{"title":"印尼司法系统中军事犯罪执行中的司法独立","authors":"Joko Sasmito","doi":"10.58829/lp.5.1.2018.16-22","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The military court has the function of carrying out judicial duties in the context of upholding law and justice by taking into account the interests of the administration of state defense and security, which in this case, is carried out by the military. However, it should be remembered that law enforcement through military courts is the last resort (ultimum remidium) when disciplinary law enforcement by superiors fails to overcome the existing problems. Military Courts are regulated in Article 10 of Law No. 31 of 1997, that Courts under Military Courts are authorized to try crimes committed in the jurisdiction of defendants, including units in their jurisdiction. The protection of judicial independence is usually considered to cover various aspects that operate at different levels, in this case, external and internal independence and institutional and individual independence. External independence refers to the independence of the judiciary from political branches (Executive and Legislative powers), as well as other non-judicial actors. However, there must be a relationship between the judiciary and political power (especially the executive). The importance of the independence, impartiality, and competence of military courts is recognized by all experts. In a number of presentations, it was noted that, in some countries, the issue of command interference and lack of institutional independence remains a source of concern. Regarding the personal jurisdiction of military courts, the Human Rights Committee has discussed this issue, stating that civilians should not submit to the jurisdiction of military courts except in exceptional circumstances. Military jurisdiction should be set aside in favor of civilian courts in cases where allegations of serious human rights violations are made against military personnel, and that military jurisdiction should be limited to military offenses.\nAbstrak\nPeradilan militer mempunyai fungsi melaksanakan tugas peradilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, yang dalam hal ini dilakukan oleh militer. Namun perlu diingat bahwa penegakan hukum melalui peradilan militer merupakan upaya terakhir (ultimum remidium) ketika penegakan hukum disiplin oleh atasan gagal mengatasi permasalahan yang ada. Peradilan Militer diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997, bahwa Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer berwenang untuk mengadili kejahatan yang dilakukan dalam wilayah hukum atau para terdakwa, termasuk unit-unit yang berada dalam wilayah hukumnya. Perlindungan independensi peradilan biasanya dianggap mencakup berbagai aspek yang beroperasi pada berbagai tingkatan, dalam hal ini independensi eksternal dan internal, serta independensi institusional dan individu. Independensi eksternal mengacu pada independensi peradilan dari cabang-cabang politik (kekuasaan eksekutif dan legislatif), serta aktor non-yudisial lainnya, meskipun harus ada hubungan antara kekuasaan yudikatif dan politik (khususnya eksekutif). Pentingnya kemandirian, ketidakberpihakan dan kompetensi pengadilan militer diakui oleh semua ahli. Dalam sejumlah presentasi, disebutkan bahwa di beberapa negara, isu campur tangan komando dan kurangnya independensi kelembagaan masih menjadi perhatian. Mengenai yurisdiksi pribadi pengadilan militer, Komite Hak Asasi Manusia telah membahas masalah ini yang menyatakan bahwa warga sipil tidak boleh tunduk pada yurisdiksi pengadilan militer kecuali dalam keadaan luar biasa. Yurisdiksi militer harus dikesampingkan demi pengadilan sipil dalam kasus-kasus di mana tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dilakukan terhadap personel militer dan bahwa yurisdiksi militer harus dibatasi pada pelanggaran militer.\nKata kunci: Kemerdekaan, Hakim, Kejahatan, Sistem Peradilan, Militer, Indonesia","PeriodicalId":181611,"journal":{"name":"Lex Publica","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-01-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Judicial Independence in the Enforcement of Military Crimes in the Indonesian Justice System\",\"authors\":\"Joko Sasmito\",\"doi\":\"10.58829/lp.5.1.2018.16-22\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"The military court has the function of carrying out judicial duties in the context of upholding law and justice by taking into account the interests of the administration of state defense and security, which in this case, is carried out by the military. However, it should be remembered that law enforcement through military courts is the last