{"title":"乌尔夫回顾了JEPARA BAWU BATEALIT的实践","authors":"S. Lestari","doi":"10.34001/istidal.v7i1.2596","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This study aims to understand the tradition of ngestepi marriage carried out by the people of Bawu Village which is usually carried out every time a sister's marriage precedes her brother, in addition to understanding clearly from the perspective of 'urf whether the law of the tradition of skipping marriage is contrary to Islamic Shari'ah or not. This study uses a juridicalsociological approach, using a qualitative research type using field research methods. To obtain the data used the method of observation, interviews and documentation. The results of this study state that, first, the implementation of the marriage is carried out in the morning before the bride and groom carry out the qabul consent. Before the procession begins, the whole family and all family members perform prayers. After that, the bride-tobe sungkeman to her sister, then the bride-to-be's sister expresses her sincerity to be willing to be stepped over, and the bride-to-be (sister) hands over the money or goods to her sister. Then the older brother holds the wulung sugarcane tied with roasted ingkung while holding hands with the younger brother then both of them step over the tumpeng golong three times. After all the wedding processions are over, it is followed by eating with family and relatives. Second, based on the perspective of 'urf, the tradition of skipping marriage in Bawu Village has become a custom that applies in the community and has been in effect for a long time and has no conflict with the texts of the Qur'an and Hadith, then these customs are permissible and permissible. Can be done as long as it does not conflict with Islamic law Penelitian ini bertujuan untuk memahami tradisi pernikahan ngelangkahi yang dilaksanakan masyarakat Desa Bawu yang telah biasa dilaksanakan setiap ada pernikahan sang adik mendahului kakaknya, selain itu untuk memahami secara nyata berdasarkan perspektif ‘urf apakah hukum tradisi pernikahan ngelangkahi berlawanan dengan Syari’at Islam atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis, menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode lapagan (field research). Untuk memperoleh data digunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, pertama, pelaksanaan pernikahan ngelangkahi dilaksanakan pagi hari sebelum calon pengantin melaksanakan ijab qabul. Sebelum prosesi dimulai seluruh keluarga dan seluruh anggota keluarga melaksanakan do’a. Setelah itu, calon pengantin sungkeman kepada kakaknya, kemudian kakak calon pengantin mengutarakan keikhlasannya untuk bersedia dilangkahi, dan calon pengantin (adik) menyerahkan uang atau barang pelangkahan kepada sang kakak. Kemudian kakak memegang tebu wulung yang diikat dengan ingkung bakar sambil berpegangan tangan dengan adik kemudian keduanya melangkahi tumpeng golong sebanyak tiga kali. Setelah semua prosesi pernikahan ngelangkahi selesai, dilanjutkan makan bersama keluarga dan kerabat. Kedua, Berdasarkan perspektif ‘urf tradisi pernikahan ngelangkahi di Desa Bawu sudah menjadi adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan sudah berlaku sejak lama serta tidak memiliki pertentangan dengan nash Al-Qur’an dan Hadits, maka adat istiadat tersebut memiliki hukum mubah (boleh) dan boleh dilakukan asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam. ","PeriodicalId":406036,"journal":{"name":"Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-06-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"TINJAUAN ‘URF TERHADAP PRAKTIK NGELANGKAHI DI DESA BAWU BATEALIT JEPARA\",\"authors\":\"S. Lestari\",\"doi\":\"10.34001/istidal.v7i1.2596\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This study aims to understand the tradition of ngestepi marriage carried out by the people of Bawu Village which is usually carried out every time a sister's marriage precedes her brother, in addition to understanding clearly from the perspective of 'urf whether