{"title":"依法保护印度尼西亚生物多样性免遭生物剽窃行为侵害的紧迫性","authors":"Yunni Widhi Astuti","doi":"10.61292/eljbn.74","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Indonesia, as host to more than 17,000 islands with a biodiversity involving approximately 10% of global flowering plants, 12% of mammals, and 17% of reptiles, amphibians and birds, faces significant risks of biopiracy. This wealth is not only limited to land, but also involves the ocean which has no less important biological riches. Biopiracy or biocolonialism, the illegal practice of accessing and exploiting a country's biological wealth, causes immediate and long-term economic losses. This research uses the Nagoya Protocol as an international legal framework that regulates access and sharing of benefits from biodiversity. The results of the discussion highlight the importance of implementing the Nagoya Protocol in Indonesian national law, especially in the context of law number 11 of 2013. Even though it has been ratified, the continuation of the Nagoya Protocol norms in Indonesian national law requires more detailed and comprehensive legislation. The conclusions of this research emphasize the urgent need for national legislation that can transform the norms of the Nagoya Protocol into a stronger legal framework. In addition, this article provides suggestions for strengthening regulations to protect Indonesia's biological wealth from detrimental biopiracy practices. These conclusions form the basis for further expansion and improvement in the legal framework aimed at effectively protecting Indonesia's biodiversity.Indonesia, sebagai tuan rumah bagi lebih dari 17.000 pulau dengan keanekaragaman hayati yang melibatkan sekitar 10% tumbuhan berbunga global, 12% mamalia, dan 17% reptil, amfibi, dan burung, menghadapi risiko biopiracy yang signifikan. Kekayaan ini tidak hanya terbatas pada daratan, melainkan juga melibatkan lautan yang memiliki kekayaan biologis tak kalah penting. Biopiracy atau biocolonialism, praktik ilegal mengakses dan memanfaatkan kekayaan hayati suatu negara, menyebabkan kerugian ekonomi langsung dan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Nagoya Protocol sebagai kerangka hukum internasional yang mengatur akses dan pembagian keuntungan dari biodiversitas. Hasil pembahasan menyoroti pentingnya implementasi Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia, khususnya dalam konteks undang-undang nomor 11 tahun 2013. Meskipun telah meratifikasi, keberlanjutan norma-norma Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia memerlukan undang-undang yang lebih rinci dan komprehensif. Simpulan dari penelitian ini menegaskan kebutuhan mendesak akan undang-undang nasional yang dapat mentransformasikan norma-norma Nagoya Protocol ke dalam kerangka hukum yang lebih kuat. Selain itu, artikel ini memberikan saran untuk memperkuat regulasi guna melindungi kekayaan hayati Indonesia dari praktik biopiracy yang merugikan. Kesimpulan tersebut menjadi dasar untuk perluasan dan perbaikan lebih lanjut dalam kerangka hukum yang bertujuan melindungi biodiversitas Indonesia secara efektif. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Biodiversitas, Indonesia, Praktik Biopiracy","PeriodicalId":502746,"journal":{"name":"Ethics and Law Journal: Business and Notary","volume":" November","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Urgensi Perlindungan Hukum terhadap Biodiversitas Indonesia dari Praktik Biopiracy\",\"authors\":\"Yunni Widhi Astuti\",\"doi\":\"10.61292/eljbn.74\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Indonesia, as host to more than 17,000 islands with a biodiversity involving approximately 10% of global flowering plants, 12% of mammals, and 17% of reptiles, amphibians and birds, faces significant risks of biopiracy. This wealth is not only limited to land, but also involves the ocean which has no less important biological riches. Biopiracy or biocolonialism, the illegal practice of accessing and exploiting a country's biological wealth, causes immediate and long-term economic losses. This research uses the Nagoya Protocol as an international legal framework that regulates access and sharing of benefits from biodiversity. The results of the discussion highlight the importance of implementing the Nagoya Protocol in Indonesian national law, especially in the context of law number 11 of 2013. Even though it has been ratified, the continuation of the Nagoya Protocol norms in Indonesian national law requires more detailed and comprehensive legislation. The conclusions of this research emphasize the urgent need for national legislation that can transform the norms of the Nagoya Protocol into a stronger legal framework. In addition, this article provides suggestions for strengthening regulations to protect Indonesia's biological wealth from detrimental biopiracy practices. These conclusions form the basis for further expansion and improvement in the legal framework aimed at effectively protecting Indonesia's biodiversity.Indonesia, sebagai tuan rumah bagi lebih dari 17.000 pulau dengan keanekaragaman hayati yang melibatkan sekitar 10% tumbuhan berbunga global, 12% mamalia, dan 17% reptil, amfibi, dan burung, menghadapi risiko biopiracy yang signifikan. Kekayaan ini tidak hanya terbatas pada daratan, melainkan juga melibatkan lautan yang memiliki kekayaan biologis tak kalah penting. Biopiracy atau biocolonialism, praktik ilegal mengakses dan memanfaatkan kekayaan hayati suatu negara, menyebabkan kerugian ekonomi langsung dan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Nagoya Protocol sebagai kerangka hukum internasional yang mengatur akses dan pembagian keuntungan dari biodiversitas. Hasil pembahasan menyoroti pentingnya implementasi Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia, khususnya dalam konteks undang-undang nomor 11 tahun 2013. Meskipun telah meratifikasi, keberlanjutan norma-norma Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia memerlukan undang-undang yang lebih rinci dan komprehensif. Simpulan dari penelitian ini menegaskan kebutuhan mendesak akan undang-undang nasional yang dapat mentransformasikan norma-norma Nagoya Protocol ke dalam kerangka hukum yang lebih kuat. Selain itu, artikel ini memberikan saran untuk memperkuat regulasi guna melindungi kekayaan hayati Indonesia dari praktik biopiracy yang merugikan. Kesimpulan tersebut menjadi dasar untuk perluasan dan perbaikan lebih lanjut dalam kerangka hukum yang bertujuan melindungi biodiversitas Indonesia secara efektif. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Biodiversitas, Indonesia, Praktik Biopiracy\",\"PeriodicalId\":502746,\"journal\":{\"name\":\"Ethics and Law Journal: Business and Notary\",\"volume\":\" November\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-12-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Ethics and Law Journal: Business and Notary\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.61292/eljbn.74\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ethics and Law Journal: Business and Notary","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.61292/eljbn.74","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Urgensi Perlindungan Hukum terhadap Biodiversitas Indonesia dari Praktik Biopiracy
Indonesia, as host to more than 17,000 islands with a biodiversity involving approximately 10% of global flowering plants, 12% of mammals, and 17% of reptiles, amphibians and birds, faces significant risks of biopiracy. This wealth is not only limited to land, but also involves the ocean which has no less important biological riches. Biopiracy or biocolonialism, the illegal practice of accessing and exploiting a country's biological wealth, causes immediate and long-term economic losses. This research uses the Nagoya Protocol as an international legal framework that regulates access and sharing of benefits from biodiversity. The results of the discussion highlight the importance of implementing the Nagoya Protocol in Indonesian national law, especially in the context of law number 11 of 2013. Even though it has been ratified, the continuation of the Nagoya Protocol norms in Indonesian national law requires more detailed and comprehensive legislation. The conclusions of this research emphasize the urgent need for national legislation that can transform the norms of the Nagoya Protocol into a stronger legal framework. In addition, this article provides suggestions for strengthening regulations to protect Indonesia's biological wealth from detrimental biopiracy practices. These conclusions form the basis for further expansion and improvement in the legal framework aimed at effectively protecting Indonesia's biodiversity.Indonesia, sebagai tuan rumah bagi lebih dari 17.000 pulau dengan keanekaragaman hayati yang melibatkan sekitar 10% tumbuhan berbunga global, 12% mamalia, dan 17% reptil, amfibi, dan burung, menghadapi risiko biopiracy yang signifikan. Kekayaan ini tidak hanya terbatas pada daratan, melainkan juga melibatkan lautan yang memiliki kekayaan biologis tak kalah penting. Biopiracy atau biocolonialism, praktik ilegal mengakses dan memanfaatkan kekayaan hayati suatu negara, menyebabkan kerugian ekonomi langsung dan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Nagoya Protocol sebagai kerangka hukum internasional yang mengatur akses dan pembagian keuntungan dari biodiversitas. Hasil pembahasan menyoroti pentingnya implementasi Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia, khususnya dalam konteks undang-undang nomor 11 tahun 2013. Meskipun telah meratifikasi, keberlanjutan norma-norma Nagoya Protocol dalam hukum nasional Indonesia memerlukan undang-undang yang lebih rinci dan komprehensif. Simpulan dari penelitian ini menegaskan kebutuhan mendesak akan undang-undang nasional yang dapat mentransformasikan norma-norma Nagoya Protocol ke dalam kerangka hukum yang lebih kuat. Selain itu, artikel ini memberikan saran untuk memperkuat regulasi guna melindungi kekayaan hayati Indonesia dari praktik biopiracy yang merugikan. Kesimpulan tersebut menjadi dasar untuk perluasan dan perbaikan lebih lanjut dalam kerangka hukum yang bertujuan melindungi biodiversitas Indonesia secara efektif. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Biodiversitas, Indonesia, Praktik Biopiracy