S. Fatimah, Leva B Akbar, Ambrosius Purba, Vita Murniarti Tarawan, G. Nugraha, Putri Tessa Radhiyanti, Titing Nurhayati
{"title":"表皮下脂与老年男性体重指数的对照","authors":"S. Fatimah, Leva B Akbar, Ambrosius Purba, Vita Murniarti Tarawan, G. Nugraha, Putri Tessa Radhiyanti, Titing Nurhayati","doi":"10.22435/PGM.V40I1.6295","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Degenerative diseases are associated with obesity. Body mass index (BMI) measurement is a way to measure disease risk,howeverfat mass more explain metabolic conditions associated with degenerative diseases. Research shows consistent relation between these two parameters with diseases risk. This study aims to determine the association of fat mass by skinfold thickness measurement with BMI. The study design was observational with cross-sectional approach. This research was done at the UniversitasPadjadjaran in 2015. The number of subjects were 96 men with the inclusion criteria over 50 years, exclusion criteria have abnormal posture and edema. Statistical analysis used Spearman rank correlation test and a simple linear regression. Characteristics of age 67.98 (SD: 9.81) years, height 1.61 (SD: 0.61) m, weight 66.67 (SD: 10.74) kg, BMI: 26.28 (SD 3,55) kg / m 2 , body fat: 30.98 percent. The distribution of nutritional status category: underweight 2 percent, normoweight 11.9 percent, overweight 27.27 percent, obese 58.4 percent. Fat mass category: normal category 41.6 percent and overfat 58.4 percent. Correlation between fat mass with age of 0.094 percent, with heights 0.14 percent and with a BMI 0.55 percent. Simple linier regression analysis shows the equation: percent fat mass = 2,757 + 0.089. This equation means every increase of 1 BMI will increase the fat mass percent by (2.757 + 1*0.089) 2 . The implications of this equation show that BMI can predict fat mass in elderly men based on subcutaneous fat thicknessmeasurements. Penyakit degeneratif berhubungan dengan faktor risiko obesitas. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara untuk mengukur risiko penyakit, tetapi massa lemak dapat menggambarkan kondisi metabolik yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Penelitian menunjukkan hubungan konsisten antara kedua parameter ini dengan risiko penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara massa lemak berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan dengan IMT. Disain penelitian adalah observasional dengan pendekatan potong lintang . Penelitian dilakukan di kampus Universitas Padjadjaran tahun 2015. Jumlah subjek 96 laki-laki dengan kriteria inklusi di atas 50 tahun, kriteria ekslusi memiliki postur tubuh tidak normal dan edema. Variabel bebas adalah umur, tinggi badan dan IMT, variabel tergantung adalah massa lemak. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman rank dan uji regresi linier sederhana.Karakteristik usia 67,98(SD: 9,81) tahun, tinggi badan 1,61(SD : 0,61) m, berat badan 66,67 (SD : 10,74) kg, IMT: 26,28 (SD : 3,55) kg/m 2 , lemak tubuh: 30,98 persen.Sebaran kategori status giziterdiri dari berat badan kurang 2 persen, normal 11,9 persen, berat badan lebih 27,27 persen, obesitas 58,4 persen. Kategori massa lemak terdiri dari kategori normal 41,6 persen dan lebih 58,4 persen. Korelasi antara massa lemak dengan usia0,094 persen, dengan tinggi badan 0,14 persen dan dengan IMT 0,55 persen. Analisis regresi linier menghasilkan persamaan: persen massa lemak = 2,757 + 0.089 (IMT). Persamaan ini mempunyai arti setiap peningkatan 1 IMT akan meningkatkan persen massa lemak sebesar (2,757 + 1*0,089) 2 . Implikasi persamaan ini memperlihatkan IMT dapat memprediksi massa lemak pada laki-laki lanjut usia berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan.","PeriodicalId":310150,"journal":{"name":"The Journal of Nutrition and Food Research","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2017-06-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":"{\"title\":\"HUBUNGAN PENGUKURAN LEMAK SUBKUTAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA LAKI-LAKI USIA LANJUT\",\"authors\":\"S. Fatimah, Leva B Akbar, Ambrosius Purba, Vita Murniarti Tarawan, G. Nugraha, Putri Tessa Radhiyanti, Titing Nurhayati\",\"doi\":\"10.22435/PGM.V40I1.6295\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Degenerative diseases are associated with obesity. Body mass index (BMI) measurement is a way to measure disease risk,howeverfat mass more explain metabolic conditions associated with degenerative