{"title":"Kedudukan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Anak Sebagai Korban Pelecehan Seksual di Aceh","authors":"Krisna Nanda Aufa","doi":"10.22515/alahkam.v6i2.3662","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This article is motivated by the number of cases of sexual harassment that have occurred in Aceh Province today, experienced by children and adolescents, especially women. In general, victims of sexual harassment are children and adolescents who are under 18 years of age, only in some cases of sexual harassment where the victim is an adult woman. As for one of the legal efforts made by the Banda Aceh Police Criminal Unit by using the Child Protection Law related to the case of children as victims of sexual harassment. The formulation of the problem in this research is what is the position of the Child Protection Law against children as victims of sexual harassment in Aceh and why Polri investigators apply the Child Protection Law instead of the Qanun in enforcing law enforcement. The aim of this research is to find out and explain the position of the Child Protection Law against children as victims of sexual harassment in Aceh and to find out and explain that Police Investigators apply the Child Protection Law compared to Qanun in enforcing law enforcement. This research is a field research (field research) using qualitative methods that collect data through observation and interviews. When viewed from the use of laws used by investigators of the Banda Aceh Police Criminal Investigation Unit from 2018 to September 2020 with a total of 45 cases both completed and in the process of investigation and investigation, all using the Child Protection Law, none. using both the Qanun and the Criminal Code. If the investigator applies the Qanun for perpetrators of sexual violence against children and it is feared that a potential conflict or problem will occur between the victim and the perpetrator if the investigator continues to use the Qanun, that perpetrators of sexual violence against children will be sentenced to imprisonment instead of being punished by caning so that This is considered to provide a sense of justice for the victim and will have a deterrent effect on the perpetrator.\n \nArtikel ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Provinsi Aceh saat ini yang dialami oleh anak-anak dan remaja khususnya perempuan. Pada umumnya korban pelecehan seksual adalah anak-anak dan remaja yang berusia di bawah 18 tahun, hanya pada beberapa kasus pelecehan seksual dimana korbannya adalah wanita dewasa. Adapun salah satu upaya hukum yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Banda Aceh dengan menggunakan UU Perlindungan Anak terkait kasus anak sebagai korban pelecehan seksual. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan UU Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban pelecehan seksual di Aceh dan mengapa penyidik Polri menerapkan UU Perlindungan Anak bukan Qanun dalam penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan kedudukan UU Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban pelecehan seksual di Aceh serta untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Penyidik Polri menerapkan UU Perlindungan Anak dibandingkan dengan Qanun dalam penegakan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif yang mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara. Jika dilihat dari penggunaan hukum yang digunakan penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Banda Aceh dari tahun 2018 sampai dengan September 2020 sebanyak 45 kasus baik yang sudah selesai maupun dalam proses penyidikan dan penyidikan semuanya menggunakan UU Perlindungan Anak tidak ada. menggunakan Qanun dan KUHP. Jika penyidik menerapkan Qanun bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan dikhawatirkan akan terjadi potensi konflik atau masalah antara korban dan pelaku jika penyidik terus menggunakan Qanun, maka pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan dipidana. dipidana penjara bukannya dihukum cambuk sehingga hal ini dianggap memberikan rasa keadilan bagi korban dan akan memberikan efek jera bagi pelaku.","PeriodicalId":135077,"journal":{"name":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22515/alahkam.v6i2.3662","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
这篇文章的动机是,今天亚齐省发生了许多性骚扰案件,儿童和青少年,特别是妇女遭受了性骚扰。一般来说,性骚扰的受害者是18岁以下的儿童和青少年,只有在某些性骚扰案件中受害者是成年妇女。至于班达亚齐警察刑事股利用《儿童保护法》所作的一项法律努力,涉及儿童作为性骚扰受害者的案件。本研究的问题提法是《儿童保护法》对亚齐省遭受性骚扰的儿童的立场是什么,以及为什么Polri调查人员在执法时使用《儿童保护法》而不是《Qanun》。本研究的目的是找出并解释《儿童保护法》对亚齐省遭受性骚扰的儿童的地位,并找出和解释警察调查人员在执法时适用《儿童保护法》的情况。本研究为实地调查(field research),采用定性方法,通过观察和访谈收集数据。从2018年至2020年9月班达亚齐警察刑事调查组调查人员使用的法律来看,共有45起案件已完成或正在调查和调查过程中,所有案件都使用了《儿童保护法》,没有。同时使用《古兰经》和《刑法》如果调查人员对儿童性暴力犯罪者适用《甘农法典》,如果调查人员继续使用《甘农法典》,担心受害者与犯罪者之间可能发生冲突或问题,那么儿童性暴力犯罪者将被判处监禁,而不是受到鞭刑的惩罚,这被认为为受害者提供了正义感,并将对犯罪者产生威慑作用。亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省,亚齐省。我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长班达亚齐省刑事调查局局长Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan UU Perlindungan赶出亚衲族赶出亚衲族terhadap sebagai korban pelecehan seksual di亚齐丹mengapa penyidik Polri menerapkan UU Perlindungan赶出亚衲族bukan Qanun dalam penegakan hukum。