resort (ultimum remidium) when disciplinary law enforcement by superiors fails to overcome the existing problems. Military Courts are regulated in Article 10 of Law No. 31 of 1997, that Courts under Military Courts are authorized to try crimes committed in the jurisdiction of defendants, including units in their jurisdiction. The protection of judicial independence is usually considered to cover various aspects that operate at different levels, in this case, external and internal independence and institutional and individual independence. External independence refers to the independence of the judiciary from political branches (Executive and Legislative powers), as well as other non-judicial actors. However, there must be a relationship between the judiciary and political power (especially the executive). The importance of the independence, impartiality, and competence of military courts is recognized by all experts. In a number of presentations, it was noted that, in some countries, the issue of command interference and lack of institutional independence remains a source of concern. Regarding the personal jurisdiction of military courts, the Human Rights Committee has discussed this issue, stating that civilians should not submit to the jurisdiction of military courts except in exceptional circumstances. Military jurisdiction should be set aside in favor of civilian courts in cases where allegations of serious human rights violations are made against military personnel, and that military jurisdiction should be limited to military offenses.\\nAbstrak\\nPeradilan militer mempunyai fungsi melaksanakan tugas peradilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, yang dalam hal ini dilakukan oleh militer. Namun perlu diingat bahwa penegakan hukum melalui peradilan militer merupakan upaya terakhir (ultimum remidium) ketika penegakan hukum disiplin oleh atasan gagal mengatasi permasalahan yang ada. Peradilan Militer diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997, bahwa Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer berwenang untuk mengadili kejahatan yang dilakukan dalam wilayah hukum atau para terdakwa, termasuk unit-unit yang berada dalam wilayah hukumnya. Perlindungan independensi peradilan biasanya dianggap mencakup berbagai aspek yang beroperasi pada berbagai tingkatan, dalam hal ini independensi eksternal dan internal, serta independensi institusional dan individu. Independensi eksternal mengacu pada independensi peradilan dari cabang-cabang politik (kekuasaan eksekutif dan legislatif), serta aktor non-yudisial lainnya, meskipun harus ada hubungan antara kekuasaan yudikatif dan politik (khususnya eksekutif). Pentingnya kemandirian, ketidakberpihakan dan kompetensi pengadilan militer diakui oleh semua ahli. Dalam sejumlah presentasi, disebutkan bahwa di beberapa negara, isu campur tangan komando dan kurangnya independensi kelembagaan masih menjadi perhatian. Mengenai yurisdiksi pribadi pengadilan militer, Komite Hak Asasi Manusia telah membahas masalah ini yang menyatakan bahwa warga sipil tidak boleh tunduk pada yurisdiksi pengadilan militer kecuali dalam keadaan luar biasa. Yurisdiksi militer harus dikesampingkan demi pengadilan sipil dalam kasus-kasus di mana tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dilakukan terhadap personel militer dan bahwa yurisdiksi militer harus dibatasi pada pelanggaran militer.\\nKata kunci: Kemerdekaan, Hakim, Kejahatan, Sistem Peradilan, Militer, Indonesia\",\"PeriodicalId\":181611,\"journal\":{\"name\":\"Lex Publica\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-01-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Lex Publica\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58829/lp.5.1.2018.16-22\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Lex Publica","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58829/lp.5.1.2018.16-22","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
军事法院的职能是在维护法律和正义的背景下履行司法职责,同时考虑到国防和安全管理的利益,在这种情况下,国防和安全管理是由军队进行的。但是,应该记住,当上级纪律执法不能克服存在的问题时,通过军事法院执法是最后的手段(最后期限)。1997年第31号法律第10条规定军事法院有权审判在被告管辖范围内,包括在其管辖范围内的单位所犯的罪行。保护司法独立通常被认为包括在不同层次上运作的各个方面,在本例中包括外部和内部独立以及机构和个人独立。外部独立是指司法机关独立于政治部门(行政权和立法权)以及其他非司法行为者。然而,司法和政治权力(尤其是行政权力)之间必须有一种关系。所有专家都认识到军事法庭的独立性、公正性和能力的重要性。在一些发言中,有人指出,在一些国家,指挥干涉和缺乏机构独立性的问题仍然令人关切。关于军事法院的属人管辖权,人权事务委员会讨论了这个问题,指出平民不应接受军事法院的管辖,除非在特殊情况下。在对军事人员提出严重侵犯人权指控的案件中,应将军事管辖权留给民事法庭,军事管辖权应限于军事罪行。【摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】【中文】Namun perlu diingat bahwa penegakan hukum melalui peradilan militer merupakan upaya terakhir(最后的通知)ketika penegakan hukum disisplin oleh atasan gagal mengatasi permasalahan yang ada。1997年7月31日,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯,巴巴多斯。