新的刑法中宗教Delik制度政策

A. Zulkarnaen, Kristian Kristian, M. R. Aridhayandi
{"title":"新的刑法中宗教Delik制度政策","authors":"A. Zulkarnaen, Kristian Kristian, M. R. Aridhayandi","doi":"10.22515/AL-AHKAM.V3I1.1338","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini akan membahas kebijakan formulasi delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru yakni dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana versi tahun 2015. Hal ini menjadi penting karena sila pertama dari Pancasila sebagai falsafah hidup, jiwa, pandangan, pedoman dan kepribadian bangsa Indonesia sekaligus menjadi falsafah bangsa dan Negara serta menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berarti, Indonesia adalah salah satu negara berTuhan dan memiliki filosofi Ketuhanan yang mendalam serta menempatkan agama sebagai sendi utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kedudukannya sebagai Negara hukum khususnya Negara hukum Pancasila (sebagai religious nation state), agama menempati posisi sentral dan hakiki dalam seluruh kehidupan masyarakat yang perlu dijamin dan dilindungi (tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahkan agama dan kerukunan hidup antarumat beragama (sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan, memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara)  dicantumkan sebagai hal yang penting dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Oleh karena itu, wajar jika Negara memasukan atau menjadikan agama sebagai salah satu delik didalam hukum positifnya. Pengaturan mengenai delik agama ini dipandang penting karena penghinaan (atau cara-cara lainnya) terhadap suatu agama yang diakui di Indonesia dapat membahayakan perdamaian, kerukunan, ketentraman, kesejahteraan (baik secara materil maupun spirituil), keadilan sosial dan mengancam stabilitas dan ketahanan nasional. Agama juga dapat menjadi faktor sensitif yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Atas alasan tersebut juga tulisan ini dibuat sebagai salah satu sumbangsih pemikiran dalam rangka mengetahui rumusan delik agama dan kelemahan-kelemahan yang ada didalamnya sehingga dimasa yang akan datang, dapat dilakukan pembaharuan. Diluar adanya pro-kontra dimasukannya delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, Hasil penelitian, menunjukan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengacu kepada perkembangan “blasphemy” di Inggris atau perkembangan “Godslasteringswet” di Belanda. Kriminalisasi delik agama di Indonesia didasarkan pada religionsschutz theorie (teori perlindungan agama), gefuhlsschutz theorie (teori perlindungan perasaan keagamaan) dan friedensschutz theorie (teori perlindungan perdamaian atau teori perlindungan ketentraman umat beragama). Dalam RKUHP, delik agama ini dirumuskan dalam 8 pasal yang terbagi menjadi 2 kategori yakni: Tindak Pidana Terhadap Agama (yang mencakup penghinaan terhadap agama dan penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama) dan Tindak Pidana Terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah (yang mencakup gangguan terhadap penyelenggaraan ibadah dan kegiatan keagamaan dan perusakan tempat ibadah). Kebijakan formulasi delik agama tersebut masih banyak mengandung kelemahan sehingga akan berpengaruh terhadap tahap aplikasi dan eksekusinya dalam praktik berhukum di Indonesia. Dalam kaitannya dengan delik agama, penggunaan sanksi pidana tentu harus memperhatikan rambu-rambu penggunaan pidana dan harus dilakukan dengan tujuan melakukan prevensi umum dan prevensi khusus. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan kebijakan formulasi RKUHP versi tahun 2015 khususnya yang berkaitan dengan delik agama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan melakukan studi bahan kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder dan dilakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan undang-undang, perbandingan hukum, sejarah hukum, asas hukum dan teori hukum.","PeriodicalId":135077,"journal":{"name":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Kebijakan Formulasi Delik Agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Baru\",\"authors\":\"A. Zulkarnaen, Kristian Kristian, M. R. Aridhayandi\",\"doi\":\"10.22515/AL-AHKAM.V3I1.1338\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Tulisan ini akan membahas kebijakan formulasi delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru yakni dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana versi tahun 2015. Hal ini menjadi penting karena sila pertama dari Pancasila sebagai falsafah hidup, jiwa, pandangan, pedoman dan kepribadian bangsa Indonesia sekaligus menjadi falsafah bangsa dan Negara serta menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berarti, Indonesia adalah salah satu negara berTuhan dan memiliki filosofi Ketuhanan yang mendalam serta menempatkan agama sebagai sendi utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kedudukannya sebagai Negara hukum khususnya Negara hukum Pancasila (sebagai religious nation state), agama menempati posisi sentral dan hakiki dalam seluruh kehidupan masyarakat yang perlu dijamin dan dilindungi (tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahkan agama dan kerukunan hidup antarumat beragama (sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan, memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara)  dicantumkan sebagai hal yang penting dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Oleh karena itu, wajar jika Negara memasukan atau menjadikan agama sebagai salah satu delik didalam hukum positifnya. Pengaturan mengenai delik agama ini dipandang penting karena penghinaan (atau cara-cara lainnya) terhadap suatu agama yang diakui di Indonesia dapat membahayakan perdamaian, kerukunan, ketentraman, kesejahteraan (baik secara materil maupun spirituil), keadilan sosial dan mengancam stabilitas dan ketahanan nasional. Agama juga dapat menjadi faktor sensitif yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Atas alasan tersebut juga tulisan ini dibuat sebagai salah satu sumbangsih pemikiran dalam rangka mengetahui rumusan delik agama dan kelemahan-kelemahan yang ada didalamnya sehingga dimasa yang akan datang, dapat dilakukan pembaharuan. Diluar adanya pro-kontra dimasukannya delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, Hasil penelitian, menunjukan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengacu kepada perkembangan “blasphemy” di Inggris atau perkembangan “Godslasteringswet” di Belanda. Kriminalisasi delik agama di Indonesia didasarkan pada religionsschutz theorie (teori perlindungan agama), gefuhlsschutz theorie (teori perlindungan perasaan keagamaan) dan friedensschutz theorie (teori perlindungan perdamaian atau teori perlindungan ketentraman umat beragama). Dalam RKUHP, delik agama ini dirumuskan dalam 8 pasal yang terbagi menjadi 2 kategori yakni: Tindak Pidana Terhadap Agama (yang mencakup penghinaan terhadap agama dan penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama) dan Tindak Pidana Terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah (yang mencakup gangguan terhadap penyelenggaraan ibadah dan kegiatan keagamaan dan perusakan tempat ibadah). Kebijakan formulasi delik agama tersebut masih banyak mengandung kelemahan sehingga akan berpengaruh terhadap tahap aplikasi dan eksekusinya dalam praktik berhukum di Indonesia. Dalam kaitannya dengan delik agama, penggunaan sanksi pidana tentu harus memperhatikan rambu-rambu penggunaan pidana dan harus dilakukan dengan tujuan melakukan prevensi umum dan prevensi khusus. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan kebijakan formulasi RKUHP versi tahun 2015 khususnya yang berkaitan dengan delik agama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan melakukan studi bahan kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder dan dilakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan undang-undang, perbandingan hukum, sejarah hukum, asas hukum dan teori hukum.\",\"PeriodicalId\":135077,\"journal\":{\"name\":\"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum\",\"volume\":null,\"pages\":null},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-12-27\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22515/AL-AHKAM.V3I1.1338\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22515/AL-AHKAM.V3I1.1338","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