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui danmenjelaskan kedukan UU perlindunan Anak terhadap Anak sebagai korban peleehan seksual di Aceh serta untuk mengetahui danmenjelaskan bawa Penyidik Polri menerapkan UU perlindunan Anak dibandingkan dengan Qanun dalam penegakan hukum。Penelitian ini merupakan Penelitian lapangan(野外考察)邓安menggunakan方法定性,杨mengumpulkan数据。Jika dilihat dari penggunaan hukum yang digunakan penyidik Satuan储备刑事警察班达亚齐dari tahun 2018 sampai dengan 2020年9月sebanyak 45 kasus baik yang sudah selesai maupun dalam propros penyidikan dan penyidikan semuanya menggunakan UU Perlindungan Anak tidak ada。menggunakan Qanun dan KUHP。Jika penyidik menerapkan kanun bagi pelaku kekerasan seksuk terhadap anak dandikhawatirkan akan terjadi poteni konflik atau masalah antara korban danpelaku Jika penyidik terus menggunakan Qanun, maka pelaku kekerasan seksuk terhadap anak akan dipidana。Dipidana penjara bukannya dihukum cambuk seingga Hal ini dianggap成员kan rasa keadilan bagi korban Dan akan成员kan efek jera bagi pelaku。
Kedudukan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Anak Sebagai Korban Pelecehan Seksual di Aceh
This article is motivated by the number of cases of sexual harassment that have occurred in Aceh Province today, experienced by children and adolescents, especially women. In general, victims of sexual harassment are children and adolescents who are under 18 years of age, only in some cases of sexual harassment where the victim is an adult woman. As for one of the legal efforts made by the Banda Aceh Police Criminal Unit by using the Child Protection Law related to the case of children as victims of sexual harassment. The formulation of the problem in this research is what is the position of the Child Protection Law against children as victims of sexual harassment in Aceh and why Polri investigators apply the Child Protection Law instead of the Qanun in enforcing law enforcement. The aim of this research is to find out and explain the position of the Child Protection Law against children as victims of sexual harassment in Aceh and to find out and explain that Police Investigators apply the Child Protection Law compared to Qanun in enforcing law enforcement. This research is a field research (field research) using qualitative methods that collect data through observation and interviews. When viewed from the use of laws used by investigators of the Banda Aceh Police Criminal Investigation Unit from 2018 to September 2020 with a total of 45 cases both completed and in the process of investigation and investigation, all using the Child Protection Law, none. using both the Qanun and the Criminal Code. If the investigator applies the Qanun for perpetrators of sexual violence against children and it is feared that a potential conflict or problem will occur between the victim and the perpetrator if the investigator continues to use the Qanun, that perpetrators of sexual violence against children will be sentenced to imprisonment instead of being punished by caning so that This is considered to provide a sense of justice for the victim and will have a deterrent effect on the perpetrator.
Artikel ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Provinsi Aceh saat ini yang dialami oleh anak-anak dan remaja khususnya perempuan. Pada umumnya korban pelecehan seksual adalah anak-anak dan remaja yang berusia di bawah 18 tahun, hanya pada beberapa kasus pelecehan seksual dimana korbannya adalah wanita dewasa. Adapun salah satu upaya hukum yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Banda Aceh dengan menggunakan UU Perlindungan Anak terkait kasus anak sebagai korban pelecehan seksual. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan UU Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban pelecehan seksual di Aceh dan mengapa penyidik Polri menerapkan UU Perlindungan Anak bukan Qanun dalam penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan kedudukan UU Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban pelecehan seksual di Aceh serta untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Penyidik Polri menerapkan UU Perlindungan Anak dibandingkan dengan Qanun dalam penegakan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif yang mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara. Jika dilihat dari penggunaan hukum yang digunakan penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Banda Aceh dari tahun 2018 sampai dengan September 2020 sebanyak 45 kasus baik yang sudah selesai maupun dalam proses penyidikan dan penyidikan semuanya menggunakan UU Perlindungan Anak tidak ada. menggunakan Qanun dan KUHP. Jika penyidik menerapkan Qanun bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan dikhawatirkan akan terjadi potensi konflik atau masalah antara korban dan pelaku jika penyidik terus menggunakan Qanun, maka pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan dipidana. dipidana penjara bukannya dihukum cambuk sehingga hal ini dianggap memberikan rasa keadilan bagi korban dan akan memberikan efek jera bagi pelaku.