the law of the tradition of skipping marriage is contrary to Islamic Shari'ah or not. This study uses a juridicalsociological approach, using a qualitative research type using field research methods. To obtain the data used the method of observation, interviews and documentation. The results of this study state that, first, the implementation of the marriage is carried out in the morning before the bride and groom carry out the qabul consent. Before the procession begins, the whole family and all family members perform prayers. After that, the bride-tobe sungkeman to her sister, then the bride-to-be's sister expresses her sincerity to be willing to be stepped over, and the bride-to-be (sister) hands over the money or goods to her sister. Then the older brother holds the wulung sugarcane tied with roasted ingkung while holding hands with the younger brother then both of them step over the tumpeng golong three times. After all the wedding processions are over, it is followed by eating with family and relatives. Second, based on the perspective of 'urf, the tradition of skipping marriage in Bawu Village has become a custom that applies in the community and has been in effect for a long time and has no conflict with the texts of the Qur'an and Hadith, then these customs are permissible and permissible. Can be done as long as it does not conflict with Islamic law Penelitian ini bertujuan untuk memahami tradisi pernikahan ngelangkahi yang dilaksanakan masyarakat Desa Bawu yang telah biasa dilaksanakan setiap ada pernikahan sang adik mendahului kakaknya, selain itu untuk memahami secara nyata berdasarkan perspektif ‘urf apakah hukum tradisi pernikahan ngelangkahi berlawanan dengan Syari’at Islam atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis, menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode lapagan (field research). Untuk memperoleh data digunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, pertama, pelaksanaan pernikahan ngelangkahi dilaksanakan pagi hari sebelum calon pengantin melaksanakan ijab qabul. Sebelum prosesi dimulai seluruh keluarga dan seluruh anggota keluarga melaksanakan do’a. Setelah itu, calon pengantin sungkeman kepada kakaknya, kemudian kakak calon pengantin mengutarakan keikhlasannya untuk bersedia dilangkahi, dan calon pengantin (adik) menyerahkan uang atau barang pelangkahan kepada sang kakak. Kemudian kakak memegang tebu wulung yang diikat dengan ingkung bakar sambil berpegangan tangan dengan adik kemudian keduanya melangkahi tumpeng golong sebanyak tiga kali. Setelah semua prosesi pernikahan ngelangkahi selesai, dilanjutkan makan bersama keluarga dan kerabat. Kedua, Berdasarkan perspektif ‘urf tradisi pernikahan ngelangkahi di Desa Bawu sudah menjadi adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan sudah berlaku sejak lama serta tidak memiliki pertentangan dengan nash Al-Qur’an dan Hadits, maka adat istiadat tersebut memiliki hukum mubah (boleh) dan boleh dilakukan asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam. \",\"PeriodicalId\":406036,\"journal\":{\"name\":\"Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2020-06-03\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.34001/istidal.v7i1.2596\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.34001/istidal.v7i1.2596","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
本研究的目的是了解巴乌村人的跳婚传统,这种传统通常是姐弟先嫁,姐弟先嫁,并从urf的角度清楚地了解跳婚传统的法律是否与伊斯兰教法相违背。本研究采用司法社会学方法,采用定性研究类型,采用实地研究方法。采用观察法、访谈法和文献法获取资料。这项研究的结果表明,首先,婚姻的实施是在新娘和新郎进行qabul同意之前的早晨进行的。在游行开始之前,整个家庭和所有家庭成员进行祈祷。之后,准新娘向她的姐姐唱歌,然后准新娘的姐姐表示愿意被跨过的诚意,准新娘(妹妹)将钱或物品交给她的妹妹。然后哥哥拿着用烤ingkung绑着的武隆甘蔗,同时牵着弟弟的手,然后他们两个人都跨过tumpeng golong三次。所有的婚礼游行结束后,接下来是与家人和亲戚一起吃饭。其次,基于‘urf’的视角,巴乌村的跳婚传统已经成为一种适用于社区并长期有效的习俗,与《古兰经》和《圣训》的文本没有冲突,那么这些习俗是可以允许的,也是可以允许的。只要不与伊斯兰教法相冲突,就可以这样做。Penelitian ini bertujuan untuk memahami tradisi pernikahan ngelangkahi yang dilaksanakan masyarakat Desa Bawu yang telah biasa dilaksanakan setiap ada perniahuli kakakya, selain i untuk memahami secara nyata berlawanan dengan Syari ' at Islam atau tidak。