{"title":"价值澄清技术示范教师与学生社交技能","authors":"Fatma Sukmawati, Muhammad Ja'far Nashir","doi":"10.30734/jpe.v8i2.1776","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Ideally, learning in the Education unit emphasizes three aspects, namely cognitive, affective and motoric. However, in reality, the affective aspect is still rarely considered, such as social skills. The purpose of this research is to find out whether there is a significant difference between the VCT model and the expository model on students' social skills. The research subjects were 100 students of the Islamic Religious Education study program at the Mambaul Ulum Institute, Surakarta. This type of research is a Quasi Experimental Research. The research design used a posttest only control group design where there were 2 research classes, namely the experimental class by applying the VCT model while the control class applying the expository model. The results of the study obtained a significance of 0.000, which means that there is a significant difference between the VCT t model and the expository model on students' social skills. Keyword: Value Clarification Technique model, Social Skill Abstrak : Idealnya, pembelajaran di satuan Pendidikan menekankan pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan motoric. Namun, pada kenyataanya, aspek afektif masih jarang diperhatikan seperti social skill. Tujuan dari dilaksanakanya penelitian ini yaitu mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara model VCT dengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Mambaul Ulum Surakarta yang berjumlah 100 orang. Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research. Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design dimana terdapat 2 kelas penelitian, yaitu kelas eksperimen dengan menerapkan model VCT sedangkan kelas control menerapkan model eskpositori. Hasil penelitian diperoleh signifikansi yaitu 0,000, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara model VCT tdengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Kata kunci: Model Value Clarification Technique, Social Skill PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan oleh pendidik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Terdapat tiga kagetori tujuan pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan yaitu berkaitan dengan kognitif (kecerdasan dan intelektual), afektif berkaitan dengan sikap, moral, dan nilai) dan yang ketiga berkaitan dengan bidang psikomotor (Anderson, 1956). Pebelajar dikatakan berhasil jika terjadinya perubahan pada bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik ke arah yang lebih baik lagi (Hyder & Bhamani, 2016). Namun demikian, pada kenyataanya tujuan pembelajaran masih menitikberatkan pada kemampuan kognitif saja, sedangkan pada kemampuan afektif dan psikomotorik masih kurang mendapat perhatian. Salah satu penerapan aspek afektif sangat penting dalam pendidikan 156 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 diperguruan tinggi adalah social skill. Social Skill mahasiswa merupakan suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi serta berinteraksi sesuai dengan harapan di lingkungannya. Dalam berhubungan dengan lingkungan sosial, keterampilan sosial dapat diwujudkan dengan interaksi, saling bertatap muka, tanggung jawab individu dan kelompok (Bremer, 2004). Social skill sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa. Ketika peserta didik mempunyai keterampilan sosial lemah, akan menyebabkan mereka mengalami keterlambatan dalam belajar, peserta didik kurang perhatian dengan materi belajar, dan emosi yang kurang stabil yang berakibat kurangnya motivasi (Sharma et al., 2016). Dong Hwa & Juhu (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai social skill yang baik jika individu tersebut memiliki sikap: empati terhadap orang lain, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, dapat berinteraksi dengan baik. Siswa yang memiliki rasa empati tinggi dapat merasakan dirinya berada pada posisi orang lain. Ia seakan-akan dapat merasakan kejadian yang dialami oleh temanya. Sehingga menjadi pendengar yang baik dan tidak merendahkan orang lain merupakan hasil dari keterampilan sosial yang tinggi (Lawhon & Lawhon, 2000). Indicator social skill merupakan keadaan