{"title":"进入生态中心:走伦理生态学的道路","authors":"Ghanesya Hari Murti","doi":"10.22219/SATWIKA.VOL2.NO2.87-94","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Upaya untuk menghidupkan relasi yang harmonis antara manusia dengan alam selalu gagal dan menemukan polemik kendati kondisi tersebut selalu diidealkan bersama. Tentunya, usaha tersebut tidak hanya membutuhkan pikiran kritis tapi juga dorongan etis yang kuat. Posisi etis itu ada pada upaya untuk pindah dari cara berpikir antroposentris yang berpihak untuk mendominasi alam demi kebutuhan manusia menuju cara berpikir ekosentris yang menganggap bahwa kepentingan alam juga harus diikutkan haknya sebagai subjek hukum. Tulisan ini dengan begitu hendak 1) memberikan ilustrasi posisi etis pada dua peristiwa yang melibatkan alam sebagai sebagai subjek dan non subjek hukum, 2) mengurai argumentasi etis yang betengkar dan saling melegitimasi tindakan moral pada alam 3) menunjukkan argumentasi para intelektual khas libertarian Amerika yang berupaya menunjukkan posisi ecocentris yang mereka alami. Sederet perjalanan pemikiran para environmentalists itu dimaksudkan untuk merunut argumentasi akademis mengapa memberikan legal standing bagi sungai ataupun sebuah taman nasional menjadi normal. Sehingga muncul konsekuensi bahwa alam juga mampu menuntut hak yang sama di mata hukum untuk dihitung kepentingannya yang dilukai oleh manusia. Hanya dengan begitu, hak sungai untuk tetap jernih, burung untuk tetap berkepak dan lembah untuk tetap berlekuk bisa dinikmati sebagai buah perkembangan peradaban yang lebih etis.","PeriodicalId":150903,"journal":{"name":"JURNAL SATWIKA","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Menuju Ecocentrisme: Menapaki Jalan Ekologis yang Etis\",\"authors\":\"Ghanesya Hari Murti\",\"doi\":\"10.22219/SATWIKA.VOL2.NO2.87-94\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Upaya untuk menghidupkan relasi yang harmonis antara manusia dengan alam selalu gagal dan menemukan polemik kendati kondisi tersebut selalu diidealkan bersama. Tentunya, usaha tersebut tidak hanya membutuhkan pikiran kritis tapi juga dorongan etis yang kuat. Posisi etis itu ada pada upaya untuk pindah dari cara berpikir antroposentris yang berpihak untuk mendominasi alam demi kebutuhan manusia menuju cara berpikir ekosentris yang menganggap bahwa kepentingan alam juga harus diikutkan haknya sebagai subjek hukum. Tulisan ini dengan begitu hendak 1) memberikan ilustrasi posisi etis pada dua peristiwa yang melibatkan alam sebagai sebagai subjek dan non subjek hukum, 2) mengurai argumentasi etis yang betengkar dan saling melegitimasi tindakan moral pada alam 3) menunjukkan argumentasi para intelektual khas libertarian Amerika yang berupaya menunjukkan posisi ecocentris yang mereka alami. Sederet perjalanan pemikiran para environmentalists itu dimaksudkan untuk merunut argumentasi akademis mengapa memberikan legal standing bagi sungai ataupun sebuah taman nasional menjadi normal. Sehingga muncul konsekuensi bahwa alam juga mampu menuntut hak yang sama di mata hukum untuk dihitung kepentingannya yang dilukai oleh manusia. Hanya dengan begitu, hak sungai untuk tetap jernih, burung untuk tetap berkepak dan lembah untuk tetap berlekuk bisa dinikmati sebagai buah perkembangan peradaban yang lebih etis.\",\"PeriodicalId\":150903,\"journal\":{\"name\":\"JURNAL SATWIKA\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-03-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"JURNAL SATWIKA\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22219/SATWIKA.VOL2.NO2.87-94\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JURNAL SATWIKA","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22219/SATWIKA.VOL2.NO2.87-94","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Menuju Ecocentrisme: Menapaki Jalan Ekologis yang Etis
Upaya untuk menghidupkan relasi yang harmonis antara manusia dengan alam selalu gagal dan menemukan polemik kendati kondisi tersebut selalu diidealkan bersama. Tentunya, usaha tersebut tidak hanya membutuhkan pikiran kritis tapi juga dorongan etis yang kuat. Posisi etis itu ada pada upaya untuk pindah dari cara berpikir antroposentris yang berpihak untuk mendominasi alam demi kebutuhan manusia menuju cara berpikir ekosentris yang menganggap bahwa kepentingan alam juga harus diikutkan haknya sebagai subjek hukum. Tulisan ini dengan begitu hendak 1) memberikan ilustrasi posisi etis pada dua peristiwa yang melibatkan alam sebagai sebagai subjek dan non subjek hukum, 2) mengurai argumentasi etis yang betengkar dan saling melegitimasi tindakan moral pada alam 3) menunjukkan argumentasi para intelektual khas libertarian Amerika yang berupaya menunjukkan posisi ecocentris yang mereka alami. Sederet perjalanan pemikiran para environmentalists itu dimaksudkan untuk merunut argumentasi akademis mengapa memberikan legal standing bagi sungai ataupun sebuah taman nasional menjadi normal. Sehingga muncul konsekuensi bahwa alam juga mampu menuntut hak yang sama di mata hukum untuk dihitung kepentingannya yang dilukai oleh manusia. Hanya dengan begitu, hak sungai untuk tetap jernih, burung untuk tetap berkepak dan lembah untuk tetap berlekuk bisa dinikmati sebagai buah perkembangan peradaban yang lebih etis.