Siti Shalima Safitri, Mohammad Didi Ardiansah, A. Prasetyo
{"title":"《刑法》第12条关于性侵犯罪的判决恢复公正》(TPKS第23条研究)","authors":"Siti Shalima Safitri, Mohammad Didi Ardiansah, A. Prasetyo","doi":"10.58812/jhhws.v2i01.173","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia yang berasal dari warisan kolonial Belanda masih menggunakan pendekatan keadilan retributif yang menekankan pada aspek pembalasan, sehingga terjadi pergeseran perspektif ke arah pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif berorientasi pada pemulihan keadilan dengan keterlibatan pelaku, korban, keluarga korban, atau pihak terkait. Khusus terhadap perkara tindak pidana kekerasan seksual, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan. Sehingga penelitian ini menelisik secara mendalam terkait keadilan restoratif yang dikonsepsikan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang dibantu dengan artikel, buku, dan literatur lain yang berkaitan dengan permasalahan a quo. Hasil kajian menunjukkan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menganut asas primum remedium sebagaimana dipertegas dalam Pasal 23 Undang-Undang a quo sehingga konsep keadilan restoratif yang diterapkan tidak berupa mediasi atau perdamaian antara pelaku dengan korban, melainkan dengan cara pemulihan hak-hak korban melalui restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi dengan tanpa menghentikan proses hukum yang berjalan.","PeriodicalId":267191,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-01-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Quo Vadis Keadilan Restoratif pada Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Studi Terhadap Pasal 23 UU TPKS)\",\"authors\":\"Siti Shalima Safitri, Mohammad Didi Ardiansah, A. Prasetyo\",\"doi\":\"10.58812/jhhws.v2i01.173\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia yang berasal dari warisan kolonial Belanda masih menggunakan pendekatan keadilan retributif yang menekankan pada aspek pembalasan, sehingga terjadi pergeseran perspektif ke arah pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif berorientasi pada pemulihan keadilan dengan keterlibatan pelaku, korban, keluarga korban, atau pihak terkait. Khusus terhadap perkara tindak pidana kekerasan seksual, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan. Sehingga penelitian ini menelisik secara mendalam terkait keadilan restoratif yang dikonsepsikan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang dibantu dengan artikel, buku, dan literatur lain yang berkaitan dengan permasalahan a quo. Hasil kajian menunjukkan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menganut asas primum remedium sebagaimana dipertegas dalam Pasal 23 Undang-Undang a quo sehingga konsep keadilan restoratif yang diterapkan tidak berupa mediasi atau perdamaian antara pelaku dengan korban, melainkan dengan cara pemulihan hak-hak korban melalui restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi dengan tanpa menghentikan proses hukum yang berjalan.\",\"PeriodicalId\":267191,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains\",\"volume\":\"2 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-01-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i01.173\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i01.173","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Quo Vadis Keadilan Restoratif pada Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Studi Terhadap Pasal 23 UU TPKS)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia yang berasal dari warisan kolonial Belanda masih menggunakan pendekatan keadilan retributif yang menekankan pada aspek pembalasan, sehingga terjadi pergeseran perspektif ke arah pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif berorientasi pada pemulihan keadilan dengan keterlibatan pelaku, korban, keluarga korban, atau pihak terkait. Khusus terhadap perkara tindak pidana kekerasan seksual, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan. Sehingga penelitian ini menelisik secara mendalam terkait keadilan restoratif yang dikonsepsikan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang dibantu dengan artikel, buku, dan literatur lain yang berkaitan dengan permasalahan a quo. Hasil kajian menunjukkan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menganut asas primum remedium sebagaimana dipertegas dalam Pasal 23 Undang-Undang a quo sehingga konsep keadilan restoratif yang diterapkan tidak berupa mediasi atau perdamaian antara pelaku dengan korban, melainkan dengan cara pemulihan hak-hak korban melalui restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi dengan tanpa menghentikan proses hukum yang berjalan.