seseorang untuk bisa peka terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya. Tindakan tidak peduli terhadap masalah dalam kelompoknya merupakan ciri dari seseorang memiliki keterampilan sosial yang rendah. Indikator untuk terampil berinteraksi dengan baik merupakan perwujudan dari individu tersebut mudah berkolaborasi dengan orang lain. Rendahnya social skill mahasiswa di Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta ditunjukan seperti berikut ini. Pertama, pembelajaran tidak pernah dilibatkan secara aktif oleh mahasiswa. Kedua, pembelajaran masih menggunkan metode ceramah, sehingga minimnya kegiatan kelompok yang dilakukan selama proses pembelajaran. Hal ini berakibat kurangnya kolaborasi dan interaksi pada proses belajar. Ketiga, rendahnya tanggung jawab mahasiswa terhadap pekerjaan atau tugas yang diberikan. Keempat, kurangnya sikap pengendalian diri serta empati kepada sesama teman, hal ini ditunjukan dengan masih adanya mahasiswa yang suka bercanda sendiri di kelas ketika teman yang lain mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan dengan temuan yang diperoleh, perlunya perhatian dalam aspek social skill mahasiswa supaya terjadinya perbaikan dalam proses pembelajaran. Salah satu alternative untuk memperbaiki keadaan yang ada yaitu dengan mengaplikasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT), diharapkan permasalahan yang terjadi selama ini dapat diatasi. Model Pembelajaran VCT ini menjadikan siswa terbantu dalam menentukan value atau nilai yang mendalam (Awiria et al., 2019). Value merupakan standar dalam menentukan apakah itu baik atau buruk. Model VCT termasuk dalam kategori model yang induktif (Yudhistira et al., 2015). Hal ini dapat dianalogikan pendidik dapat menunjukan pebelajar untuk belajar secara berkelompok senajutnya, pebelajar membandingkan yang sudah diperoleh dengan pengalaman pebelajar yang lain Pendidik memiliki peran untuk membantu pebelajar dalam mendapatkan kesadaran tentang nilai yang sudah dimiliki mereka. Pemilihan model VCT dikarenakan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dilapangan seperti mengenai aspek social skill mahasiswa yang masih rendah. Teknik dalam mengklarifikasikan nilai didalam aktivitas pembelajaran bisa menaikan kemampuan pebelajar ketika dihadapkan utuk : 1) memutuskan serta Sukmawati, Pengaruh Model Pembelajaran Value..............157 memilih, 2) komunikasi untuk mengungkapkan gagasan serta keyakinan, value dan juga perasaannya, 3) empati terhadap perasaan orang lain dan serta merasakan apa yang orang lain rasa, 4) mengungkapkan sikap setuju atau penolakan terhadap argumen orang lain, 5) mempunyai pendirian yang teguh dan kuat serta bertanggung jawab apa yang telah ditetapkannnya (Sariani dkk, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui pengaruh model VCT terhadap social skill mahasiswa. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research atau penelitian eksperimental semu. Variabel independen atau bebas pada penelitian ini yaitu model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Variabel dependen atau variabel terikatnya yaitu social skill mahasiswa. Selanjutnya, untuk penelitian eksperimen ini, terdapat du akelas, yaitu kelas kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen menerapkan model VCT dalam proses kegiatan pembelajaran, dan kelas kontrol memakai model ekspositori (pembelajaran langsung). Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design. Desain penelitian dapat ditunjukan pada Tabel 1. Sampel pada penelitian berjumlah 100 mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. Pembagian sampel dalam kelas eksperimen berjumlah 50 mahasiswa dan kelas control berjumlah 50 mahasiswa. Teknik pengambilan sample yaitu purposive sampling. Hal ini dikarenakan penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan peneliti mengenai sampel mana yang sesuai dan dianggap dapat mewakili suatu populasi. Instrumen penelitian yang digunakan pada kelas ekperimen dan kelas control yaitu berupa angket social skill. Angket yang digunakan berupa kuisioner dengan skala likert dengan rentang jawaban 1 sampai 4 berjumlah 25 item. Kuesioner keterampilan sosial dalam penelitian ini diadaptasi berdasarkan (Tapia-Gutierrez & Delgado, 2015). Terdapat lima dimensi