Mochammad Tommy, Kusuma, Elva Imeldatur Rohmah, Muwahid, Nafi’ Mubarok, Kata Kunci, Abstrak Kekosongan Jabatan, Muchammad Tommy, Kusuma Pengisian, Kekosongan Jabatan
{"title":"Pengisian Kekosongan Jabatan Kepala Daerah Menjelang Pemilihan Serentak 2024","authors":"Mochammad Tommy, Kusuma, Elva Imeldatur Rohmah, Muwahid, Nafi’ Mubarok, Kata Kunci, Abstrak Kekosongan Jabatan, Muchammad Tommy, Kusuma Pengisian, Kekosongan Jabatan","doi":"10.15642/sosyus.v2i2.200","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pengisian kekosongan jabatan kepala daerah yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas demokrasi. Penunjukan tersebut dimaksudkan untuk mengisi kekosongan posisi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 dan 2023. Hal tersebut dilakukan demi memenuhi aspek keserentakan Pilkada yang akan dilakukan pada tahun 2024 mendatang. Masalah ini menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya terkait mekanisme penunjukan kepala daerah ditinjau dari perspektif demokrasi konstitusional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penunjukan (pj) kepala daerah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi yang menyaring calon yang memenuhi persyaratan dengan cara fit and proper test di hadapan DPRD Provinsi. Selanjutnya dilakukan pemungutan suara untuk menentukan penjabat (Pj) Gubernur. Mekanisme serupa akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi dalam penentuan bakal calon sesuai, yang selanjutnya dilakukan fit and proper test untuk menentukan penjabat (Pj) Bupati/Walikota. Mekanisme demikian, diharapkan telah memenuhi prinsip demokrasi konstitusional, di mana praktik demokrasi yang dijalankan mampu membatasi wewenang negara dengan cara praktik demokrasi yang menetapkan batas-batas wewenang negara atau pemerintah, serta prosedur-prosedur demokratis dalam penyelenggaraan tersebut. Penunjukan Pj di satu sisi dirasakan mencederai asas demokrasi, namun dengan menetapkan mekanisme tertentu, yaitu dengan tetap melibatkan wakil rakyat (DPRD) dapat dimaknai sebagai pemenuhan terhadap prosedur–prosedur demokratis.","PeriodicalId":423502,"journal":{"name":"Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15642/sosyus.v2i2.200","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Pengisian Kekosongan Jabatan Kepala Daerah Menjelang Pemilihan Serentak 2024
Pengisian kekosongan jabatan kepala daerah yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas demokrasi. Penunjukan tersebut dimaksudkan untuk mengisi kekosongan posisi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 dan 2023. Hal tersebut dilakukan demi memenuhi aspek keserentakan Pilkada yang akan dilakukan pada tahun 2024 mendatang. Masalah ini menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya terkait mekanisme penunjukan kepala daerah ditinjau dari perspektif demokrasi konstitusional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penunjukan (pj) kepala daerah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi yang menyaring calon yang memenuhi persyaratan dengan cara fit and proper test di hadapan DPRD Provinsi. Selanjutnya dilakukan pemungutan suara untuk menentukan penjabat (Pj) Gubernur. Mekanisme serupa akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi dalam penentuan bakal calon sesuai, yang selanjutnya dilakukan fit and proper test untuk menentukan penjabat (Pj) Bupati/Walikota. Mekanisme demikian, diharapkan telah memenuhi prinsip demokrasi konstitusional, di mana praktik demokrasi yang dijalankan mampu membatasi wewenang negara dengan cara praktik demokrasi yang menetapkan batas-batas wewenang negara atau pemerintah, serta prosedur-prosedur demokratis dalam penyelenggaraan tersebut. Penunjukan Pj di satu sisi dirasakan mencederai asas demokrasi, namun dengan menetapkan mekanisme tertentu, yaitu dengan tetap melibatkan wakil rakyat (DPRD) dapat dimaknai sebagai pemenuhan terhadap prosedur–prosedur demokratis.