{"title":"S Rě哀Yudayana诗人的作品中Sarpayajna Ng。19世纪的战争","authors":"Anung Tedjowirawan","doi":"10.37014/jumantara.v8i2.254","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sarpayajña dalam Sěrat Yudayana dapat ditelusuri jejaknya ke dalam Ādiparwa. Dalam Sěrat Yudayana, sarpayajña dilakukan oleh Prabu Yudayana, karena baginda menduga bahwa mangkatnya ayahandanya, yaitu Prabu Parikesit adalah karena digigit Taksaka Raja. Sarpayajña ini terpaksa didukung oleh Patih Dwara, Patih Danurwedha serta pasukan Ngastina, karena kedua patih tersebut takut menentang baginda. Adapun Sarpayajña tersebut dilakukan dengan cara menyerang tempat-tempat yang diperkirakan dihuni oleh para naga, ular di antaranya: Kerajaan Taksakasila (tempat tinggal Taksaka Raja), hutan Lagra, hutan Gadamadana, sebelah barat Gunung Candramuka, sebelah selatan Gunung Candrageni sampai sebelah selatan Gunung Mahendra (Lawu). Pada akhirnya sarpayajña tersebut dihentikan setelah Prabu Yudayana mendapat nasehat dan pencerahan dari Naga Raja Sarana (pelindung naga yang baik) sekaligus menjadi mertuanya. Dalam Ādiparwa, sarpayajña (sarpa saṭṭra) dilakukan oleh Mahārāja Janamejaya sebagai hukuman kepada naga Tatṣaka yang telah menggigit Mahārāja Parīkṣit (ayahanda baginda) hingga tewas. Namun Sarpayajña tersebut juga disebabkan oleh kutuk Kadrū kepada para naga anaknya yang semula menolak memerciki ekor kuda Uçcaihçrawā dengan bisa agar berwarna hitam. Di samping itu juga karena dendam Sang Uttangka yang pernah diganggunya sewaktu membawa anting-anting matahari yang dimintanya dari Sawitrī (istri Mahārāja Poṣya) untuk dipersembahkan kepada istri gurunya. Karena itu Uttangka melaporkan dan mendorong pada Mahārāja Janamejaya untuk melangsungkan sarpa saṭṭra. Akibat sarpa saṭṭra ini banyak naga tertarik mantra para brahmana sehingga masuk ke dalam tungku api korban. Namun akhirnya korban ular tersebut dihentikan karena Mahārāja Janamejaya menghormati serta mengabulkan permohonan Āstīka (brahmana keturunan naga) agar baginda menghentikan sarpa saṭṭra.","PeriodicalId":213617,"journal":{"name":"Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Sarpayajña dalam Sěrat Yudayana Karya Pujangga R. Ng. Ranggawarsita di Abad XIX\",\"authors\":\"Anung Tedjowirawan\",\"doi\":\"10.37014/jumantara.v8i2.254\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Sarpayajña dalam Sěrat Yudayana dapat ditelusuri jejaknya ke dalam Ādiparwa. Dalam Sěrat Yudayana, sarpayajña dilakukan oleh Prabu Yudayana, karena baginda menduga bahwa mangkatnya ayahandanya, yaitu Prabu Parikesit adalah karena digigit Taksaka Raja. Sarpayajña ini terpaksa didukung oleh Patih Dwara, Patih Danurwedha serta pasukan Ngastina, karena kedua patih tersebut takut menentang baginda. Adapun Sarpayajña tersebut dilakukan dengan cara menyerang tempat-tempat yang diperkirakan dihuni oleh para naga, ular di antaranya: Kerajaan Taksakasila (tempat tinggal Taksaka Raja), hutan Lagra, hutan Gadamadana, sebelah barat Gunung Candramuka, sebelah selatan Gunung Candrageni sampai sebelah selatan Gunung Mahendra (Lawu). Pada akhirnya sarpayajña tersebut dihentikan setelah Prabu Yudayana mendapat nasehat dan pencerahan dari Naga Raja Sarana (pelindung naga yang baik) sekaligus menjadi mertuanya. Dalam Ādiparwa, sarpayajña (sarpa saṭṭra) dilakukan oleh Mahārāja Janamejaya sebagai hukuman kepada naga Tatṣaka yang telah menggigit Mahārāja Parīkṣit (ayahanda baginda) hingga tewas. Namun Sarpayajña tersebut juga disebabkan oleh kutuk Kadrū kepada para naga anaknya yang semula menolak memerciki ekor kuda Uçcaihçrawā dengan bisa agar berwarna hitam. Di samping itu juga karena dendam Sang Uttangka yang pernah diganggunya sewaktu membawa anting-anting matahari yang dimintanya dari Sawitrī (istri Mahārāja Poṣya) untuk dipersembahkan kepada istri gurunya. Karena itu Uttangka melaporkan dan mendorong pada Mahārāja Janamejaya untuk melangsungkan sarpa saṭṭra. Akibat sarpa saṭṭra ini banyak naga tertarik mantra para brahmana sehingga masuk ke dalam tungku api korban. Namun akhirnya korban ular tersebut dihentikan karena Mahārāja Janamejaya menghormati serta mengabulkan permohonan Āstīka (brahmana keturunan naga) agar baginda menghentikan sarpa saṭṭra.\",\"PeriodicalId\":213617,\"journal\":{\"name\":\"Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara\",\"volume\":\"3 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-08-07\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.37014/jumantara.v8i2.254\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37014/jumantara.v8i2.254","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Sarpayajña dalam Sěrat Yudayana Karya Pujangga R. Ng. Ranggawarsita di Abad XIX
Sarpayajña dalam Sěrat Yudayana dapat ditelusuri jejaknya ke dalam Ādiparwa. Dalam Sěrat Yudayana, sarpayajña dilakukan oleh Prabu Yudayana, karena baginda menduga bahwa mangkatnya ayahandanya, yaitu Prabu Parikesit adalah karena digigit Taksaka Raja. Sarpayajña ini terpaksa didukung oleh Patih Dwara, Patih Danurwedha serta pasukan Ngastina, karena kedua patih tersebut takut menentang baginda. Adapun Sarpayajña tersebut dilakukan dengan cara menyerang tempat-tempat yang diperkirakan dihuni oleh para naga, ular di antaranya: Kerajaan Taksakasila (tempat tinggal Taksaka Raja), hutan Lagra, hutan Gadamadana, sebelah barat Gunung Candramuka, sebelah selatan Gunung Candrageni sampai sebelah selatan Gunung Mahendra (Lawu). Pada akhirnya sarpayajña tersebut dihentikan setelah Prabu Yudayana mendapat nasehat dan pencerahan dari Naga Raja Sarana (pelindung naga yang baik) sekaligus menjadi mertuanya. Dalam Ādiparwa, sarpayajña (sarpa saṭṭra) dilakukan oleh Mahārāja Janamejaya sebagai hukuman kepada naga Tatṣaka yang telah menggigit Mahārāja Parīkṣit (ayahanda baginda) hingga tewas. Namun Sarpayajña tersebut juga disebabkan oleh kutuk Kadrū kepada para naga anaknya yang semula menolak memerciki ekor kuda Uçcaihçrawā dengan bisa agar berwarna hitam. Di samping itu juga karena dendam Sang Uttangka yang pernah diganggunya sewaktu membawa anting-anting matahari yang dimintanya dari Sawitrī (istri Mahārāja Poṣya) untuk dipersembahkan kepada istri gurunya. Karena itu Uttangka melaporkan dan mendorong pada Mahārāja Janamejaya untuk melangsungkan sarpa saṭṭra. Akibat sarpa saṭṭra ini banyak naga tertarik mantra para brahmana sehingga masuk ke dalam tungku api korban. Namun akhirnya korban ular tersebut dihentikan karena Mahārāja Janamejaya menghormati serta mengabulkan permohonan Āstīka (brahmana keturunan naga) agar baginda menghentikan sarpa saṭṭra.