dalam instrumen keterampilan sosial yaitu solidaritas dan empati, berkomunikasi, bekerjasama, pengendalian diri, dan penyelesaian konflik. Sebelum memulai perlakukan diadakan uji keseimbangan untuk mengetahui kesamaan kelas baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Selanjutnya, dilakukan pula uji prasyarat seperti uji validitas dan reabilitas sebelum melakukan uji hipotesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah sebelum dilakukan perlakuan di kelas eksperimen dilakukan uji Tabel 1. Rancangan penelitian Kelas Treatment Posttest Eksperiment X1 P1 Kontrol X2 P2 Keterangan: X1: Model VCT X2: Model Ekspositori P1: Postest Kelas Eksperimen P2: Postest Kelas Kontrol 158 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 keseimbangan untuk mengetahui apakah pada kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Hasil dari uji keseimbangan dapat dipaparkan Tabel 2. Pada tabel 2 diatas mengenai hasil uji kesimbangan dapat diketahui bahwa t hitung < t table, dengan taraf signifikansi alfa sebesar = 0,05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas eksperimen dan kelas control memiliki keadaan yang homogen atau seimbang dalam","PeriodicalId":56227,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan Edutama","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Pengaruh Model Pembelajaran Value Clarification Technique terhadap Social Skill Mahasiswa\",\"authors\":\"Fatma Sukmawati, Muhammad Ja'far Nashir\",\"doi\":\"10.30734/jpe.v8i2.1776\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Ideally, learning in the Education unit emphasizes three aspects, namely cognitive, affective and motoric. However, in reality, the affective aspect is still rarely considered, such as social skills. The purpose of this research is to find out whether there is a significant difference between the VCT model and the expository model on students' social skills. The research subjects were 100 students of the Islamic Religious Education study program at the Mambaul Ulum Institute, Surakarta. This type of research is a Quasi Experimental Research. The research design used a posttest only control group design where there were 2 research classes, namely the experimental class by applying the VCT model while the control class applying the expository model. The results of the study obtained a significance of 0.000, which means that there is a significant difference between the VCT t model and the expository model on students' social skills. Keyword: Value Clarification Technique model, Social Skill Abstrak : Idealnya, pembelajaran di satuan Pendidikan menekankan pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan motoric. Namun, pada kenyataanya, aspek afektif masih jarang diperhatikan seperti social skill. Tujuan dari dilaksanakanya penelitian ini yaitu mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara model VCT dengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Mambaul Ulum Surakarta yang berjumlah 100 orang. Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research. Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design dimana terdapat 2 kelas penelitian, yaitu kelas eksperimen dengan menerapkan model VCT sedangkan kelas control menerapkan model eskpositori. Hasil penelitian diperoleh signifikansi yaitu 0,000, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara model VCT tdengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Kata kunci: Model Value Clarification Technique, Social Skill PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan oleh pendidik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Terdapat tiga kagetori tujuan pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan yaitu berkaitan dengan kognitif (kecerdasan dan intelektual), afektif berkaitan dengan sikap, moral, dan nilai) dan yang ketiga berkaitan dengan bidang psikomotor (Anderson, 1956). Pebelajar dikatakan berhasil jika terjadinya perubahan pada bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik ke arah yang lebih baik lagi (Hyder & Bhamani, 2016). Namun demikian, pada kenyataanya tujuan pembelajaran masih menitikberatkan pada kemampuan kognitif saja, sedangkan pada kemampuan afektif dan psikomotorik masih kurang mendapat perhatian. Salah satu penerapan aspek