{"title":"PEDANG PENINGGALAN PRABU SILIWANGI DARI PANJALU, CIAMIS, JAWA BARAT","authors":"T. Tendi","doi":"10.24832/nw.v16i1.467","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pedang Sanghyang Borosngora adalah pedang yang diyakini oleh sebagian masyarakat Panjalu sebagai pemberian Sayyidina Ali kepada Prabu Borosngora. Pedang yang sekarang disimpan di Bumi Alit, Panjalu, dan merupakan artefak penting dalam sejarah masyarakat Ciamis dan Sunda, karena memuat nilai-nilai kultural masa lalu yang dapat diidentifikasi sebagai sumber penulisan sejarah. Informasi yang bias tentang Pedang Sanghyang Borosngora adalah masalah utama penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menarasikan sejarah Pedang Prabu Siliwangi dan bagian-bagiannya secara detail sesuai dengan pakem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur review dengan menelaah sumber arsip, dan melakukan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber-sumber tradisional yang dianggap otoritatif oleh masyarakat terkait narasi sejarah Pedang Sanghyang Borosngora mengalami perubahan sejak awal abad ke-20 Masehi. Hal tersebut terjadi karena sejak masa itu Pedang Sanghyang Borosngora mulai dikenal sebagai Pedang Sayyidina Ali, padahal sebelumnya pedang itu diriwayatkan sebagai pedang pemberian Prabu Siliwangi kepada Raja Panjalu. Selain itu, ditemukan kesamaan yang spesifik dari pedang ini dengan pedang-pedang lain yang berasal dari Kerajaan Sunda. Dengan demikian, Pedang Sanghyang Borosngora lebih cocok untuk disebut sebagai Pedang Prabu Siliwangi. \nThe Sanghyang Borosngora sword is believed by some Panjalu people to have been given by Sayyidina Ali to King Borosngora. The sword is now stored in Bumi Alit, Panjalu, and is known as an important artifact in the history of the Ciamis and Sundanese people due to its old cultural values which can be identified as a source of historical writing. Biased information about the sword of Sanghyang Borosngora is the main issue of this research. This study aims to narrate the history of King Siliwangi's sword and its parts in detail according to its standard narration. The method used in this study was literature reviews by examining archival sources and making direct observations. The study suggests that traditional sources which are considered authoritative by the community regarding the historical narrative of the sword of Sanghyang Borosngora have changed since the early 20th century. Such a circumstance occurred because since the early 20th century the Sanghyang Borosngora Sword began to be known as the Sayyidina Ali Sword, even though previously the sword was narrated as a sword given by Prabu Siliwangi to King Panjalu. Additionally, specific similarities were found between this sword and other swords originating from the Kingdom of Sunda. Thus, the Sanghyang Borosngora Sword is more suitable to be called the Prabu Siliwangi Sword.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Naditira Widya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24832/nw.v16i1.467","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
PEDANG PENINGGALAN PRABU SILIWANGI DARI PANJALU, CIAMIS, JAWA BARAT
Pedang Sanghyang Borosngora adalah pedang yang diyakini oleh sebagian masyarakat Panjalu sebagai pemberian Sayyidina Ali kepada Prabu Borosngora. Pedang yang sekarang disimpan di Bumi Alit, Panjalu, dan merupakan artefak penting dalam sejarah masyarakat Ciamis dan Sunda, karena memuat nilai-nilai kultural masa lalu yang dapat diidentifikasi sebagai sumber penulisan sejarah. Informasi yang bias tentang Pedang Sanghyang Borosngora adalah masalah utama penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menarasikan sejarah Pedang Prabu Siliwangi dan bagian-bagiannya secara detail sesuai dengan pakem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur review dengan menelaah sumber arsip, dan melakukan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber-sumber tradisional yang dianggap otoritatif oleh masyarakat terkait narasi sejarah Pedang Sanghyang Borosngora mengalami perubahan sejak awal abad ke-20 Masehi. Hal tersebut terjadi karena sejak masa itu Pedang Sanghyang Borosngora mulai dikenal sebagai Pedang Sayyidina Ali, padahal sebelumnya pedang itu diriwayatkan sebagai pedang pemberian Prabu Siliwangi kepada Raja Panjalu. Selain itu, ditemukan kesamaan yang spesifik dari pedang ini dengan pedang-pedang lain yang berasal dari Kerajaan Sunda. Dengan demikian, Pedang Sanghyang Borosngora lebih cocok untuk disebut sebagai Pedang Prabu Siliwangi.
The Sanghyang Borosngora sword is believed by some Panjalu people to have been given by Sayyidina Ali to King Borosngora. The sword is now stored in Bumi Alit, Panjalu, and is known as an important artifact in the history of the Ciamis and Sundanese people due to its old cultural values which can be identified as a source of historical writing. Biased information about the sword of Sanghyang Borosngora is the main issue of this research. This study aims to narrate the history of King Siliwangi's sword and its parts in detail according to its standard narration. The method used in this study was literature reviews by examining archival sources and making direct observations. The study suggests that traditional sources which are considered authoritative by the community regarding the historical narrative of the sword of Sanghyang Borosngora have changed since the early 20th century. Such a circumstance occurred because since the early 20th century the Sanghyang Borosngora Sword began to be known as the Sayyidina Ali Sword, even though previously the sword was narrated as a sword given by Prabu Siliwangi to King Panjalu. Additionally, specific similarities were found between this sword and other swords originating from the Kingdom of Sunda. Thus, the Sanghyang Borosngora Sword is more suitable to be called the Prabu Siliwangi Sword.