diseases. Research shows consistent relation between these two parameters with diseases risk. This study aims to determine the association of fat mass by skinfold thickness measurement with BMI. The study design was observational with cross-sectional approach. This research was done at the UniversitasPadjadjaran in 2015. The number of subjects were 96 men with the inclusion criteria over 50 years, exclusion criteria have abnormal posture and edema. Statistical analysis used Spearman rank correlation test and a simple linear regression. Characteristics of age 67.98 (SD: 9.81) years, height 1.61 (SD: 0.61) m, weight 66.67 (SD: 10.74) kg, BMI: 26.28 (SD 3,55) kg / m 2 , body fat: 30.98 percent. The distribution of nutritional status category: underweight 2 percent, normoweight 11.9 percent, overweight 27.27 percent, obese 58.4 percent. Fat mass category: normal category 41.6 percent and overfat 58.4 percent. Correlation between fat mass with age of 0.094 percent, with heights 0.14 percent and with a BMI 0.55 percent. Simple linier regression analysis shows the equation: percent fat mass = 2,757 + 0.089. This equation means every increase of 1 BMI will increase the fat mass percent by (2.757 + 1*0.089) 2 . The implications of this equation show that BMI can predict fat mass in elderly men based on subcutaneous fat thicknessmeasurements. Penyakit degeneratif berhubungan dengan faktor risiko obesitas. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara untuk mengukur risiko penyakit, tetapi massa lemak dapat menggambarkan kondisi metabolik yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Penelitian menunjukkan hubungan konsisten antara kedua parameter ini dengan risiko penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara massa lemak berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan dengan IMT. Disain penelitian adalah observasional dengan pendekatan potong lintang . Penelitian dilakukan di kampus Universitas Padjadjaran tahun 2015. Jumlah subjek 96 laki-laki dengan kriteria inklusi di atas 50 tahun, kriteria ekslusi memiliki postur tubuh tidak normal dan edema. Variabel bebas adalah umur, tinggi badan dan IMT, variabel tergantung adalah massa lemak. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman rank dan uji regresi linier sederhana.Karakteristik usia 67,98(SD: 9,81) tahun, tinggi badan 1,61(SD : 0,61) m, berat badan 66,67 (SD : 10,74) kg, IMT: 26,28 (SD : 3,55) kg/m 2 , lemak tubuh: 30,98 persen.Sebaran kategori status giziterdiri dari berat badan kurang 2 persen, normal 11,9 persen, berat badan lebih 27,27 persen, obesitas 58,4 persen. Kategori massa lemak terdiri dari kategori normal 41,6 persen dan lebih 58,4 persen. Korelasi antara massa lemak dengan usia0,094 persen, dengan tinggi badan 0,14 persen dan dengan IMT 0,55 persen. Analisis regresi linier menghasilkan persamaan: persen massa lemak = 2,757 + 0.089 (IMT). Persamaan ini mempunyai arti setiap peningkatan 1 IMT akan meningkatkan persen massa lemak sebesar (2,757 + 1*0,089) 2 . Implikasi persamaan ini memperlihatkan IMT dapat memprediksi massa lemak pada laki-laki lanjut usia berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan.\",\"PeriodicalId\":310150,\"journal\":{\"name\":\"The Journal of Nutrition and Food Research\",\"volume\":\"7 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2017-06-27\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"3\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"The Journal of Nutrition and Food Research\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22435/PGM.V40I1.6295\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"The Journal of Nutrition and Food Research","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/PGM.V40I1.6295","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
摘要
退行性疾病与肥胖有关。身体质量指数(BMI)的测量是衡量疾病风险的一种方法,然而脂肪量更能解释与退行性疾病相关的代谢状况。研究表明,这两个参数与疾病风险之间存在一致的关系。本研究旨在通过皮褶厚度测量来确定脂肪量与BMI之间的关系。研究设计采用横断面观察法。这项研究是2015年在瑞典大学完成的。纳入标准为年龄在50岁以上的男性96例,排除标准为异常姿势和水肿。统计分析采用Spearman秩相关检验和简单线性回归。年龄67.98 (SD: 9.81)岁,身高1.61 (SD: 0.61) m,体重66.67 (SD: 10.74) kg, BMI: 26.28 (SD: 3.55) kg / m2,体脂率:30.98%。营养状况类别分布:体重过轻占2%,正常体重占11.9%,超重占27.27%,肥胖占58.4%。脂肪量类别:正常类别41.6%,过胖类别58.4%。脂肪量与年龄的相关性为0.094%,与身高的相关性为0.14%,与BMI的相关性为0.55%。简单的线性回归分析表明:脂肪质量百分比= 2757 + 0.089。这个公式意味着BMI每增加1,脂肪量百分比就会增加(2.757 + 1*0.089)2。这个方程的含义表明,BMI可以根据皮下脂肪厚度测量来预测老年男性的脂肪量。Penyakit退行性视网膜病变是导致肥胖的重要因素。企鹅索引massa tubuh (IMT) merupakan cara untuk mengukur visiko penyakit, tetapi massa lemak dapat menggambarkan kondisi metabolik yang berhubungan dengan penyakit退化。