Jurnal Ilmu, Sosial Indonesia, Zerelda Azzahra Fitrazia, A. B. Ihsan, Bilal Iqbal, Uin Syarif, Hidayatullah Jakarta, Kata Kunci, Mantan Hak politik, Pemilu Narapidana Korupsi, Elite Politik. Kebijakan Publik
{"title":"前腐败罪犯在选举中的政治权利","authors":"Jurnal Ilmu, Sosial Indonesia, Zerelda Azzahra Fitrazia, A. B. Ihsan, Bilal Iqbal, Uin Syarif, Hidayatullah Jakarta, Kata Kunci, Mantan Hak politik, Pemilu Narapidana Korupsi, Elite Politik. Kebijakan Publik","doi":"10.15408/jisi.v4i2.37125","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract. This research aims to determine the birth process, the dynamics of the formulation, and the impact of the licensing policy for ex-corruption convicts to participate in elections. By using qualitative research methods and public policy theory, political elites, and corruption, this study found that the licensing policy for ex-corruption convicts in elections is a political process on the basis of providing opportunities for ex-corruption convicts as part of human rights which is then set forth in Law Number 7 of 2017 as a legal decree. Therefore, General Election Commission Regulation (PKPU) Number 20 of 2018 which prohibits ex-corruption convicts from becoming election participants is in itself considered deviant. This policy reaped a lot of controversy and rejection from society, but on the pretext of providing opportunities and fulfilling human rights, the political process came to a decision to be legalized through law. As a result, in the midst of public knowledge about the limited track record of politicians and the attitude of the people towards non-corruption which tends to be permissive, legislative candidates with backgrounds of corruption convicts have emerged and some have been elected in political contests at both the local and national levels. Keywords: Political rights, Ex-Corruption Convicts, Elections, Public Policy, Political Elite. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses lahir, dinamika perumusan, dan dampak kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi ikut serta dalam pemilu. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori kebijakan publik, elite politik, dan korupsi, penelitian ini menemukan bahwa kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi dalam pemilu merupakan proses politik atas dasar pemberian kesempatan mantan narapidana korupsi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang kemudian dituangkan dalam UU No. 7 Tahun 2017. Oleh sebab itu, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi peserta pemilu dengan sendirinya dianggap menyimpang. Kebijakan ini menuai banyak kotroversi dan penolakan dari masyarakat, namun atas dalih pemberian kesempatan dan pemenuhan HAM, maka proses politik sampai pada keputusan untuk dilegalisasi melalui undang-undang. Dampaknya, di tengah pengetahuan masyarakat tentang track record politisi yang terbatas dan sikap masyarakat terhadap tindak korupsi yang cenderung permisif, maka bermunculan calon-calon legislatif berlatar belakang narapidana korupsi dan sebagian terpilih dalam kontestasi politik baik pada tingkat lokal maupun nasional. Kata Kunci: Hak politik, Mantan Narapidana Korupsi, Pemilu, Kebijakan Publik, Elite Politik.","PeriodicalId":170402,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI)","volume":"57 20","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Political Rights of Ex-Corruption Convicts in Elections\",\"authors\":\"Jurnal Ilmu, Sosial Indonesia, Zerelda Azzahra Fitrazia, A. B. Ihsan, Bilal Iqbal, Uin Syarif, Hidayatullah Jakarta, Kata Kunci, Mantan Hak politik, Pemilu Narapidana Korupsi, Elite Politik. Kebijakan Publik\",\"doi\":\"10.15408/jisi.v4i2.37125\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstract. This research aims to determine the birth process, the dynamics of the formulation, and the impact of the licensing policy for ex-corruption convicts to participate in elections. By using qualitative research methods and public policy theory, political elites, and corruption, this study found that the licensing policy for ex-corruption convicts in elections is a political process on the basis of providing opportunities for ex-corruption convicts as part of human rights which is then set forth in Law Number 7 of 2017 as a legal decree. Therefore, General Election Commission Regulation (PKPU) Number 20 of 2018 which prohibits ex-corruption convicts from becoming election participants is in itself considered deviant. This policy reaped a lot of controversy and rejection from society, but on the pretext of providing opportunities and fulfilling human rights, the political process came to a decision to be legalized through law. As a result, in the midst of public knowledge about the limited track record of politicians and the attitude of the people towards non-corruption which tends to be permissive, legislative candidates with backgrounds of corruption convicts have emerged and some have been elected in political contests at both the local and national levels. Keywords: Political rights, Ex-Corruption Convicts, Elections, Public Policy, Political Elite. