Andry Harijanto, H. Ma’akir, Subanrio Subanrio, Joko Susetyanto
{"title":"通过和平协议解决部落冲突的模式","authors":"Andry Harijanto, H. Ma’akir, Subanrio Subanrio, Joko Susetyanto","doi":"10.33369/jkutei.v22i1.22836","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tujuan khusus penelitian adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan: penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Untuk mencapai tujuan khusus tersebut digunakan pendekatan kualitatif dan antropologi hukum. Teknik pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara mendalam, dan pengumpulan data sekunder. Sedangkan analisis data adalah kualitatif, yang dilakukan secara terus menerus sejak awal penelitian sampai dengan akhir penelitian. Hasil penelitian adalah: Penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Dalam penyelesaian sengketa ini pertamakali diselesaikan oleh para fungsionaris adat Kaum, yaitu terdiri dari Kepala Kaum,Wakil Kepala Kaum, Orang Tua Kaum, dan Pegawai Syarak Kaum. Apabila penyelesaian sengketa melalui fungsionaris adat Kaum tidak berhasil, maka sengketa tersebut akan dibawa oleh para pihak yang bersengketa melalui fungsionaris adat (Penghulu Adat) dari Badan Musyawarah Adat (BMA) di desa (kelurahan), kecamatan, dan kabupaten. Pranata perdamaian adat Kaum ini sifatnya tidak statis, artinya dalam menentukan denda adat setiap pelanggaran adat tidak selalu sama tetapi berdasarkan keadaan dan kemampuan para pihak yang bersengketa. Penentuan denda adat ini lebih bersifat sekunder, sedangkan yang bersifat primer adalah “damai”, yaitu adanya kehidupan antara warga adat Kaum, yang saling bantu membantu (tolong menolong atau gotomg royong), suasana persahabatan, suasana keakraban, dan hubungan kekeluargaan.","PeriodicalId":244933,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Kutei","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Model Penyelesaian Pelanggaran Adat Melalui Pranata Perdamaian Adat Kaum\",\"authors\":\"Andry Harijanto, H. Ma’akir, Subanrio Subanrio, Joko Susetyanto\",\"doi\":\"10.33369/jkutei.v22i1.22836\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Tujuan khusus penelitian adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan: penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Untuk mencapai tujuan khusus tersebut digunakan pendekatan kualitatif dan antropologi hukum. Teknik pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara mendalam, dan pengumpulan data sekunder. Sedangkan analisis data adalah kualitatif, yang dilakukan secara terus menerus sejak awal penelitian sampai dengan akhir penelitian. Hasil penelitian adalah: Penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Dalam penyelesaian sengketa ini pertamakali diselesaikan oleh para fungsionaris adat Kaum, yaitu terdiri dari Kepala Kaum,Wakil Kepala Kaum, Orang Tua Kaum, dan Pegawai Syarak Kaum. Apabila penyelesaian sengketa melalui fungsionaris adat Kaum tidak berhasil, maka sengketa tersebut akan dibawa oleh para pihak yang bersengketa melalui fungsionaris adat (Penghulu Adat) dari Badan Musyawarah Adat (BMA) di desa (kelurahan), kecamatan, dan kabupaten. Pranata perdamaian adat Kaum ini sifatnya tidak statis, artinya dalam menentukan denda adat setiap pelanggaran adat tidak selalu sama tetapi berdasarkan keadaan dan kemampuan para pihak yang bersengketa. Penentuan denda adat ini lebih bersifat sekunder, sedangkan yang bersifat primer adalah “damai”, yaitu adanya kehidupan antara warga adat Kaum, yang saling bantu membantu (tolong menolong atau gotomg royong), suasana persahabatan, suasana keakraban, dan hubungan kekeluargaan.\",\"PeriodicalId\":244933,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Ilmiah Kutei\",\"volume\":\"4 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-07-20\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Ilmiah Kutei\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.33369/jkutei.v22i1.22836\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmiah Kutei","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33369/jkutei.v22i1.22836","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Model Penyelesaian Pelanggaran Adat Melalui Pranata Perdamaian Adat Kaum
Tujuan khusus penelitian adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan: penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Untuk mencapai tujuan khusus tersebut digunakan pendekatan kualitatif dan antropologi hukum. Teknik pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara mendalam, dan pengumpulan data sekunder. Sedangkan analisis data adalah kualitatif, yang dilakukan secara terus menerus sejak awal penelitian sampai dengan akhir penelitian. Hasil penelitian adalah: Penyelesaian pelanggaran adat menurut Pranata Perdamaian Adat Kaum. Dalam penyelesaian sengketa ini pertamakali diselesaikan oleh para fungsionaris adat Kaum, yaitu terdiri dari Kepala Kaum,Wakil Kepala Kaum, Orang Tua Kaum, dan Pegawai Syarak Kaum. Apabila penyelesaian sengketa melalui fungsionaris adat Kaum tidak berhasil, maka sengketa tersebut akan dibawa oleh para pihak yang bersengketa melalui fungsionaris adat (Penghulu Adat) dari Badan Musyawarah Adat (BMA) di desa (kelurahan), kecamatan, dan kabupaten. Pranata perdamaian adat Kaum ini sifatnya tidak statis, artinya dalam menentukan denda adat setiap pelanggaran adat tidak selalu sama tetapi berdasarkan keadaan dan kemampuan para pihak yang bersengketa. Penentuan denda adat ini lebih bersifat sekunder, sedangkan yang bersifat primer adalah “damai”, yaitu adanya kehidupan antara warga adat Kaum, yang saling bantu membantu (tolong menolong atau gotomg royong), suasana persahabatan, suasana keakraban, dan hubungan kekeluargaan.