perlindongan peradilan biasanya dianggap menakup berbagai askang beroperasi padberbagai tingkatan, dalam hal ini independensi eksternal dan内部,serta independensi机构dan个人。独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主,独立自主。彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说,彭廷宁说。Dalam sejumlah presentasi, disebutkan bahwa di beberapa negara, isu campur tangan komando dan kurangnya independensi kelembagaan masih menjadi perhatii。孟吉奈(Mengenai yurisdiksi pribadi pengadilan military), Komite Hak Asasi Manusia telah成员bahas masalah ini yang menyatakan bahwa warga sipiltiak bolduk pada yurisdiksi pengadilan military kecuali dalam keadaan luar biasa。你是什么意思?你是什么意思?你是什么意思?你是什么意思?你是什么意思?Kata kunci: Kemerdekaan, Hakim, Kejahatan, system Peradilan, Militer,印度尼西亚
Judicial Independence in the Enforcement of Military Crimes in the Indonesian Justice System
The military court has the function of carrying out judicial duties in the context of upholding law and justice by taking into account the interests of the administration of state defense and security, which in this case, is carried out by the military. However, it should be remembered that law enforcement through military courts is the last resort (ultimum remidium) when disciplinary law enforcement by superiors fails to overcome the existing problems. Military Courts are regulated in Article 10 of Law No. 31 of 1997, that Courts under Military Courts are authorized to try crimes committed in the jurisdiction of defendants, including units in their jurisdiction. The protection of judicial independence is usually considered to cover various aspects that operate at different levels, in this case, external and internal independence and institutional and individual independence. External independence refers to the independence of the judiciary from political branches (Executive and Legislative powers), as well as other non-judicial actors. However, there must be a relationship between the judiciary and political power (especially the executive). The importance of the independence, impartiality, and competence of military courts is recognized by all experts. In a number of presentations, it was noted that, in some countries, the issue of command interference and lack of institutional independence remains a source of concern. Regarding the personal jurisdiction of military courts, the Human Rights Committee has discussed this issue, stating that civilians should not submit to the jurisdiction of military courts except in exceptional circumstances. Military jurisdiction should be set aside in favor of civilian courts in cases where allegations of serious human rights violations are made against military personnel, and that military jurisdiction should be limited to military offenses.
Abstrak
Peradilan militer mempunyai fungsi melaksanakan tugas peradilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, yang dalam hal ini dilakukan oleh militer. Namun perlu diingat bahwa penegakan hukum melalui peradilan militer merupakan upaya terakhir (ultimum remidium) ketika penegakan hukum disiplin oleh atasan gagal mengatasi permasalahan yang ada. Peradilan Militer diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997, bahwa Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer berwenang untuk mengadili kejahatan yang dilakukan dalam wilayah hukum atau para terdakwa, termasuk unit-unit yang berada dalam wilayah hukumnya. Perlindungan independensi peradilan biasanya dianggap mencakup berbagai aspek yang beroperasi pada berbagai tingkatan, dalam hal ini independensi eksternal dan internal, serta independensi institusional dan individu. Independensi eksternal mengacu pada independensi peradilan dari cabang-cabang politik (kekuasaan eksekutif dan legislatif), serta aktor non-yudisial lainnya, meskipun harus ada hubungan antara kekuasaan yudikatif dan politik (khususnya eksekutif). Pentingnya kemandirian, ketidakberpihakan dan kompetensi pengadilan militer diakui oleh semua ahli. Dalam sejumlah presentasi, disebutkan bahwa di beberapa negara, isu campur tangan komando dan kurangnya independensi kelembagaan masih menjadi perhatian. Mengenai yurisdiksi pribadi pengadilan militer, Komite Hak Asasi Manusia telah membahas masalah ini yang menyatakan bahwa warga sipil tidak boleh tunduk pada yurisdiksi pengadilan militer kecuali dalam keadaan luar biasa. Yurisdiksi militer harus dikesampingkan demi pengadilan sipil dalam kasus-kasus di mana tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dilakukan terhadap personel militer dan bahwa yurisdiksi militer harus dibatasi pada pelanggaran militer.
Kata kunci: Kemerdekaan, Hakim, Kejahatan, Sistem Peradilan, Militer, Indonesia