afektif sangat penting dalam pendidikan 156 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 diperguruan tinggi adalah social skill. Social Skill mahasiswa merupakan suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi serta berinteraksi sesuai dengan harapan di lingkungannya. Dalam berhubungan dengan lingkungan sosial, keterampilan sosial dapat diwujudkan dengan interaksi, saling bertatap muka, tanggung jawab individu dan kelompok (Bremer, 2004). Social skill sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa. Ketika peserta didik mempunyai keterampilan sosial lemah, akan menyebabkan mereka mengalami keterlambatan dalam belajar, peserta didik kurang perhatian dengan materi belajar, dan emosi yang kurang stabil yang berakibat kurangnya motivasi (Sharma et al., 2016). Dong Hwa & Juhu (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai social skill yang baik jika individu tersebut memiliki sikap: empati terhadap orang lain, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, dapat berinteraksi dengan baik. Siswa yang memiliki rasa empati tinggi dapat merasakan dirinya berada pada posisi orang lain. Ia seakan-akan dapat merasakan kejadian yang dialami oleh temanya. Sehingga menjadi pendengar yang baik dan tidak merendahkan orang lain merupakan hasil dari keterampilan sosial yang tinggi (Lawhon & Lawhon, 2000). Indicator social skill merupakan keadaan seseorang untuk bisa peka terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya. Tindakan tidak peduli terhadap masalah dalam kelompoknya merupakan ciri dari seseorang memiliki keterampilan sosial yang rendah. Indikator untuk terampil berinteraksi dengan baik merupakan perwujudan dari individu tersebut mudah berkolaborasi dengan orang lain. Rendahnya social skill mahasiswa di Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta ditunjukan seperti berikut ini. Pertama, pembelajaran tidak pernah dilibatkan secara aktif oleh mahasiswa. Kedua, pembelajaran masih menggunkan metode ceramah, sehingga minimnya kegiatan kelompok yang dilakukan selama proses pembelajaran. Hal ini berakibat kurangnya kolaborasi dan interaksi pada proses belajar. Ketiga, rendahnya tanggung jawab mahasiswa terhadap pekerjaan atau tugas yang diberikan. Keempat, kurangnya sikap pengendalian diri serta empati kepada sesama teman, hal ini ditunjukan dengan masih adanya mahasiswa yang suka bercanda sendiri di kelas ketika teman yang lain mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan dengan temuan yang diperoleh, perlunya perhatian dalam aspek social skill mahasiswa supaya terjadinya perbaikan dalam proses pembelajaran. Salah satu alternative untuk memperbaiki keadaan yang ada yaitu dengan mengaplikasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT), diharapkan permasalahan yang terjadi selama ini dapat diatasi. Model Pembelajaran VCT ini menjadikan siswa terbantu dalam menentukan value atau nilai yang mendalam (Awiria et al., 2019). Value merupakan standar dalam menentukan apakah itu baik atau buruk. Model VCT termasuk dalam kategori model yang induktif (Yudhistira et al., 2015). Hal ini dapat dianalogikan pendidik dapat menunjukan pebelajar untuk belajar secara berkelompok senajutnya, pebelajar membandingkan yang sudah diperoleh dengan pengalaman pebelajar yang lain Pendidik memiliki peran untuk membantu pebelajar dalam mendapatkan kesadaran tentang nilai yang sudah dimiliki mereka. Pemilihan model VCT dikarenakan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dilapangan seperti mengenai aspek social skill mahasiswa yang masih rendah. Teknik dalam mengklarifikasikan nilai didalam aktivitas pembelajaran bisa menaikan kemampuan pebelajar ketika dihadapkan utuk : 1) memutuskan serta Sukmawati, Pengaruh Model Pembelajaran Value..............157 memilih, 2) komunikasi untuk mengungkapkan gagasan serta keyakinan, value dan juga perasaannya, 3) empati terhadap perasaan orang lain dan serta merasakan apa yang orang lain rasa, 4) mengungkapkan sikap setuju atau penolakan terhadap argumen orang lain, 5) mempunyai pendirian yang teguh dan kuat serta bertanggung jawab apa yang telah ditetapkannnya (Sariani dkk, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui pengaruh model VCT terhadap social skill mahasiswa. