任何构成腐败行为的公司的刑事责任和刑事责任的标准

Iwan Kurniawan
{"title":"任何构成腐败行为的公司的刑事责任和刑事责任的标准","authors":"Iwan Kurniawan","doi":"10.31933/unesrev.v5i3.444","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Proses peradilan tindak pidana korupsi yang berlangsung di beberapa pengadilan tipikor, memperlihatkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu (perseorangan) melainkan juga oleh korporasi. Dalam beberapa putusan perkara korupsi, indikasi tersebut bahkan tersurat pada pernyataan bahwa kerugian negara dalam kasus tersebut dinikmati oleh korporasi, sehingga korporasilah yang seharusnya dihukum untuk mengganti kerugian negara tersebut (putusan perkara IM2 dan Asian Agri). Namun praktik penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi hingga saat ini, mencatat hanya sedikit kasus dimana korporasi diadili dan kemudian dihukum sebagai pelaku tindak pidana korupsi, yaitu perkara PT. Giri Jaladhi Wana di PN Banjarmasin dan perkara PT NKE di Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai salah satu upaya luar biasa. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kelemahan pada subtansi hukum, yaitu tidak jelasnya indikator menentukan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, serta menentukan pihak yang dipertanggungjawabkan. Kelemahan pada subtansi hukum, menjadi salah satu faktor penyebab jarangnya diterapkan pertanggungjawaban pidana korupsi pada korporasi, disamping faktor pada struktur hukum dan budaya hukum internal. Penegak hukum belum memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi dan batasan-batasan dalam menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam perkara korupsi, sebagai bagian dari upaya percepatan pemberantasan korupsi. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UU Pemberantasan Pencucian Uang dapat dijadikan model dalam menentukan pertanggungjawaban korporasi. Proses peradilan terhadap individu dan korporasi dilakukan sekaligus dalam satu berkas. Ini disebabkan terbuktinya perbuatan pelaku sekaligus juga membuktikan perbuatan korporasi, karena korporasi bertindak melalui pengurusnya. Model ini tidak hanya akan mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah, tapi juga menghindari humiliation ganda pada pelaku individu, karena harus mewakili korporasi dalam proses tersebut. Guna meningkatkan penegakan hukum terhadap korporasi korup, perlu dilakukan revisi terhadap UU P-TPK yang dilakukan secara sinergis dengan aturan-aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP, khususnya pengaturan tentang kriteria penentuan tindak pidana dilakukan oleh korporasi, kriteria pertanggungjawaban korporasi, serta alternatif sanksi pidana yang lebih memenuhi rasa keadilan.","PeriodicalId":193737,"journal":{"name":"UNES Law Review","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"KRITERIA UNTUK MENENENTUKAN BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI\",\"authors\":\"Iwan Kurniawan\",\"doi\":\"10.31933/unesrev.v5i3.444\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Proses peradilan tindak pidana korupsi yang berlangsung di beberapa pengadilan tipikor, memperlihatkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu (perseorangan) melainkan juga oleh korporasi. Dalam beberapa putusan perkara korupsi, indikasi tersebut bahkan tersurat pada pernyataan bahwa kerugian negara dalam kasus tersebut dinikmati oleh korporasi, sehingga korporasilah yang seharusnya dihukum untuk mengganti kerugian negara tersebut (putusan perkara IM2 dan Asian Agri). Namun praktik penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi hingga saat ini, mencatat hanya sedikit kasus dimana korporasi diadili dan kemudian dihukum sebagai pelaku tindak pidana korupsi, yaitu perkara PT. Giri Jaladhi Wana di PN Banjarmasin dan perkara PT NKE di Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai salah satu upaya luar biasa. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kelemahan pada subtansi hukum, yaitu tidak jelasnya indikator menentukan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, serta menentukan pihak yang dipertanggungjawabkan. Kelemahan pada subtansi hukum, menjadi salah satu faktor penyebab jarangnya diterapkan pertanggungjawaban pidana korupsi pada korporasi, disamping faktor pada struktur hukum dan budaya hukum internal. Penegak hukum belum memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi dan batasan-batasan dalam menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam perkara korupsi, sebagai bagian dari upaya percepatan pemberantasan korupsi. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UU Pemberantasan Pencucian Uang dapat dijadikan model dalam menentukan pertanggungjawaban korporasi. Proses peradilan terhadap individu dan korporasi dilakukan sekaligus dalam satu berkas. Ini disebabkan terbuktinya perbuatan pelaku sekaligus juga membuktikan perbuatan korporasi, karena korporasi bertindak melalui pengurusnya. Model ini tidak hanya akan mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah, tapi juga menghindari humiliation ganda pada pelaku individu, karena harus mewakili korporasi dalam proses tersebut. Guna meningkatkan penegakan hukum terhadap korporasi korup, perlu dilakukan revisi terhadap UU P-TPK yang dilakukan secara sinergis dengan aturan-aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP, khususnya pengaturan tentang kriteria penentuan tindak pidana dilakukan oleh korporasi, kriteria pertanggungjawaban korporasi, serta alternatif sanksi pidana yang lebih memenuhi rasa keadilan.\",\"PeriodicalId\":193737,\"journal\":{\"name\":\"UNES Law Review\",\"volume\":\"7 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-03-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"UNES Law Review\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.31933/unesrev.v5i3.444\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"UNES Law Review","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31933/unesrev.v5i3.444","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

在几个刑事法庭中发生的腐败刑事司法程序表明,腐败不仅是由个人实施的,而且是由企业执行的。在一些腐败裁决中,甚至有迹象表明,这些指控中国家的损失是由企业享受的,因此该公司应该受到惩罚,赔偿其损失(IM2和亚洲农业裁决)。但是,到目前为止,对腐败罪犯的执法实践记录了很少有案件是这样的:一家公司在PN Banjarmasin对PT. Giri Jaladhi Wana定罪,然后被判为腐败罪犯,案件发生在印度尼西亚的典型上诉上诉中。尽管《打击犯罪法》腐败使企业犯罪责任成为一项非凡的努力。研究表明,法律的分量、腐败犯罪的不明确指标以及对其责任的衡量标准存在缺陷。法律分量的缺陷是对腐败集团犯罪责任的一个因素,也是对其法律结构和内部法律文化因素的一个因素。执法部门还没有相同的看法,即将公司的刑事责任责任应用于腐败行为的重要性,以及将企业犯罪责任的局限性,作为迅速遏制腐败努力的一部分。制止洗钱法中的企业犯罪责任组织可以成为决定企业责任的榜样。对个人和企业的司法程序是一次处理一个文件。这是有证据的,也有证据证明公司的行为,因为公司是通过董事会行事的。这种模式不仅体现了快速、简单、廉价的司法原则,而且还避免了对个人参与者的双重羞辱,因为它必须在这个过程中代表企业。提高企业对执法腐败,需要协同地做P-TPK法案的修订后第一2023年法案中关于刑法规则,尤其是关于重罪测定标准由公司安排替代责任企业标准、更充满正义感的刑事制裁。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
KRITERIA UNTUK MENENENTUKAN BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Proses peradilan tindak pidana korupsi yang berlangsung di beberapa pengadilan tipikor, memperlihatkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu (perseorangan) melainkan juga oleh korporasi. Dalam beberapa putusan perkara korupsi, indikasi tersebut bahkan tersurat pada pernyataan bahwa kerugian negara dalam kasus tersebut dinikmati oleh korporasi, sehingga korporasilah yang seharusnya dihukum untuk mengganti kerugian negara tersebut (putusan perkara IM2 dan Asian Agri). Namun praktik penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi hingga saat ini, mencatat hanya sedikit kasus dimana korporasi diadili dan kemudian dihukum sebagai pelaku tindak pidana korupsi, yaitu perkara PT. Giri Jaladhi Wana di PN Banjarmasin dan perkara PT NKE di Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai salah satu upaya luar biasa. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kelemahan pada subtansi hukum, yaitu tidak jelasnya indikator menentukan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, serta menentukan pihak yang dipertanggungjawabkan. Kelemahan pada subtansi hukum, menjadi salah satu faktor penyebab jarangnya diterapkan pertanggungjawaban pidana korupsi pada korporasi, disamping faktor pada struktur hukum dan budaya hukum internal. Penegak hukum belum memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi dan batasan-batasan dalam menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam perkara korupsi, sebagai bagian dari upaya percepatan pemberantasan korupsi. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UU Pemberantasan Pencucian Uang dapat dijadikan model dalam menentukan pertanggungjawaban korporasi. Proses peradilan terhadap individu dan korporasi dilakukan sekaligus dalam satu berkas. Ini disebabkan terbuktinya perbuatan pelaku sekaligus juga membuktikan perbuatan korporasi, karena korporasi bertindak melalui pengurusnya. Model ini tidak hanya akan mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah, tapi juga menghindari humiliation ganda pada pelaku individu, karena harus mewakili korporasi dalam proses tersebut. Guna meningkatkan penegakan hukum terhadap korporasi korup, perlu dilakukan revisi terhadap UU P-TPK yang dilakukan secara sinergis dengan aturan-aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP, khususnya pengaturan tentang kriteria penentuan tindak pidana dilakukan oleh korporasi, kriteria pertanggungjawaban korporasi, serta alternatif sanksi pidana yang lebih memenuhi rasa keadilan.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信