{"title":"印尼伊斯兰教经济学制度化的法律和社会学基础","authors":"Amran Suadi","doi":"10.58829/lp.8.2.2021.29-46","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Throughout the history of Islamic economics, economic freedom has been guaranteed by various traditions of society and by its legal system. In Indonesia, the concept of Islamic economics was born in the 1980s but was introduced to the public in 1991 when Bank Muamalat Indonesia was established, which was then followed by other financial institutions. Discussions on the future prospects of the Islamic economy in Indonesia should ideally begin by placing the legal basis as formal legality. Starting from Law No. 7 of 1992 concerning Banking, Government Regulation No. 72 of 1992 concerning Banks Based on Profit Sharing Principles, Law No. 10 of 1998 concerning Amendments to Law No. 7 of 1992 concerning Banking, then strengthened through Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia (BI), until the promulgation of Law No. 21 of 2008 concerning Sharia Banking, it seems very clear that the sharia economic system, especially in the banking system in Indonesia, already has legal legitimacy and legal certainty in a formal juridical manner. The sociological foundation of sharia economics in Indonesia can be seen from the community’s support and the development of sharia economics in Indonesia. The main reason that causes Islamic bank customers to become conventional bank customers still is rational reasons in the ease of financial transactions. They hope that the network of Islamic banks can be expanded and that Islamic banks can improve services and products that can accommodate their needs in financial transactions. Paying attention to this, in fact, the prospects for the Islamic economy are very promising in the future. From the description above, it can be understood that the future prospects of the Islamic economy in Indonesia are very bright and promising, both in the context of the juridical basis and in the context of its philosophical foundation.\nAbstrak\nSepanjang sejarah ekonomi Islam, kebebasan ekonomi telah dijamin oleh berbagai tradisi masyarakat dan sistem hukumnya. Di Indonesia, konsep ekonomi Islam lahir pada tahun 1980-an namun diperkenalkan ke masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan yang kemudian diikuti oleh lembaga keuangan lainnya. Pembahasan prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan idealnya dimulai dengan menempatkan landasan hukum sebagai legalitas formal. Berawal dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian diperkuat melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BI , sampai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nampak sangat jelas bahwa sistem ekonomi syariah khususnya pada sistem perbankan di Indonesia sudah memiliki legitimasi hukum dan kepastian hukum secara yuridis formal. Landasan sosiologis ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari dukungan masyarakat dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Alasan utama yang menyebabkan nasabah bank syariah masih menjadi nasabah bank konvensional adalah karena alasan rasional dalam kemudahan transaksi keuangan. Mereka sangat berharap agar jaringan bank syariah dapat diperluas dan bank syariah dapat meningkatkan layanan dan produk yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka dalam bertransaksi keuangan. Mencermati hal tersebut, sebenarnya prospek ekonomi syariah sangat menjanjikan di masa depan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan sangat cerah dan menjanjikan, baik dalam konteks landasan yuridis maupun konteks landasan filosofisnya.\nKata kunci: Pendaftaran Hipotek, Mekanisme, Perlindungan Hukum, Sharia Economics","PeriodicalId":181611,"journal":{"name":"Lex Publica","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":"{\"title\":\"Juridical and Sociological Foundations of Institutionalizing Sharia Economics in Indonesia\",\"authors\":\"Amran Suadi\",\"doi\":\"10.58829/lp.8.2.2021.29-46\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Throughout the history of Islamic economics, economic freedom has been guaranteed by various traditions of society and by its legal system. In Indonesia, the concept of Islamic economics was born in the 1980s but was introduced to the public in 1991 when Bank Muamalat Indonesia was established, which was then followed by other financial institutions. Discussions on the future prospects of the Islamic economy in Indonesia should ideally begin by placing the legal basis as formal legality. Starting