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research atau penelitian eksperimental semu. Variabel independen atau bebas pada penelitian ini yaitu model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Variabel dependen atau variabel terikatnya yaitu social skill mahasiswa. Selanjutnya, untuk penelitian eksperimen ini, terdapat du akelas, yaitu kelas kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen menerapkan model VCT dalam proses kegiatan pembelajaran, dan kelas kontrol memakai model ekspositori (pembelajaran langsung). Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design. Desain penelitian dapat ditunjukan pada Tabel 1. Sampel pada penelitian berjumlah 100 mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. Pembagian sampel dalam kelas eksperimen berjumlah 50 mahasiswa dan kelas control berjumlah 50 mahasiswa. Teknik pengambilan sample yaitu purposive sampling. Hal ini dikarenakan penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan peneliti mengenai sampel mana yang sesuai dan dianggap dapat mewakili suatu populasi. Instrumen penelitian yang digunakan pada kelas ekperimen dan kelas control yaitu berupa angket social skill. Angket yang digunakan berupa kuisioner dengan skala likert dengan rentang jawaban 1 sampai 4 berjumlah 25 item. Kuesioner keterampilan sosial dalam penelitian ini diadaptasi berdasarkan (Tapia-Gutierrez & Delgado, 2015). Terdapat lima dimensi dalam instrumen keterampilan sosial yaitu solidaritas dan empati, berkomunikasi, bekerjasama, pengendalian diri, dan penyelesaian konflik. Sebelum memulai perlakukan diadakan uji keseimbangan untuk mengetahui kesamaan kelas baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Selanjutnya, dilakukan pula uji prasyarat seperti uji validitas dan reabilitas sebelum melakukan uji hipotesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah sebelum dilakukan perlakuan di kelas eksperimen dilakukan uji Tabel 1. Rancangan penelitian Kelas Treatment Posttest Eksperiment X1 P1 Kontrol X2 P2 Keterangan: X1: Model VCT X2: Model Ekspositori P1: Postest Kelas Eksperimen P2: Postest Kelas Kontrol 158 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 keseimbangan untuk mengetahui apakah pada kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Hasil dari uji keseimbangan dapat dipaparkan Tabel 2. Pada tabel 2 diatas mengenai hasil uji kesimbangan dapat diketahui bahwa t hitung < t table, dengan taraf signifikansi alfa sebesar = 0,05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas eksperimen dan kelas control memiliki keadaan yang homogen atau seimbang dalam\",\"PeriodicalId\":56227,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Pendidikan Edutama\",\"volume\":\" \",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-07-20\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Pendidikan Edutama\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30734/jpe.v8i2.1776\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Pendidikan Edutama","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30734/jpe.v8i2.1776","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Pengaruh Model Pembelajaran Value Clarification Technique terhadap Social Skill Mahasiswa
Ideally, learning in the Education unit emphasizes three aspects, namely cognitive, affective and motoric. However, in reality, the affective aspect is still rarely considered, such as social skills. The purpose of this research is to find out whether there is a significant difference between the VCT model and the expository model on students' social skills. The research subjects were 100 students of the Islamic Religious Education study program at the Mambaul Ulum Institute, Surakarta. This type of research is a Quasi Experimental Research. The research design used a posttest only control group design where there were 2 research classes, namely the experimental class by applying the VCT model while the control class applying the expository model. The results of the study obtained a significance of 0.000, which means that there is a significant difference between the VCT t model and the expository model on students' social skills. Keyword: Value Clarification Technique model, Social Skill Abstrak : Idealnya, pembelajaran di satuan Pendidikan menekankan pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan motoric. Namun, pada kenyataanya, aspek afektif masih jarang diperhatikan seperti social skill. Tujuan dari dilaksanakanya penelitian ini yaitu mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara model VCT dengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Mambaul Ulum Surakarta yang berjumlah 100 orang. Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research. Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design dimana terdapat 2 kelas penelitian, yaitu kelas eksperimen dengan menerapkan model VCT sedangkan kelas control menerapkan model eskpositori. Hasil penelitian diperoleh signifikansi yaitu 0,000, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara model VCT tdengan model ekspositori terhadap social skill mahasiswa. Kata kunci: Model Value Clarification Technique, Social Skill PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan oleh pendidik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Terdapat tiga kagetori tujuan pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan yaitu berkaitan dengan kognitif (kecerdasan dan intelektual), afektif berkaitan dengan sikap, moral, dan nilai) dan yang ketiga berkaitan dengan bidang psikomotor (Anderson, 1956). Pebelajar dikatakan berhasil jika terjadinya perubahan pada bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik ke arah yang lebih baik lagi (Hyder & Bhamani, 2016). Namun demikian, pada kenyataanya tujuan pembelajaran masih menitikberatkan pada kemampuan kognitif saja, sedangkan pada kemampuan afektif dan psikomotorik masih kurang mendapat perhatian. Salah satu penerapan aspek afektif sangat penting dalam pendidikan 156 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 diperguruan tinggi adalah social skill. Social Skill mahasiswa merupakan suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi serta berinteraksi sesuai dengan harapan di lingkungannya. Dalam berhubungan dengan lingkungan sosial, keterampilan sosial dapat diwujudkan dengan interaksi, saling bertatap muka, tanggung jawab individu dan kelompok (Bremer, 2004). Social skill sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa. Ketika peserta didik mempunyai keterampilan sosial lemah, akan menyebabkan mereka mengalami keterlambatan dalam belajar, peserta didik kurang perhatian dengan materi belajar, dan emosi yang kurang stabil yang berakibat kurangnya motivasi (Sharma et al., 2016). Dong Hwa & Juhu (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai social skill yang baik jika individu tersebut memiliki sikap: empati terhadap orang lain, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, dapat berinteraksi dengan baik. Siswa yang memiliki rasa empati tinggi dapat merasakan dirinya berada pada posisi orang lain. Ia seakan-akan dapat merasakan kejadian yang dialami oleh temanya. Sehingga menjadi pendengar yang baik dan tidak merendahkan orang lain merupakan hasil dari keterampilan sosial yang tinggi (Lawhon & Lawhon, 2000). Indicator social skill merupakan keadaan seseorang untuk bisa peka terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya. Tindakan tidak peduli terhadap masalah dalam kelompoknya merupakan ciri dari seseorang memiliki keterampilan sosial yang rendah. Indikator untuk terampil berinteraksi dengan baik merupakan perwujudan dari individu tersebut mudah berkolaborasi dengan orang lain. Rendahnya social skill mahasiswa di Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta ditunjukan seperti berikut ini. Pertama, pembelajaran tidak pernah dilibatkan secara aktif oleh mahasiswa. Kedua, pembelajaran masih menggunkan metode ceramah, sehingga minimnya kegiatan kelompok yang dilakukan selama proses pembelajaran. Hal ini berakibat kurangnya kolaborasi dan interaksi pada proses belajar. Ketiga, rendahnya tanggung jawab mahasiswa terhadap pekerjaan atau tugas yang diberikan. Keempat, kurangnya sikap pengendalian diri serta empati kepada sesama teman, hal ini ditunjukan dengan masih adanya mahasiswa yang suka bercanda sendiri di kelas ketika teman yang lain mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan dengan temuan yang diperoleh, perlunya perhatian dalam aspek social skill mahasiswa supaya terjadinya perbaikan dalam proses pembelajaran. Salah satu alternative untuk memperbaiki