{"title":"根据MUHAMMADIYAH的两种观点,tahlisian的地方智慧","authors":"Khairani Faizah","doi":"10.30984/ajip.v3i2.722","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt.Keywords: Tahlilan, Bid’ah, MuhammadiyahAbstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya. Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah swt.Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah","PeriodicalId":423995,"journal":{"name":"Aqlam: Journal of Islam and Plurality","volume":"79 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"6","resultStr":"{\"title\":\"KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH\",\"authors\":\"Khairani Faizah\",\"doi\":\"10.30984/ajip.v3i2.722\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt.Keywords: Tahlilan, Bid’ah, MuhammadiyahAbstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya. Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah swt.Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah\",\"PeriodicalId\":423995,\"journal\":{\"name\":\"Aqlam: Journal of Islam and Plurality\",\"volume\":\"79 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-12-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"6\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Aqlam: Journal of Islam and Plurality\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30984/ajip.v3i2.722\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Aqlam: Journal of Islam and Plurality","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30984/ajip.v3i2.722","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 6
摘要
摘要Tahlilan或selamatan已经在爪哇社会扎根并成为一种习俗。selamatan或tahlilan的开始源于印度教和佛教的Nusantara的祖先崇拜仪式。事实上,tahlilan-yasinan是一种来自礼拜仪式的当地智慧。这个仪式是对人们的一种尊重,他们释放了一个世界,这个世界被设定在一个像tahlilan-yasinan这样的时代。在默罕默迪亚的观点中,无辜的tahlilan-yasinan他的前提是人类已经达到了只会从自己的实践中得到回报的境界。此外,穆罕默迪亚人以及许多进行tahlilan-yasinan仪式的人都将tahlian-yasinan视为一种文化表达形式。因此,本文从两个角度阐述穆罕默迪亚是如何处理这一问题的,本文采用了定性的方法。这两种观点都是基于对人类精神旅程的解释。人的灵离开身体写作,必归向神。无论灵魂是否能接受这些意见,知道真主以外的精神的规定这一事实是很重要的。所有人类的慈善事业都不能使自己免于地狱的惩罚,也不能使自己进入天堂,除非真主的恩典。关键词:Tahlilan, Bid 'ah, MuhammadiyahAbstrak。仪式tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya。Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (Selamatan) neneek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasya beragama印度教丹佛。Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan本地dari upacara peribadatan。Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo 'akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan。我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知,我是先知。Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara cultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya。Oleh karena, tulisan ini hendak成员,tantankan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perperf Muhammadiyah。Kedua pandangan是一名行政长官,他是一名行政长官。Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah看到了。Apakah ruh dapat menerima kiriman atautiak, sebenarya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swat。在这里,我将为您献上我的祝福,我将为您献上祝福。Kata Kunci: Tahlilan, Bid 'ah, Muhammadiyah
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH
Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt.Keywords: Tahlilan, Bid’ah, MuhammadiyahAbstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya. Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah swt.Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah