在TEKENGON市的RAHAYU CIPTO小组的开场上演

Rika Wirandi, Fifie Febryanti Sukman
{"title":"在TEKENGON市的RAHAYU CIPTO小组的开场上演","authors":"Rika Wirandi, Fifie Febryanti Sukman","doi":"10.24114/gr.v12i1.48198","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This study aims to explain the forms of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Takengon. Historically, Ketoprak Dor is an art brought by the Javanese overseas community who became plantation workers during the colonial period, in Deli, North Sumatra. This art is another form of Javanese ketoprak art that developed in Surakarta and Yogyakarta. The art form and performance of Ketoprak Dor in Takengon has undergone flexing and adjustment so that there are many new local cultural elements blending into the performance packaging, such as language, dialect, story themes, to the music. This research uses descriptive qualitative research methods using several data collection techniques, including: literature studies, online data searches, direct observation, interviews with sources from various backgrounds, documentation of object events contextually, up to the selection stage to field data analysis. This research problem is solved by using a cultural hybridity approach which is one of the postcolonial theories. According to Homi K. Babha, hybridity is when the boundaries of a system or culture become unclear so that the culture experiences a flexion of meaning which in turn experiences an assimilation of cultural space. Babha's view becomes an analytical point of view in observing and reviewing the issue of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Paya Tumpi Village, Takengon. The results of this study found that the hybrid culture in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance, there are three aspects: first, the theme of the story; secondly, music and musical instruments; third, language and dialect. This third aspect is also reinforced by the background of the Ketoprak Dor players consisting of Javanese, Gayo and Acehnese ethnicitie.Keywords: ketoprak Dor, hybridity, Java, Takengon. AbstrakPenelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Takengon. Secara historis, Ketoprak Dor adalah kesenian yang dibawa oleh masyarakat perantauan Jawa yang menjadi pekerja perkebunan pada masa penjajahan, di Deli Sumatera Utara. Kesenian ini merupakan bentuk lain dari seni ketoprak Jawa yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta. Bentuk kesenian dan pertunjukan Ketoprak Dor di Takengon telah mengalami pelenturan dan penyesuaian sehingga banyak terdapat unsur-unsur budaya baru yang bersifat lokal membaur ke dalam kemasan pertunjukannya, seperti bahasa, dialek, tema cerita, hingga musiknya. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antara: studi kepustakaan, penelusuran data online, observasi langsung, wawancara dengan narasumber dari berbagai latar belakang, pendokumentasian peristiwa objek secara kontektual, hingga tahap seleksi hingga analisis data lapangan. Permasalah penelitian ini dijabarkan menggunakan pendekatan hibriditas budaya yang menjadi salah satu teori Postkolonial. Menurut Homi K. Babha, hibriditas adalah ketika batasan-batasan sebuah sistem atau budaya menjadi tidak jelas sehingga budaya tersebut mengalami pelenturan makna yang pada akhirnya mengalami suatu pembauran ruang budaya. Pandangan Babha tersebut menjadi sudut pandang analisis dalam mengamati dan mengulas persoalan hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Desa Paya Tumpi, Takengon. Hasil penelitian ini mendapati bahwa hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun, terdapat tiga aspek: pertama, tema cerita; kedua, musik dan instrumen musik; ketiga, bahasa dan dialek. Ketiga aspek ini juga dikuatkan oleh latar belakang pemain Ketoprak Dor yang terdiri dari etnik Jawa, Gayo, dan Aceh. Kata Kunci: ketoprak Dor, hibriditas, Jawa, Takengon. Authors:Rika Wirandi : Institut Seni Budaya Indonesia AcehFifie Febryanti Sukman : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Gandhi, L. (2001). Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta: Penerbit Qalam.Gultom, J. (2017). Ketoprak Dor, Hiburan di Tengah Perbudakan Kuli Kotrak. https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2017/09/09/4954/ketoprak_dor_hiburan_di_tengah_perbudakan_kuli_kontrak/ (diakses tanggal 10 Maret 2023).Suroso, P. (2018). Tinjauan Bentuk dan Fungsi Musik pada Seni Pertunjukan Ketoprak Dor. Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 2(2), 66-78. https://doi.org/10.24114/gondang.v2i2.11283.Suyadi, S. (2019). Hibriditas Budaya dalam Ketoprak Dor. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 191-202.https://doi.org/10.14203/jmb.v21i2.817.Wirandi, R., & Sukman, F. F. (2022). Power Perempuan dalam Tradisi Musik Becanang di Bener Meriah. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2), 572-580.https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.40085. ","PeriodicalId":405999,"journal":{"name":"Gorga : Jurnal Seni Rupa","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"HIBRIDITAS DALAM PERTUNJUKAN KETOPRAK DOR GRUP RAHAYU CIPTO RUKUN DI KOTA TEKENGON\",\"authors\":\"Rika Wirandi, Fifie Febryanti Sukman\",\"doi\":\"10.24114/gr.v12i1.48198\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This study aims to explain the forms of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Takengon. Historically, Ketoprak Dor is an art brought by the Javanese overseas community who became plantation workers during the colonial period, in Deli, North Sumatra. This art is another form of Javanese ketoprak art that developed in Surakarta and Yogyakarta. The art form and performance of Ketoprak Dor in Takengon has undergone flexing and adjustment so that there are many new local cultural elements blending into the performance packaging, such as language, dialect, story themes, to the music. This research uses descriptive qualitative research methods using several data collection techniques, including: literature studies, online data searches, direct observation, interviews with sources from various backgrounds, documentation of object events contextually, up to the selection stage to field data analysis. This research problem is solved by using a cultural hybridity approach which is one of the postcolonial theories. According to Homi K. Babha, hybridity is when the boundaries of a system or culture become unclear so that the culture experiences a flexion of meaning which in turn experiences an assimilation of cultural space. Babha's view becomes an analytical point of view in observing and reviewing the issue of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Paya Tumpi Village, Takengon. The results of this study found that the hybrid culture in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance, there are three aspects: first, the theme of the story; secondly, music and musical instruments; third, language and dialect. This third aspect is also reinforced by the background of the Ketoprak Dor players consisting of Javanese, Gayo and Acehnese ethnicitie.Keywords: ketoprak Dor, hybridity, Java, Takengon. AbstrakPenelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Takengon. Secara historis, Ketoprak Dor adalah kesenian yang dibawa oleh masyarakat perantauan Jawa yang menjadi pekerja perkebunan pada masa penjajahan, di Deli Sumatera Utara. Kesenian ini merupakan bentuk lain dari seni ketoprak Jawa yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta. Bentuk kesenian dan pertunjukan Ketoprak Dor di Takengon telah mengalami pelenturan dan penyesuaian sehingga banyak terdapat unsur-unsur budaya baru yang bersifat lokal membaur ke dalam kemasan pertunjukannya, seperti bahasa, dialek, tema cerita, hingga musiknya. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antara: studi kepustakaan, penelusuran data online, observasi langsung, wawancara dengan narasumber dari berbagai latar belakang, pendokumentasian peristiwa objek secara kontektual, hingga tahap seleksi hingga analisis data lapangan. Permasalah penelitian ini dijabarkan menggunakan pendekatan hibriditas budaya yang menjadi salah satu teori Postkolonial. Menurut Homi K. Babha, hibriditas adalah ketika batasan-batasan sebuah sistem atau budaya menjadi tidak jelas sehingga budaya tersebut mengalami pelenturan makna yang pada akhirnya mengalami suatu pembauran ruang budaya. Pandangan Babha tersebut menjadi sudut pandang analisis dalam mengamati dan mengulas persoalan hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Desa Paya Tumpi, Takengon. Hasil penelitian ini mendapati bahwa hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun, terdapat tiga aspek: pertama, tema cerita; kedua, musik dan instrumen musik; ketiga, bahasa dan dialek. Ketiga aspek ini juga dikuatkan oleh latar belakang pemain Ketoprak Dor yang terdiri dari etnik Jawa, Gayo, dan Aceh. Kata Kunci: ketoprak Dor, hibriditas, Jawa, Takengon. Authors:Rika Wirandi : Institut Seni Budaya Indonesia AcehFifie Febryanti Sukman : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Gandhi, L. (2001). Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta: Penerbit Qalam.Gultom, J. (2017). Ketoprak Dor, Hiburan di Tengah Perbudakan Kuli Kotrak. https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2017/09/09/4954/ketoprak_dor_hiburan_di_tengah_perbudakan_kuli_kontrak/ (diakses tanggal 10 Maret 2023).Suroso, P. (2018). Tinjauan Bentuk dan Fungsi Musik pada Seni Pertunjukan Ketoprak Dor. Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 2(2), 66-78. https://doi.org/10.24114/gondang.v2i2.11283.Suyadi, S. (2019). Hibriditas Budaya dalam Ketoprak Dor. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 191-202.https://doi.org/10.14203/jmb.v21i2.817.Wirandi, R., & Sukman, F. F. (2022). Power Perempuan dalam Tradisi Musik Becanang di Bener Meriah. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2), 572-580.https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.40085. \",\"PeriodicalId\":405999,\"journal\":{\"name\":\"Gorga : Jurnal Seni Rupa\",\"volume\":\"23 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-06-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Gorga : Jurnal Seni Rupa\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.24114/gr.v12i1.48198\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Gorga : Jurnal Seni Rupa","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24114/gr.v12i1.48198","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

本研究旨在解释Takengon的Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun表演中的文化混杂形式。从历史上看,Ketoprak Dor是一门由爪哇海外社区带来的艺术,他们在殖民时期成为北苏门答腊岛德里的种植园工人。这种艺术是爪哇酮腊艺术的另一种形式,在泗水和日惹发展起来。Takengon Ketoprak Dor的艺术形式和表演经历了灵活的调整,使许多新的地方文化元素融入到表演包装中,如语言,方言,故事主题,音乐。本研究采用描述性定性研究方法,采用多种数据收集技术,包括:文献研究、在线数据搜索、直接观察、不同背景的采访、对象事件的上下文记录,直至选择阶段,再到实地数据分析。这一研究问题采用了后殖民理论之一的文化杂交性方法来解决。根据霍米·巴巴(Homi K. Babha)的说法,混杂性是指当一种制度或文化的边界变得不明确时,文化经历了意义的弯曲,而这种弯曲反过来又经历了文化空间的同化。Babha的观点成为观察和回顾Takengon Paya Tumpi村Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun表演中的文化混杂问题的分析观点。本研究结果发现,杂交文化在Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun的表现,有三个方面:一是故事的主题;第二,音乐和乐器;第三,语言和方言。这第三个方面也得到了由爪哇人、加约人和亚齐人组成的Ketoprak Dor球员的背景的加强。关键词:酮雀,杂交,Java, Takengon。摘要:penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Takengon。四川历史,Ketoprak Dor adalah kesenian yang dibawa oleh masyarakat perantauan爪哇yang menjadi pekerja perkebunan pada masa penjajahan, di Deli sumata Utara。Kesenian ini merupakan bentuk lain dari seni ketoprak Jawa yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta。Bentuk kesenian dan pertunjukan Ketoprak Dor di Takengon telah mengalami pelenturan danpenyesuaian sehinga banyak terdapat unsur budaya baru yang地方议员ke dalam kemasan pertunjukannya, seperti bahasa, dialek, tema cerita, hinga musikya。penpentitian ini mengunakan方法penpentitian质量分析表,dengan menggunakan beberakan技术分析数据,diantara:研究kepustakan, penelusan数据在线,observasi langsung, wawanara dengan narasnumber dari berbagai latar belakan, pendentasian peristiwa object secara konteal, hingha seleksi hingaga分析数据。Permasalah penelitian ini dijabarkan menggunakan pendekatan hibriditas budaya yang menjadi salah satu teori postcolonial。Menurut Homi K. Babha, hibriditas adalah ketika batasan-batasan sebuah系统atau budaya menjadi tidak jelas seingga budaya tersebut mengalami pelenturan makna yang padakirnya mengalami suatu pembauran ruang budaya。Pandangan Babha tersebut menjadi sudut pandang分析dalam mengamati和mengulas个人,hibriditas budaya dalam pertunjukan ketopak Dor Rahayu Cipto Rukun di Desa Paya Tumpi, Takengon。Hasil penelitian ini mendapati bahwa hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun, terdapat tiga speech: pertama, tema cerita;克多瓦,音乐丹乐器音乐;Ketiga, bahasa Dan dialek。Ketiga语在爪哇、加约、丹亚齐讲juga dikuatkan oleh latar belakang。Kata Kunci: ketoprak Dor, hibriditas, java, Takengon。作者:Rika Wirandi:印度尼西亚亚齐Seni Budaya研究所fifie Febryanti Sukman:印度尼西亚亚齐Seni Budaya研究所参考文献:Gandhi, L.(2001)。新殖民地:Upaya Meruntuhkan hegori Barat。日惹:Penerbit Qalam。Gultom, J.(2017)。Ketoprak Dor, Hiburan di Tengah Perbudakan Kuli Kotrak。https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2017/09/09/4954/ketoprak_dor_hiburan_di_tengah_perbudakan_kuli_kontrak/(见2023年10月10日)。Suroso, P.(2018)。Tinjauan Bentuk dan funsi Musik padi Pertunjukan Ketoprak Dor。[j]学报:自然科学与工程学报,2(2),66-78。https://doi.org/10.24114/gondang.v2i2.11283.Suyadi, S.(2019)。Hibriditas Budaya dalam Ketoprak Dor。《科学学报》,1991 -202.https://doi.org/10.14203/jmb.v21i2.817.Wirandi, R., and Sukman, F. F.(2022)。Power Perempuan dalam Tradisi Musik Becanang di Bener Meriah。科学学报,11(2),572-580.https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.40085。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
HIBRIDITAS DALAM PERTUNJUKAN KETOPRAK DOR GRUP RAHAYU CIPTO RUKUN DI KOTA TEKENGON
This study aims to explain the forms of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Takengon. Historically, Ketoprak Dor is an art brought by the Javanese overseas community who became plantation workers during the colonial period, in Deli, North Sumatra. This art is another form of Javanese ketoprak art that developed in Surakarta and Yogyakarta. The art form and performance of Ketoprak Dor in Takengon has undergone flexing and adjustment so that there are many new local cultural elements blending into the performance packaging, such as language, dialect, story themes, to the music. This research uses descriptive qualitative research methods using several data collection techniques, including: literature studies, online data searches, direct observation, interviews with sources from various backgrounds, documentation of object events contextually, up to the selection stage to field data analysis. This research problem is solved by using a cultural hybridity approach which is one of the postcolonial theories. According to Homi K. Babha, hybridity is when the boundaries of a system or culture become unclear so that the culture experiences a flexion of meaning which in turn experiences an assimilation of cultural space. Babha's view becomes an analytical point of view in observing and reviewing the issue of cultural hybridity in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance in Paya Tumpi Village, Takengon. The results of this study found that the hybrid culture in the Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun performance, there are three aspects: first, the theme of the story; secondly, music and musical instruments; third, language and dialect. This third aspect is also reinforced by the background of the Ketoprak Dor players consisting of Javanese, Gayo and Acehnese ethnicitie.Keywords: ketoprak Dor, hybridity, Java, Takengon. AbstrakPenelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Takengon. Secara historis, Ketoprak Dor adalah kesenian yang dibawa oleh masyarakat perantauan Jawa yang menjadi pekerja perkebunan pada masa penjajahan, di Deli Sumatera Utara. Kesenian ini merupakan bentuk lain dari seni ketoprak Jawa yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta. Bentuk kesenian dan pertunjukan Ketoprak Dor di Takengon telah mengalami pelenturan dan penyesuaian sehingga banyak terdapat unsur-unsur budaya baru yang bersifat lokal membaur ke dalam kemasan pertunjukannya, seperti bahasa, dialek, tema cerita, hingga musiknya. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antara: studi kepustakaan, penelusuran data online, observasi langsung, wawancara dengan narasumber dari berbagai latar belakang, pendokumentasian peristiwa objek secara kontektual, hingga tahap seleksi hingga analisis data lapangan. Permasalah penelitian ini dijabarkan menggunakan pendekatan hibriditas budaya yang menjadi salah satu teori Postkolonial. Menurut Homi K. Babha, hibriditas adalah ketika batasan-batasan sebuah sistem atau budaya menjadi tidak jelas sehingga budaya tersebut mengalami pelenturan makna yang pada akhirnya mengalami suatu pembauran ruang budaya. Pandangan Babha tersebut menjadi sudut pandang analisis dalam mengamati dan mengulas persoalan hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun di Desa Paya Tumpi, Takengon. Hasil penelitian ini mendapati bahwa hibriditas budaya dalam pertunjukan Ketoprak Dor Rahayu Cipto Rukun, terdapat tiga aspek: pertama, tema cerita; kedua, musik dan instrumen musik; ketiga, bahasa dan dialek. Ketiga aspek ini juga dikuatkan oleh latar belakang pemain Ketoprak Dor yang terdiri dari etnik Jawa, Gayo, dan Aceh. Kata Kunci: ketoprak Dor, hibriditas, Jawa, Takengon. Authors:Rika Wirandi : Institut Seni Budaya Indonesia AcehFifie Febryanti Sukman : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Gandhi, L. (2001). Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta: Penerbit Qalam.Gultom, J. (2017). Ketoprak Dor, Hiburan di Tengah Perbudakan Kuli Kotrak. https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2017/09/09/4954/ketoprak_dor_hiburan_di_tengah_perbudakan_kuli_kontrak/ (diakses tanggal 10 Maret 2023).Suroso, P. (2018). Tinjauan Bentuk dan Fungsi Musik pada Seni Pertunjukan Ketoprak Dor. Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 2(2), 66-78. https://doi.org/10.24114/gondang.v2i2.11283.Suyadi, S. (2019). Hibriditas Budaya dalam Ketoprak Dor. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 191-202.https://doi.org/10.14203/jmb.v21i2.817.Wirandi, R., & Sukman, F. F. (2022). Power Perempuan dalam Tradisi Musik Becanang di Bener Meriah. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2), 572-580.https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.40085. 
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信