keadaan yang ada yaitu dengan mengaplikasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT), diharapkan permasalahan yang terjadi selama ini dapat diatasi. Model Pembelajaran VCT ini menjadikan siswa terbantu dalam menentukan value atau nilai yang mendalam (Awiria et al., 2019). Value merupakan standar dalam menentukan apakah itu baik atau buruk. Model VCT termasuk dalam kategori model yang induktif (Yudhistira et al., 2015). Hal ini dapat dianalogikan pendidik dapat menunjukan pebelajar untuk belajar secara berkelompok senajutnya, pebelajar membandingkan yang sudah diperoleh dengan pengalaman pebelajar yang lain Pendidik memiliki peran untuk membantu pebelajar dalam mendapatkan kesadaran tentang nilai yang sudah dimiliki mereka. Pemilihan model VCT dikarenakan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dilapangan seperti mengenai aspek social skill mahasiswa yang masih rendah. Teknik dalam mengklarifikasikan nilai didalam aktivitas pembelajaran bisa menaikan kemampuan pebelajar ketika dihadapkan utuk : 1) memutuskan serta Sukmawati, Pengaruh Model Pembelajaran Value..............157 memilih, 2) komunikasi untuk mengungkapkan gagasan serta keyakinan, value dan juga perasaannya, 3) empati terhadap perasaan orang lain dan serta merasakan apa yang orang lain rasa, 4) mengungkapkan sikap setuju atau penolakan terhadap argumen orang lain, 5) mempunyai pendirian yang teguh dan kuat serta bertanggung jawab apa yang telah ditetapkannnya (Sariani dkk, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui pengaruh model VCT terhadap social skill mahasiswa. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan Quasi Experimental Research atau penelitian eksperimental semu. Variabel independen atau bebas pada penelitian ini yaitu model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Variabel dependen atau variabel terikatnya yaitu social skill mahasiswa. Selanjutnya, untuk penelitian eksperimen ini, terdapat du akelas, yaitu kelas kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen menerapkan model VCT dalam proses kegiatan pembelajaran, dan kelas kontrol memakai model ekspositori (pembelajaran langsung). Adapun desain penelitiannya menggunkan posttest only control group design. Desain penelitian dapat ditunjukan pada Tabel 1. Sampel pada penelitian berjumlah 100 mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Institut Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. Pembagian sampel dalam kelas eksperimen berjumlah 50 mahasiswa dan kelas control berjumlah 50 mahasiswa. Teknik pengambilan sample yaitu purposive sampling. Hal ini dikarenakan penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan peneliti mengenai sampel mana yang sesuai dan dianggap dapat mewakili suatu populasi. Instrumen penelitian yang digunakan pada kelas ekperimen dan kelas control yaitu berupa angket social skill. Angket yang digunakan berupa kuisioner dengan skala likert dengan rentang jawaban 1 sampai 4 berjumlah 25 item. Kuesioner keterampilan sosial dalam penelitian ini diadaptasi berdasarkan (Tapia-Gutierrez & Delgado, 2015). Terdapat lima dimensi dalam instrumen keterampilan sosial yaitu solidaritas dan empati, berkomunikasi, bekerjasama, pengendalian diri, dan penyelesaian konflik. Sebelum memulai perlakukan diadakan uji keseimbangan untuk mengetahui kesamaan kelas baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Selanjutnya, dilakukan pula uji prasyarat seperti uji validitas dan reabilitas sebelum melakukan uji hipotesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah sebelum dilakukan perlakuan di kelas eksperimen dilakukan uji Tabel 1. Rancangan penelitian Kelas Treatment Posttest Eksperiment X1 P1 Kontrol X2 P2 Keterangan: X1: Model VCT X2: Model Ekspositori P1: Postest Kelas Eksperimen P2: Postest Kelas Kontrol 158 JURNAL PENDIDIKAN EDUTAMA, Vol.8, No.2 Juli 2021 keseimbangan untuk mengetahui apakah pada kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Hasil dari uji keseimbangan dapat dipaparkan Tabel 2. Pada tabel 2 diatas mengenai hasil uji kesimbangan dapat diketahui bahwa t hitung < t table, dengan taraf signifikansi alfa sebesar = 0,05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas eksperimen dan kelas control memiliki keadaan yang homogen atau seimbang dalam