I. Sentanu, A. Prabowo, Klara Kumalasari, Aulia Puspaning Galih, Rendra Eko Wismanu
{"title":"印尼生态旅游发展的利益相关者合作模式:以东爪哇省拔都市为例","authors":"I. Sentanu, A. Prabowo, Klara Kumalasari, Aulia Puspaning Galih, Rendra Eko Wismanu","doi":"10.31000/jgcs.v5i2.4420","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This research aims at creating a concept of cooperation between stakeholders in developing eco-tourism in Batu City. Eco-tourism and the role of stakeholders are related to one another. It is due to the urge of stakeholders to work together in managing the potential of eco-tourism to achieve a development goal. This study applies the Penta-helix model and triple-bottom-line theories to investigate the contribution of stakeholders to sustainable development. The Penta-helix model is used to identify relevant stakeholders and conduct effective collaboration. At the same time, the triple-bottom-line is applied to observe the environmental and socio-economic aspects of the eco-tourism sector. This study employs a qualitative method with an interactive approach from Miles, Huberman, and Saldana by deepening literary understanding; and field interviews. The results of this study show that cooperation and interaction between stakeholders in developing eco-tourism are inferior. Thus, the researchers develop a stakeholder collaboration model through the Penta-helix model covering the government, private eco-tourism enterprises, communities, academics, and the media. They collaborate in determining the sustainability agendas covering environmental, economic, and social as a reflection of the triple bottom line element. Those designed agendas are to encourage the realization of eco-tourism development in Batu City, Indonesia. The research recommends further research to evaluate whether this eco-tourism development model can be effective if implemented. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan konsep kerjasama antar stakeholder dalam pengembangan ekowisata di Kota Batu. Karena ekowisata dan peran pemangku kepentingan berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya dorongan dari para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengelola potensi ekowisata untuk mencapai tujuan pembangunan. Studi ini menerapkan model penta helix dan teori triple bottom line untuk menyelidiki kontribusi pemangku kepentingan terhadap pembangunan berkelanjutan. Model Penta helix digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan untuk melakukan kolaborasi yang efektif, sedangkan triple bottom line diterapkan untuk mengamati aspek lingkungan dan sosial ekonomi dari sektor ekowisata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interaktif dari Miles, Huberman, dan Saldana dengan pendalaman pemahaman literatur; dan wawancara lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama dan interaksi antar pemangku kepentingan dalam pengembangan ekowisata masih rendah. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan model kolaborasi pemangku kepentingan melalui model Penta helix yang mencakup pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan media. Mereka berkolaborasi dalam menentukan agenda keberlanjutan yang meliputi lingkungan, ekonomi, dan sosial sebagai cerminan dari elemen triple bottom line. Agenda yang dirancang tersebut adalah untuk mendorong terwujudnya pembangunan ekowisata di Kota Batu, Indonesia. Peneliti merekomendasi pada penelitian selanjutnya untuk mengevaluasi apakah model pembangunan ekowisata ini dapat efektif jika diimplemetasikan.","PeriodicalId":181484,"journal":{"name":"Journal of Government and Civil Society","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-10-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":"{\"title\":\"Stakeholder Collaboration Model for Ecotourism Development in Indonesia: Case Study from Batu City East Java Province\",\"authors\":\"I. Sentanu, A. Prabowo, Klara Kumalasari, Aulia Puspaning Galih, Rendra Eko Wismanu\",\"doi\":\"10.31000/jgcs.v5i2.4420\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This research aims at creating a concept of cooperation between stakeholders in developing eco-tourism in Batu City. Eco-tourism and the role of stakeholders are related to one another. It is due to the urge of stakeholders to work together in managing the potential of eco-tourism to achieve a development goal. This study applies the Penta-helix model and triple-bottom-line theories to investigate the contribution of stakeholders to sustainable development. The Penta-helix model is used to identify relevant stakeholders and conduct effective collaboration. At the same time, the triple-bottom-line is applied to observe the environmental and socio-economic aspects of the eco-tourism sector. This study employs a qualitative method with an interactive approach from Miles, Huberman, and Saldana by deepening literary understanding; and field interviews. The results of this study show that cooperation and interaction between stakeholders in developing eco-tourism are inferior. Thus, the researchers develop a stakeholder collaboration model through the Penta-helix model covering the government, private eco-tourism enterprises, communities, academics, and the media. They collaborate in determining the sustainability agendas covering environmental, economic, and social as a reflection of the triple bottom line element. Those designed agendas are to encourage the realization of eco-tourism development in Batu City, Indonesia. The research recommends further research to evaluate whether this eco-tourism development model can be effective if implemented. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan konsep kerjasama antar stakeholder dalam pengembangan ekowisata di Kota Batu. Karena ekowisata dan peran pemangku kepentingan berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya dorongan dari para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengelola potensi ekowisata untuk mencapai tujuan pembangunan. Studi ini menerapkan model penta helix dan teori triple bottom line untuk menyelidiki kontribusi pemangku kepentingan terhadap pembangunan berkelanjutan. Model Penta helix digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan untuk melakukan kolaborasi yang efektif, sedangkan triple bottom line diterapkan untuk mengamati aspek lingkungan dan sosial ekonomi dari sektor ekowisata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interaktif dari Miles, Huberman, dan Saldana dengan pendalaman pemahaman literatur; dan wawancara lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama dan interaksi antar pemangku kepentingan dalam pengembangan ekowisata masih rendah. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan model kolaborasi pemangku kepentingan melalui model Penta helix yang mencakup pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan media. Mereka berkolaborasi dalam menentukan agenda keberlanjutan yang meliputi lingkungan, ekonomi, dan sosial sebagai cerminan dari elemen triple bottom line. Agenda yang dirancang tersebut adalah untuk mendorong terwujudnya pembangunan ekowisata di Kota Batu, Indonesia. Peneliti merekomendasi pada penelitian selanjutnya untuk mengevaluasi apakah model pembangunan ekowisata ini dapat efektif jika diimplemetasikan.\",\"PeriodicalId\":181484,\"journal\":{\"name\":\"Journal of Government and Civil Society\",\"volume\":\"3 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-10-23\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"3\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Journal of Government and Civil Society\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.31000/jgcs.v5i2.4420\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Government and Civil Society","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31000/jgcs.v5i2.4420","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
摘要
本研究旨在建立一个在巴都市发展生态旅游的利益相关者之间合作的概念。生态旅游与利益相关者的作用是相互关联的。这是因为利益相关者迫切需要共同努力,管理生态旅游的潜力,以实现发展目标。本研究运用五螺旋模型和三底线理论探讨利益相关者对可持续发展的贡献。利用五螺旋模型识别相关利益相关者,开展有效合作。同时,应用三重底线来观察生态旅游部门的环境和社会经济方面。本研究采用了迈尔斯、休伯曼和索尔达娜的定性方法和互动方法,通过加深对文学的理解;还有实地采访。研究结果表明,生态旅游发展中利益相关者之间的合作与互动程度较低。因此,研究人员通过五边形螺旋模型构建了一个涵盖政府、私营生态旅游企业、社区、学术界和媒体的利益相关者合作模型。他们合作确定涵盖环境、经济和社会的可持续发展议程,以反映三重底线要素。这些议程旨在鼓励在印度尼西亚巴图市实现生态旅游发展。研究建议进一步研究,以评估该生态旅游发展模式是否有效,如果实施。Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan konsep kerjasama antar利害关系人dalam pengembangan ekowisata di Kota Batu。Karena ekowisata dan peran pemangku kepenting and berkaitan satu sama lain。我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。研究menerapkan模型的五螺旋和三重底线,untuk menyelidiki kontribusi pemangku kepentingi和terhadap pembangunan berkelanjutan。模型五螺旋digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang关联dan untuk melakukan kolaborasi yang efektif, sedangkan三重底线diiterapkan untuk mengamati asek lingkungan dan社会经济dari部门ekowisata。Penelitian ini menggunakan方法,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性Dan wawancara lapangan。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Oleh karena itu, peneliti mengembangkan模型kolaborasi pemangku kepentingan和melalui模型Penta helix yang menencakup pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan media。Mereka berkolaborasi dalam menentukan议程keberlanjuutan yang meliputi lingkungan,经济,和社会sebagai cerminand dari要素三重底线。议程杨德昌tersebut adalah untuk mendoong terwujudnya pembangunan ekowisata di Kota Batu,印度尼西亚。Peneliti merekomendas pada penelidan selanjutnya untuk mengevaluasi apakah模型penbangunan ekowisata inpatatekkatika diimplemetaskan。
Stakeholder Collaboration Model for Ecotourism Development in Indonesia: Case Study from Batu City East Java Province
This research aims at creating a concept of cooperation between stakeholders in developing eco-tourism in Batu City. Eco-tourism and the role of stakeholders are related to one another. It is due to the urge of stakeholders to work together in managing the potential of eco-tourism to achieve a development goal. This study applies the Penta-helix model and triple-bottom-line theories to investigate the contribution of stakeholders to sustainable development. The Penta-helix model is used to identify relevant stakeholders and conduct effective collaboration. At the same time, the triple-bottom-line is applied to observe the environmental and socio-economic aspects of the eco-tourism sector. This study employs a qualitative method with an interactive approach from Miles, Huberman, and Saldana by deepening literary understanding; and field interviews. The results of this study show that cooperation and interaction between stakeholders in developing eco-tourism are inferior. Thus, the researchers develop a stakeholder collaboration model through the Penta-helix model covering the government, private eco-tourism enterprises, communities, academics, and the media. They collaborate in determining the sustainability agendas covering environmental, economic, and social as a reflection of the triple bottom line element. Those designed agendas are to encourage the realization of eco-tourism development in Batu City, Indonesia. The research recommends further research to evaluate whether this eco-tourism development model can be effective if implemented. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan konsep kerjasama antar stakeholder dalam pengembangan ekowisata di Kota Batu. Karena ekowisata dan peran pemangku kepentingan berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya dorongan dari para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengelola potensi ekowisata untuk mencapai tujuan pembangunan. Studi ini menerapkan model penta helix dan teori triple bottom line untuk menyelidiki kontribusi pemangku kepentingan terhadap pembangunan berkelanjutan. Model Penta helix digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan untuk melakukan kolaborasi yang efektif, sedangkan triple bottom line diterapkan untuk mengamati aspek lingkungan dan sosial ekonomi dari sektor ekowisata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interaktif dari Miles, Huberman, dan Saldana dengan pendalaman pemahaman literatur; dan wawancara lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama dan interaksi antar pemangku kepentingan dalam pengembangan ekowisata masih rendah. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan model kolaborasi pemangku kepentingan melalui model Penta helix yang mencakup pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan media. Mereka berkolaborasi dalam menentukan agenda keberlanjutan yang meliputi lingkungan, ekonomi, dan sosial sebagai cerminan dari elemen triple bottom line. Agenda yang dirancang tersebut adalah untuk mendorong terwujudnya pembangunan ekowisata di Kota Batu, Indonesia. Peneliti merekomendasi pada penelitian selanjutnya untuk mengevaluasi apakah model pembangunan ekowisata ini dapat efektif jika diimplemetasikan.