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses lahir, dinamika perumusan, dan dampak kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi ikut serta dalam pemilu. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori kebijakan publik, elite politik, dan korupsi, penelitian ini menemukan bahwa kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi dalam pemilu merupakan proses politik atas dasar pemberian kesempatan mantan narapidana korupsi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang kemudian dituangkan dalam UU No. 7 Tahun 2017. Oleh sebab itu, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi peserta pemilu dengan sendirinya dianggap menyimpang. Kebijakan ini menuai banyak kotroversi dan penolakan dari masyarakat, namun atas dalih pemberian kesempatan dan pemenuhan HAM, maka proses politik sampai pada keputusan untuk dilegalisasi melalui undang-undang. Dampaknya, di tengah pengetahuan masyarakat tentang track record politisi yang terbatas dan sikap masyarakat terhadap tindak korupsi yang cenderung permisif, maka bermunculan calon-calon legislatif berlatar belakang narapidana korupsi dan sebagian terpilih dalam kontestasi politik baik pada tingkat lokal maupun nasional. Kata Kunci: Hak politik, Mantan Narapidana Korupsi, Pemilu, Kebijakan Publik, Elite Politik.\",\"PeriodicalId\":170402,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI)\",\"volume\":\"57 20\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-12-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI)\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.15408/jisi.v4i2.37125\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/jisi.v4i2.37125","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
摘要本研究旨在确定腐败前科人员参选许可政策的诞生过程、制定动力和影响。通过运用定性研究方法和公共政策理论、政治精英和腐败等理论,本研究发现,前贪污罪犯参加选举的许可政策是一个政治过程,其基础是为前贪污罪犯提供机会,这是人权的一部分,然后在 2017 年第 7 号法律中作为法令规定。因此,2018 年第 20 号《大选委员会条例》(PKPU)禁止前腐败罪犯成为选举参与者,这本身就被认为是一种偏差。这一政策在社会上引起了很多争议和反对,但政治进程以提供机会和实现人权为借口,最终决定通过法律将其合法化。结果,在公众对政治家的有限政绩有所了解,以及人们对不腐败的态度趋于放任的情况下,出现了具有腐败罪犯背景的立法候选人,其中一些人在地方和国家两级的政治竞争中当选。关键词政治权利、前腐败罪犯、选举、公共政策、政治精英。Abstrak.本报告的目的是让人们更好地了解政治、公共政策和政治精英。通过使用公共政策和公共政策精英与社会政策研究的方法和理论、在此基础上,我们可以了解到,在国家层面上对政治精英和政治精英的政策研究与在 UU No.2017 年 7 月。此外,2018 年第 20 届韩国警察联盟(PKPU)提名人也将成为 "狩猎者 "的代言人,并将在未来的日子里为狩猎者提供更多的机会。在这一领域中,有大量的战争和战争贩子,而在这一领域中,则有大量的政治活动和人道主义活动,这些活动和人道主义活动之间存在着巨大的矛盾。在这种情况下,如果一个国家的政治记录被记录在案,而另一个国家的政治记录又被许可,那么这个国家的立法机构就会在地方和国家两级的政治对话中发挥重要作用。Kata Kunci: Hak politik, Mantan Narapidana Korupsi, Pemilu, Kebijakan Publik, Elite Politik.
Political Rights of Ex-Corruption Convicts in Elections
Abstract. This research aims to determine the birth process, the dynamics of the formulation, and the impact of the licensing policy for ex-corruption convicts to participate in elections. By using qualitative research methods and public policy theory, political elites, and corruption, this study found that the licensing policy for ex-corruption convicts in elections is a political process on the basis of providing opportunities for ex-corruption convicts as part of human rights which is then set forth in Law Number 7 of 2017 as a legal decree. Therefore, General Election Commission Regulation (PKPU) Number 20 of 2018 which prohibits ex-corruption convicts from becoming election participants is in itself considered deviant. This policy reaped a lot of controversy and rejection from society, but on the pretext of providing opportunities and fulfilling human rights, the political process came to a decision to be legalized through law. As a result, in the midst of public knowledge about the limited track record of politicians and the attitude of the people towards non-corruption which tends to be permissive, legislative candidates with backgrounds of corruption convicts have emerged and some have been elected in political contests at both the local and national levels. Keywords: Political rights, Ex-Corruption Convicts, Elections, Public Policy, Political Elite. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses lahir, dinamika perumusan, dan dampak kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi ikut serta dalam pemilu. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori kebijakan publik, elite politik, dan korupsi, penelitian ini menemukan bahwa kebijakan perizinan mantan narapidana korupsi dalam pemilu merupakan proses politik atas dasar pemberian kesempatan mantan narapidana korupsi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang kemudian dituangkan dalam UU No. 7 Tahun 2017. Oleh sebab itu, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi peserta pemilu dengan sendirinya dianggap menyimpang. Kebijakan ini menuai banyak kotroversi dan penolakan dari masyarakat, namun atas dalih pemberian kesempatan dan pemenuhan HAM, maka proses politik sampai pada keputusan untuk dilegalisasi melalui undang-undang. Dampaknya, di tengah pengetahuan masyarakat tentang track record politisi yang terbatas dan sikap masyarakat terhadap tindak korupsi yang cenderung permisif, maka bermunculan calon-calon legislatif berlatar belakang narapidana korupsi dan sebagian terpilih dalam kontestasi politik baik pada tingkat lokal maupun nasional. Kata Kunci: Hak politik, Mantan Narapidana Korupsi, Pemilu, Kebijakan Publik, Elite Politik.