from Law No. 7 of 1992 concerning Banking, Government Regulation No. 72 of 1992 concerning Banks Based on Profit Sharing Principles, Law No. 10 of 1998 concerning Amendments to Law No. 7 of 1992 concerning Banking, then strengthened through Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia (BI), until the promulgation of Law No. 21 of 2008 concerning Sharia Banking, it seems very clear that the sharia economic system, especially in the banking system in Indonesia, already has legal legitimacy and legal certainty in a formal juridical manner. The sociological foundation of sharia economics in Indonesia can be seen from the community’s support and the development of sharia economics in Indonesia. The main reason that causes Islamic bank customers to become conventional bank customers still is rational reasons in the ease of financial transactions. They hope that the network of Islamic banks can be expanded and that Islamic banks can improve services and products that can accommodate their needs in financial transactions. Paying attention to this, in fact, the prospects for the Islamic economy are very promising in the future. From the description above, it can be understood that the future prospects of the Islamic economy in Indonesia are very bright and promising, both in the context of the juridical basis and in the context of its philosophical foundation.\\nAbstrak\\nSepanjang sejarah ekonomi Islam, kebebasan ekonomi telah dijamin oleh berbagai tradisi masyarakat dan sistem hukumnya. Di Indonesia, konsep ekonomi Islam lahir pada tahun 1980-an namun diperkenalkan ke masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan yang kemudian diikuti oleh lembaga keuangan lainnya. Pembahasan prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan idealnya dimulai dengan menempatkan landasan hukum sebagai legalitas formal. Berawal dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian diperkuat melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BI , sampai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nampak sangat jelas bahwa sistem ekonomi syariah khususnya pada sistem perbankan di Indonesia sudah memiliki legitimasi hukum dan kepastian hukum secara yuridis formal. Landasan sosiologis ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari dukungan masyarakat dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Alasan utama yang menyebabkan nasabah bank syariah masih menjadi nasabah bank konvensional adalah karena alasan rasional dalam kemudahan transaksi keuangan. Mereka sangat berharap agar jaringan bank syariah dapat diperluas dan bank syariah dapat meningkatkan layanan dan produk yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka dalam bertransaksi keuangan. Mencermati hal tersebut, sebenarnya prospek ekonomi syariah sangat menjanjikan di masa depan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan sangat cerah dan menjanjikan, baik dalam konteks landasan yuridis maupun konteks landasan filosofisnya.\\nKata kunci: Pendaftaran Hipotek, Mekanisme, Perlindungan Hukum, Sharia Economics\",\"PeriodicalId\":181611,\"journal\":{\"name\":\"Lex Publica\",\"volume\":\"27 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-07-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"2\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Lex Publica\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58829/lp.8.2.2021.29-46\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Lex Publica","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58829/lp.8.2.2021.29-46","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2
摘要
纵观伊斯兰经济学的历史,经济自由一直受到各种社会传统及其法律制度的保障。在印度尼西亚,伊斯兰经济学的概念诞生于20世纪80年代,但在1991年印尼穆阿马拉银行成立后才向公众介绍,随后其他金融机构也相继成立。关于印度尼西亚伊斯兰经济未来前景的讨论,理想地应该首先把法律基础作为正式合法性。从1992年第7号银行法开始,1992年第72号政府法规关于基于利润分享原则的银行,1998年第10号法律关于修改1992年第7号法律关于银行,然后通过1999年第23号法律关于印度尼西亚银行(BI)加强,直到2008年第21号法律关于伊斯兰教银行的颁布,伊斯兰教经济制度,特别是在印度尼西亚的银行体系中,似乎非常清楚,在正式的法律形式上已具有法律正当性和法律确定性的。从社区对印尼伊斯兰教经济学的支持和发展可以看出印尼伊斯兰教经济学的社会学基础。导致伊斯兰银行客户转变为传统银行客户的主要原因仍然是金融交易便捷性的理性原因。他们希望伊斯兰银行的网络可以扩大,伊斯兰银行可以改善服务和产品,以满足他们在金融交易中的需求。注意到这一点,其实伊斯兰经济未来的前景是非常看好的。从上面的描述可以理解,印尼伊斯兰经济的未来前景是非常光明和充满希望的,无论是在法律基础的背景下,还是在其哲学基础的背景下。[摘要]中国经济的发展,中国经济的发展,中国经济的发展,中国经济的发展,中国经济的发展,中国经济的发展,中国经济的发展。Di Indonesia, konsep ekonomi Islam lahir pada tahun 1980- and namun diperkenalkan ke masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan yang kemudian diikuti oleh lembaga keuangan lainnya。印度尼西亚的Pembahasan前景经济伊斯兰教为depan idealnya dimulai dengan menempatkan landasan hukum sealitas formal。