Acidieni Hartati, Arika Yustafida Nafisa, T. Hidayanti
{"title":"Pilkada中的肉毒杆菌:2018年圣轮中的肉毒杆菌研究工作模式和转变","authors":"Acidieni Hartati, Arika Yustafida Nafisa, T. Hidayanti","doi":"10.22146/polgov.v1i1.48301","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Artikel ini mengelaborasi pola kerja botoh dalam vote buying di pemilihan bupati Kudus 2018. Studi botoh pada umumnya melihat botoh sebagai aktor yang hanya meraup keuntungan finansial dari proses demokrasi di aras lokal. Dalam artikel ini, botoh diletakkan sebagai aktor non elektoral informal yang tidak saja memengaruhi perilaku politik pemilih tetapi juga mampu memengaruhi perolehan suara, bahkan membalikkan hasil akhir dalam pilkada. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti berusaha menggali data dengan wawancara, observasi sekaligus mengumpulkan data dokumentasi dari instansi terkait, diharapkan mampu mendeskripsikan dan menganalisis pola kerja botoh dalam pilkada Kudus 2018. Studi ini menunjukkan dengan kerja tim dalam sebuah jaringan yang dibentuk, botoh mampu membalikkan hasil akhir perolehan suara. Dari penelitian ini, ditemukan pola kerja botoh menjadi empat kategori berdasarkan tujuan dan cara kerjanya, yaitu (1) murni taruhan, (2) tujuan ekonomi/taruhan yang dibalut dengan tindakan politik, (3) botoh yang menjadi bagian mekanisme pemenangan kandidat, dan (4) botoh pemodal. Kategori tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi pola kerja botoh yang pada awalnya merupakan kegiatan judi taruhan menjadi judi politik. Dan, transformasi pola kerja botoh ini pada akhirnya justru merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri karena ikut menyumbang terbentuknya pragmatisme perilaku pemilih. ","PeriodicalId":228269,"journal":{"name":"Jurnal PolGov","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"8","resultStr":"{\"title\":\"Botoh dalam Pilkada: Studi Pola Kerja dan Transformasi Botoh dalam Pilkada Kudus 2018\",\"authors\":\"Acidieni Hartati, Arika Yustafida Nafisa, T. Hidayanti\",\"doi\":\"10.22146/polgov.v1i1.48301\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Artikel ini mengelaborasi pola kerja botoh dalam vote buying di pemilihan bupati Kudus 2018. Studi botoh pada umumnya melihat botoh sebagai aktor yang hanya meraup keuntungan finansial dari proses demokrasi di aras lokal. Dalam artikel ini, botoh diletakkan sebagai aktor non elektoral informal yang tidak saja memengaruhi perilaku politik pemilih tetapi juga mampu memengaruhi perolehan suara, bahkan membalikkan hasil akhir dalam pilkada. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti berusaha menggali data dengan wawancara, observasi sekaligus mengumpulkan data dokumentasi dari instansi terkait, diharapkan mampu mendeskripsikan dan menganalisis pola kerja botoh dalam pilkada Kudus 2018. Studi ini menunjukkan dengan kerja tim dalam sebuah jaringan yang dibentuk, botoh mampu membalikkan hasil akhir perolehan suara. Dari penelitian ini, ditemukan pola kerja botoh menjadi empat kategori berdasarkan tujuan dan cara kerjanya, yaitu (1) murni taruhan, (2) tujuan ekonomi/taruhan yang dibalut dengan tindakan politik, (3) botoh yang menjadi bagian mekanisme pemenangan kandidat, dan (4) botoh pemodal. Kategori tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi pola kerja botoh yang pada awalnya merupakan kegiatan judi taruhan menjadi judi politik. Dan, transformasi pola kerja botoh ini pada akhirnya justru merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri karena ikut menyumbang terbentuknya pragmatisme perilaku pemilih. \",\"PeriodicalId\":228269,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal PolGov\",\"volume\":\"33 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-07-29\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"8\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal PolGov\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22146/polgov.v1i1.48301\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal PolGov","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22146/polgov.v1i1.48301","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Botoh dalam Pilkada: Studi Pola Kerja dan Transformasi Botoh dalam Pilkada Kudus 2018
Artikel ini mengelaborasi pola kerja botoh dalam vote buying di pemilihan bupati Kudus 2018. Studi botoh pada umumnya melihat botoh sebagai aktor yang hanya meraup keuntungan finansial dari proses demokrasi di aras lokal. Dalam artikel ini, botoh diletakkan sebagai aktor non elektoral informal yang tidak saja memengaruhi perilaku politik pemilih tetapi juga mampu memengaruhi perolehan suara, bahkan membalikkan hasil akhir dalam pilkada. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti berusaha menggali data dengan wawancara, observasi sekaligus mengumpulkan data dokumentasi dari instansi terkait, diharapkan mampu mendeskripsikan dan menganalisis pola kerja botoh dalam pilkada Kudus 2018. Studi ini menunjukkan dengan kerja tim dalam sebuah jaringan yang dibentuk, botoh mampu membalikkan hasil akhir perolehan suara. Dari penelitian ini, ditemukan pola kerja botoh menjadi empat kategori berdasarkan tujuan dan cara kerjanya, yaitu (1) murni taruhan, (2) tujuan ekonomi/taruhan yang dibalut dengan tindakan politik, (3) botoh yang menjadi bagian mekanisme pemenangan kandidat, dan (4) botoh pemodal. Kategori tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi pola kerja botoh yang pada awalnya merupakan kegiatan judi taruhan menjadi judi politik. Dan, transformasi pola kerja botoh ini pada akhirnya justru merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri karena ikut menyumbang terbentuknya pragmatisme perilaku pemilih.