这篇文章将讨论2015年《刑法》中新的宗教delik立法政策。这一点之所以重要,是因为潘卡西拉作为一个民族的生命、灵魂、观点、指导和个性哲学的第一个化身,成为一个民族和民族的哲学,成为印尼所有法律来源的源头,是“全能的神”。这意味着印度尼西亚是一个神圣的国家,有着根深蒂固的神性哲学,宗教是公民、民族和国家生活的主要组成部分。作为一个法治国家,特别是潘卡西拉,整个社会生活中占据中心位置和终极宗教需要保障和保护的(在任何情况下都不能减少)正如《1945年宪法》作为宪法所规定的国家和印度尼西亚共和国1999年第39号法律关于人权甚至宗教和宗教和谐生活(从而创造和谐的生活氛围和相互尊重的精神,多元化在国家进程的大纲中被认为是重要的。因此,国家将宗教纳入其有利的法律是正常的。这种宗教倒退被认为是必要的,因为这种(或其他方式)对印尼公认宗教的蔑视可能危及和平、和谐、和平、幸福(无论是物质上的还是精神上的)、社会正义,并威胁到国家的稳定和恢复。宗教也可能是一个敏感的因素,可以破坏印尼国家的团结和团结。因此,这篇文章之所以成为一种思想贡献,目的是了解宗教的等级制度和其中的弱点,以便以后能够进行改革。除了新的刑法中对宗教的支持之外,最近的研究表明,《刑法》草案中关于宗教和宗教生活的安排,指的是英国的“亵渎神明”或荷兰的“神圣主义”发展。印度尼西亚的宗教delik犯罪是基于宗教保护理论、gefuhrer lsschutz theorie和friedensschutz theorie。RKUHP中,收到这个宗教定义的8章分为两类:重罪对宗教(包括蔑视宗教和煽动的否定对宗教信仰)和其他礼拜重罪对宗教生活和手段(包括对疾病的礼拜和宗教活动的安排和会议场所)的破坏。这种宗教delik制度的政策仍然有许多弱点,将影响其在印尼的应用和执行阶段的法律实践。对于宗教事务部来说,刑法制裁的使用必须注意刑法的使用标志,并必须以执行一般的执行和特殊的执行目的为目的。因此,本研究有望为完成2015年RKUHP制度特别是与宗教delik相关的政策提供补充。本研究采用规范法律研究方法,对次要数据进行研究,并使用法律方法、法律比较、法律历史、法律原则和法律理论进行解释。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Kebijakan Formulasi Delik Agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Baru
Tulisan ini akan membahas kebijakan formulasi delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru yakni dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana versi tahun 2015. Hal ini menjadi penting karena sila pertama dari Pancasila sebagai falsafah hidup, jiwa, pandangan, pedoman dan kepribadian bangsa Indonesia sekaligus menjadi falsafah bangsa dan Negara serta menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berarti, Indonesia adalah salah satu negara berTuhan dan memiliki filosofi Ketuhanan yang mendalam serta menempatkan agama sebagai sendi utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kedudukannya sebagai Negara hukum khususnya Negara hukum Pancasila (sebagai religious nation state), agama menempati posisi sentral dan hakiki dalam seluruh kehidupan masyarakat yang perlu dijamin dan dilindungi (tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahkan agama dan kerukunan hidup antarumat beragama (sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan, memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara)  dicantumkan sebagai hal yang penting dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Oleh karena itu, wajar jika Negara memasukan atau menjadikan agama sebagai salah satu delik didalam hukum positifnya. Pengaturan mengenai delik agama ini dipandang penting karena penghinaan (atau cara-cara lainnya) terhadap suatu agama yang diakui di Indonesia dapat membahayakan perdamaian, kerukunan, ketentraman, kesejahteraan (baik secara materil maupun spirituil), keadilan sosial dan mengancam stabilitas dan ketahanan nasional. Agama juga dapat menjadi faktor sensitif yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Atas alasan tersebut juga tulisan ini dibuat sebagai salah satu sumbangsih pemikiran dalam rangka mengetahui rumusan delik agama dan kelemahan-kelemahan yang ada didalamnya sehingga dimasa yang akan datang, dapat dilakukan pembaharuan. Diluar adanya pro-kontra dimasukannya delik agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, Hasil penelitian, menunjukan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengacu kepada perkembangan “blasphemy” di Inggris atau perkembangan “Godslasteringswet” di Belanda. Kriminalisasi delik agama di Indonesia didasarkan pada religionsschutz theorie (teori perlindungan agama), gefuhlsschutz theorie (teori perlindungan perasaan keagamaan) dan friedensschutz theorie (teori perlindungan perdamaian atau teori perlindungan ketentraman umat beragama). Dalam RKUHP, delik agama ini dirumuskan dalam 8 pasal yang terbagi menjadi 2 kategori yakni: Tindak Pidana Terhadap Agama (yang mencakup penghinaan terhadap agama dan penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama) dan Tindak Pidana Terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah (yang mencakup gangguan terhadap penyelenggaraan ibadah dan kegiatan keagamaan dan perusakan tempat ibadah). Kebijakan formulasi delik agama tersebut masih banyak mengandung kelemahan sehingga akan berpengaruh terhadap tahap aplikasi dan eksekusinya dalam praktik berhukum di Indonesia. Dalam kaitannya dengan delik agama, penggunaan sanksi pidana tentu harus memperhatikan rambu-rambu penggunaan pidana dan harus dilakukan dengan tujuan melakukan prevensi umum dan prevensi khusus. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan kebijakan formulasi RKUHP versi tahun 2015 khususnya yang berkaitan dengan delik agama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan melakukan studi bahan kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder dan dilakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan undang-undang, perbandingan hukum, sejarah hukum, asas hukum dan teori hukum.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信