peneltian ini menggunakan pendekatan yuridis- soologis, menggunakan jenis peneltian quality; dengan menggunakan metode lapagan(田野研究)。Untuk memperoleh数据是用方法观测得来的。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。Sebelum prosesi dimulai seluruh keluarga dan seluruh anggota keluarga melaksanakan do 'a。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Kemudian kakak memegang tebu wulung yang dikat dengan ingkung bakar sambil berpegangan tangan dengan adik Kemudian keduanya melangkahi tumpeng golong sebanyak tiga kali。Setelah semua prosesi pernikahan ngelangkahi selesai, dilanjutkan makan bersama keluarga dan kerabat。在《古兰经》中,古兰经是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的:《古兰经》是这样写的。
TINJAUAN ‘URF TERHADAP PRAKTIK NGELANGKAHI DI DESA BAWU BATEALIT JEPARA
This study aims to understand the tradition of ngestepi marriage carried out by the people of Bawu Village which is usually carried out every time a sister's marriage precedes her brother, in addition to understanding clearly from the perspective of 'urf whether the law of the tradition of skipping marriage is contrary to Islamic Shari'ah or not. This study uses a juridicalsociological approach, using a qualitative research type using field research methods. To obtain the data used the method of observation, interviews and documentation. The results of this study state that, first, the implementation of the marriage is carried out in the morning before the bride and groom carry out the qabul consent. Before the procession begins, the whole family and all family members perform prayers. After that, the bride-tobe sungkeman to her sister, then the bride-to-be's sister expresses her sincerity to be willing to be stepped over, and the bride-to-be (sister) hands over the money or goods to her sister. Then the older brother holds the wulung sugarcane tied with roasted ingkung while holding hands with the younger brother then both of them step over the tumpeng golong three times. After all the wedding processions are over, it is followed by eating with family and relatives. Second, based on the perspective of 'urf, the tradition of skipping marriage in Bawu Village has become a custom that applies in the community and has been in effect for a long time and has no conflict with the texts of the Qur'an and Hadith, then these customs are permissible and permissible. Can be done as long as it does not conflict with Islamic law Penelitian ini bertujuan untuk memahami tradisi pernikahan ngelangkahi yang dilaksanakan masyarakat Desa Bawu yang telah biasa dilaksanakan setiap ada pernikahan sang adik mendahului kakaknya, selain itu untuk memahami secara nyata berdasarkan perspektif ‘urf apakah hukum tradisi pernikahan ngelangkahi berlawanan dengan Syari’at Islam atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis, menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode lapagan (field research). Untuk memperoleh data digunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, pertama, pelaksanaan pernikahan ngelangkahi dilaksanakan pagi hari sebelum calon pengantin melaksanakan ijab qabul. Sebelum prosesi dimulai seluruh keluarga dan seluruh anggota keluarga melaksanakan do’a. Setelah itu, calon pengantin sungkeman kepada kakaknya, kemudian kakak calon pengantin mengutarakan keikhlasannya untuk bersedia dilangkahi, dan calon pengantin (adik) menyerahkan uang atau barang pelangkahan kepada sang kakak. Kemudian kakak memegang tebu wulung yang diikat dengan ingkung bakar sambil berpegangan tangan dengan adik kemudian keduanya melangkahi tumpeng golong sebanyak tiga kali. Setelah semua prosesi pernikahan ngelangkahi selesai, dilanjutkan makan bersama keluarga dan kerabat. Kedua, Berdasarkan perspektif ‘urf tradisi pernikahan ngelangkahi di Desa Bawu sudah menjadi adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan sudah berlaku sejak lama serta tidak memiliki pertentangan dengan nash Al-Qur’an dan Hadits, maka adat istiadat tersebut memiliki hukum mubah (boleh) dan boleh dilakukan asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.