Berawal dari Undang-Undang第7号,1992年,tenang - undang第72号,1992年,tenang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-Undang第10号,1998年,tenang - Perubahan, Undang-Undang第7号,1992年,tenang - Perbankan, kemudian diperkuat melalui, Undang-Undang第23号,1999年,tenang BI, sampai dunan diundangkannya, Undang-Undang第21号,2008年,tanang Perbankan Syariah,nampak sangat jelas bawa系统,经济,伊斯兰教,khususnya系统,perbankan di印度尼西亚,sudah memoriliki legitimashukum和kepastian hukum secara yuridis正式。印度尼西亚的生理经济教法是印度尼西亚的生理经济教法。国家银行,国家银行,国家银行,国家银行,国家银行,国家银行,国家银行,国家银行。Mereka sangat berharap agar jaringan bank syariah dapat diperluan bank syariah dapat mengakomodir kebutuhan Mereka dalam bertransaksi keuangan。印度经济部副部长兼首席经济学家辛格·辛格(michael michael)说。达里亚尼迪数据,达里亚尼迪帕哈米bahwa前景经济伊斯兰教在印度尼西亚像depan sangat cerah danmenjanjikan, baik dalam konteks landasan yuridis maupun konteks landasan filosofisnya。Kata kunci: Pendaftaran Hipotek, Mekanisme, Perlindungan Hukum,伊斯兰经济学
Juridical and Sociological Foundations of Institutionalizing Sharia Economics in Indonesia
Throughout the history of Islamic economics, economic freedom has been guaranteed by various traditions of society and by its legal system. In Indonesia, the concept of Islamic economics was born in the 1980s but was introduced to the public in 1991 when Bank Muamalat Indonesia was established, which was then followed by other financial institutions. Discussions on the future prospects of the Islamic economy in Indonesia should ideally begin by placing the legal basis as formal legality. Starting from Law No. 7 of 1992 concerning Banking, Government Regulation No. 72 of 1992 concerning Banks Based on Profit Sharing Principles, Law No. 10 of 1998 concerning Amendments to Law No. 7 of 1992 concerning Banking, then strengthened through Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia (BI), until the promulgation of Law No. 21 of 2008 concerning Sharia Banking, it seems very clear that the sharia economic system, especially in the banking system in Indonesia, already has legal legitimacy and legal certainty in a formal juridical manner. The sociological foundation of sharia economics in Indonesia can be seen from the community’s support and the development of sharia economics in Indonesia. The main reason that causes Islamic bank customers to become conventional bank customers still is rational reasons in the ease of financial transactions. They hope that the network of Islamic banks can be expanded and that Islamic banks can improve services and products that can accommodate their needs in financial transactions. Paying attention to this, in fact, the prospects for the Islamic economy are very promising in the future. From the description above, it can be understood that the future prospects of the Islamic economy in Indonesia are very bright and promising, both in the context of the juridical basis and in the context of its philosophical foundation.
Abstrak
Sepanjang sejarah ekonomi Islam, kebebasan ekonomi telah dijamin oleh berbagai tradisi masyarakat dan sistem hukumnya. Di Indonesia, konsep ekonomi Islam lahir pada tahun 1980-an namun diperkenalkan ke masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan yang kemudian diikuti oleh lembaga keuangan lainnya. Pembahasan prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan idealnya dimulai dengan menempatkan landasan hukum sebagai legalitas formal. Berawal dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian diperkuat melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BI , sampai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nampak sangat jelas bahwa sistem ekonomi syariah khususnya pada sistem perbankan di Indonesia sudah memiliki legitimasi hukum dan kepastian hukum secara yuridis formal. Landasan sosiologis ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari dukungan masyarakat dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Alasan utama yang menyebabkan nasabah bank syariah masih menjadi nasabah bank konvensional adalah karena alasan rasional dalam kemudahan transaksi keuangan. Mereka sangat berharap agar jaringan bank syariah dapat diperluas dan bank syariah dapat meningkatkan layanan dan produk yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka dalam bertransaksi keuangan. Mencermati hal tersebut, sebenarnya prospek ekonomi syariah sangat menjanjikan di masa depan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan sangat cerah dan menjanjikan, baik dalam konteks landasan yuridis maupun konteks landasan filosofisnya.
Kata kunci: Pendaftaran Hipotek, Mekanisme, Perlindungan Hukum, Sharia Economics