the Pesantren. Third, the understanding of the Salafi Pesantren elite does not affect the environment around the Pesantren. Itt is a fact that the women around the Pesantren remain active in public spaces as it is found in moderate Islam.]\",\"PeriodicalId\":33379,\"journal\":{\"name\":\"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-07-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"2\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/musawa.2019.182.161-171\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/musawa.2019.182.161-171","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2

摘要

这项研究旨在研究萨拉菲关于性别平等的教义现象。众所周知,萨拉菲教义的普遍理解倾向于认为妇女在家庭和公共空间的作用是有限的。这一现象根深蒂固,直到在萨拉菲亚寄宿学校的教育基础上得到实践。然而,在Jambi,萨拉菲亚寄宿学校的精英们发生了一场转变,在那里,他们开始为女性在公共场所互动提供空间。该研究采用定性方法,通过观察、采访和记录收集数据。这项研究的重点是在西角角角的al Baqiyatush shasee和Jambi镇对面的Sa adatuddarain两家Salafi - majorfi学校进行研究。研究结果表明:首先,在这两个寄宿学校,萨拉菲派普遍认为男女平等。他们清晰地表达了古兰经的经文。然而,在女性领导问题上,她们仍然假设Qs是“有限的”。An-Nisa: 34是最后的。其次,性别问题的理解发生了变化,尤其是在baqiyashh - shapy Pesantren,在这种情况下,她们通过允许女性在公共领域活动,如学校、大学和就业等,更加现代化。在沙达达兰寄宿学校发现的不同之处pesentren的精英们还没有允许妇女们在寄宿学校以外从事活动。第三,萨拉菲斯特寄宿学校的精英理解在寄宿学校周围的环境中没有影响,事实证明,围绕着伊斯兰教的女性一直在公共场所保持活跃。这个研究想看看萨拉菲教关于性别平等的现象。在一般情况下,萨拉菲斯特看到妇女的角色是有限的,在家庭和公共领域。这种现象是如此强烈地暗示,它实际上是在萨拉菲亚伊斯兰寄宿学校的基础上运作的。However,在Jambi的萨拉菲亚精英学校有一个轮班,他们开始为公共领域的女性提供空间。这项研究表明有资格通过观察、审讯和证明收集数据。研究的重点是由两家Salafi Pesantren的al Baqiyatush shasee在好望角的西部角和贾比市的另一边的adatuddarain。推荐节目:首先,在总的来说,萨拉菲斯特都明白男人和女人之间的平等存在。他们说的是古兰经的方言However,在女性领袖的例子中,她们仍然是“限额”的女性,通过对Qs的解释。An-Nisa: 34是决赛。其次,了解性别的问题发生了变化,主要是在伊斯兰寄宿学校,通过让女性在公共空间从事活动,他们更温和。在伊斯兰寄宿学校却发现了另一件事学校的精英没有得到自由让女性在学校外面采取行动。第三,对萨拉菲修道院精英学校的了解并不能影响学校周围的环境。这是一个事实,在伊斯兰教中,围绕着这一信息的妇女在公共空间保持活跃。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Ruang Domestik dan Publik Menurut Pemahaman Elit Pesantren Salafiyyah di Jambi
Kajian ini hendak melihat fenomena ajaran Salafi tentang kesetaraan gender. Sebagaimana diketahui, secara umum pemahaman ajaran Salafi cenderung memandang peran perempuan secara terbatas, baik di ruang domestik dan ruang publik. Fenomena tersebut mengakar kuat hingga dipraktekkan dalam basis pendidikan pesantren Salafiyyah. Namun demikian, terjadi pergeseran paham di kalangan elit pesantren Salafiyyah di Jambi, di mana, mereka mulai memberikan ruang kepada perempuan untuk berinteraksi di ruang publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Fokus penelitian dilaksanakan di dua Pesantren Salafi, al Baqiyatush Shalihat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Sa’adatuddarain di Seberang Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, secara umum kaum Salafi di kedua Pesantren memahami adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Mereka mengartikulasikan ayat-ayat al- Qur’an lebih luwes. Namun, dalam persoalan kepemimpinan perempuan, mereka masih “membatasi” dengan berasumsi bahwa Qs. An-Nisa: 34 sudah final. Kedua, terjadi perubahan dalam memahami isu gender terutama di Pesantren al Baqiyatush-Shalihat, di mana, mereka lebih moderat dengan memberikan akses kepada perempuan untuk beraktivitas di ruang publik, seperti untuk sekolah, kuliah hingga bekerja. Hal yang berbeda ditemukan di Pesantren Sa’adatuddarain. Kalangan elit pesentren belum memberikan kebebasan kepada perempuan untuk melakukan aktivitas di luar pesantren. Ketiga, pemahaman elit pesantren Salafi tidak berpengaruh di lingkungan sekitar pesantren, terbukti para perempuan di sekitar pesantren tetap aktif berkegiatan di ruang publik sebagaimana pemahaman moderasi Islam selama ini.[This study wants to look at the phenomenon of Salafi teachings on gender equality. In general, the Salafis see the role of women is limited, both in the domestic and public sphere. This phenomenon is so deeply rooted that it is practiced on the basis of the Salafiyyah Islamic boarding school. However, there was a shift in understanding among the Salafiyyah pesantren elite in Jambi, in which they began to provide space for women to interact in the public sphere. This study uses a qualitative approach and collects the data through observation, interviews and documentation. The focus of the study was conducted at two Salafi Pesantren, al Baqiyatush Shalihat in Tanjung Jabung Barat District and Sa’adatuddarain in Seberang, Jambi City. The results show that : First, in general, the Salafis in both Pesantren understand the existence of equality between men and women. They articulate verses of the Qur’an more flexible. However, in the case of women’s leadership, they still “limit” women, by assuming that the interpretation of Qs. An-Nisa: 34 is final. Secondly, there has been a change in understanding gender issues especially in al Baqiyatush-Shalihat Islamic Boarding School, where they are more moderate by giving access to women to do activities in public spaces, such as for schools, going to university and working. Different thing is found in the Sa’adatuddarain Islamic Boarding School. The elite Pesantren have not given freedom to women to carry out activities outside the Pesantren. Third, the understanding of the Salafi Pesantren elite does not affect the environment around the Pesantren. Itt is a fact that the women around the Pesantren remain active in public spaces as it is found in moderate Islam.]
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
8
审稿时长
8 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信