Penelitian menunjukkan hubungan一致的antara kedua参数ini dengan risko penyakit。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara massa lemak berdasarkan penguin lemak subkutan dengan IMT。Disain penelitian adalah观测,dengan pendekatan potong lintang。Penelitian dilakukan di kampus Universitas Padjadjaran, 2015。Jumlah受试者96例laki-laki登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高,50例laki-登高。变量bebas adalah umur, tinggi badan dan IMT,变量tergantung adalah massa lemak。分析统计孟古纳坎乌吉korelasi Spearman秩和乌吉回归线性序列。Karakteristik美国新闻署67、98 (SD: 9, 81) tahun丁宜受困奔波的1,61 (SD: 0, 61)米,培拉特奔波的66年,67年(SD: 74)公斤,IMT: 26日,28 (SD: 3, 55岁)2公斤/米,laksa tubuh: 98 persen。Sebaran kategori status giziterdiri dari berat badan kurang 2人,正常11,9人,berat badan lebih 27,27人,肥胖58,4人。Kategori massa lemak terdiri dari Kategori normal 41,6人,lebih 58,4人。韩国安塔拉斯马萨勒玛克登干100,094人,登干tingki巴干14,14人,登干IMT 55,55人。回归线性分析:人的总体质量= 2757 + 0.089 (IMT)。2 .中文翻译为:1 .中文翻译为:1 .中文翻译为:1 .中文翻译为:2 .中文翻译:这是一只企鹅,一只企鹅,一只企鹅,一只企鹅,一只企鹅。
HUBUNGAN PENGUKURAN LEMAK SUBKUTAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA LAKI-LAKI USIA LANJUT
Degenerative diseases are associated with obesity. Body mass index (BMI) measurement is a way to measure disease risk,howeverfat mass more explain metabolic conditions associated with degenerative diseases. Research shows consistent relation between these two parameters with diseases risk. This study aims to determine the association of fat mass by skinfold thickness measurement with BMI. The study design was observational with cross-sectional approach. This research was done at the UniversitasPadjadjaran in 2015. The number of subjects were 96 men with the inclusion criteria over 50 years, exclusion criteria have abnormal posture and edema. Statistical analysis used Spearman rank correlation test and a simple linear regression. Characteristics of age 67.98 (SD: 9.81) years, height 1.61 (SD: 0.61) m, weight 66.67 (SD: 10.74) kg, BMI: 26.28 (SD 3,55) kg / m 2 , body fat: 30.98 percent. The distribution of nutritional status category: underweight 2 percent, normoweight 11.9 percent, overweight 27.27 percent, obese 58.4 percent. Fat mass category: normal category 41.6 percent and overfat 58.4 percent. Correlation between fat mass with age of 0.094 percent, with heights 0.14 percent and with a BMI 0.55 percent. Simple linier regression analysis shows the equation: percent fat mass = 2,757 + 0.089. This equation means every increase of 1 BMI will increase the fat mass percent by (2.757 + 1*0.089) 2 . The implications of this equation show that BMI can predict fat mass in elderly men based on subcutaneous fat thicknessmeasurements. Penyakit degeneratif berhubungan dengan faktor risiko obesitas. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara untuk mengukur risiko penyakit, tetapi massa lemak dapat menggambarkan kondisi metabolik yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Penelitian menunjukkan hubungan konsisten antara kedua parameter ini dengan risiko penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara massa lemak berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan dengan IMT. Disain penelitian adalah observasional dengan pendekatan potong lintang . Penelitian dilakukan di kampus Universitas Padjadjaran tahun 2015. Jumlah subjek 96 laki-laki dengan kriteria inklusi di atas 50 tahun, kriteria ekslusi memiliki postur tubuh tidak normal dan edema. Variabel bebas adalah umur, tinggi badan dan IMT, variabel tergantung adalah massa lemak. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman rank dan uji regresi linier sederhana.Karakteristik usia 67,98(SD: 9,81) tahun, tinggi badan 1,61(SD : 0,61) m, berat badan 66,67 (SD : 10,74) kg, IMT: 26,28 (SD : 3,55) kg/m 2 , lemak tubuh: 30,98 persen.Sebaran kategori status giziterdiri dari berat badan kurang 2 persen, normal 11,9 persen, berat badan lebih 27,27 persen, obesitas 58,4 persen. Kategori massa lemak terdiri dari kategori normal 41,6 persen dan lebih 58,4 persen. Korelasi antara massa lemak dengan usia0,094 persen, dengan tinggi badan 0,14 persen dan dengan IMT 0,55 persen. Analisis regresi linier menghasilkan persamaan: persen massa lemak = 2,757 + 0.089 (IMT). Persamaan ini mempunyai arti setiap peningkatan 1 IMT akan meningkatkan persen massa lemak sebesar (2,757 + 1*0,089) 2 . Implikasi persamaan ini memperlihatkan IMT dapat memprediksi massa lemak pada laki-laki lanjut usia berdasarkan pengukuran tebal lemak subkutan.