国家、政治认同者和煽动者:伊斯兰大组织关于叛乱的观点及其通过其实施的努力

Sulhani Hermawan, SidikM.Ag. Sidik
{"title":"国家、政治认同者和煽动者:伊斯兰大组织关于叛乱的观点及其通过其实施的努力","authors":"Sulhani Hermawan, SidikM.Ag. Sidik","doi":"10.22515/alahkam.v6i1.3993","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The discourse of mass organization dismissal of Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) by the government through the Government Regulation in Lieu of Law No. 2/2017 (Perppu), that now has been officially being the mass organization regulation, causes pro and contra.This article analyses the substance of the differencies of HTI, NU, and Muhammadiyah opinion about violant attack (makar) and Perppu as its rule to protect it. It also analyses the rationale and reason of their opinion. This article finds two points: First, HTI noted that their activities were not a violant attack but the religious proselytizing (dakwah) so that the dimissal act through Perppu, according to them, was not appropriate. Meanwhile, NU said that HTI activities were a violant attack and they supported itsdismissal through Perppu. Whereas Muhammadiyah argued that the contradiction toward national idology is a violant attack but it dimissal has to be constitutional. Second, based on the social dialectic theory, this article notes that the differencies of these mass organization opinion were influenced by their different conception on nation that internalized when they looked at the problem of violant attack and Perppu. According to the political identity theory, each mass organization brings religious knowledge identity that fitted together, especially concerning Perppu.\n \nDiskursus terkait penonaktifan organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2017 (Perppu Ormas), yang kemudian disahkan menjadi UU Ormas, memunculkan pro-kontra. Artikel ini mengkaji bagaimana substansi perbedaan pandangan HTI, Nahdhatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah (MU) tentang makar dan Perppu sebagai payung hukum pencegahannya. Lantas, apa sebenarnya yang melandasi perbedaan pandangan tersebut. Kajian ini menemukan beberapa hal. Pertama, HTI berpandangan bahwa aktivitas mereka bukan makar melainkan aktivitas dakwah sehingga pembubarannya melalui Perppu dinilai tidak beralasan. Sementara NU memandang aktivitas HTI adalah makar dan mendukung pembubarannya melalui Perppu. Adapun Muhammadiyah berpandangan bahwa yang bertentangan dengan ideologi negara adalah makar, tapi pencegahannya harus secara konstitusional. Kedua, merujuk pada teori dialektika sosial, perbedaan sikap masing-masing ormas dipengaruhi oleh pandangan mereka tentang konsepsi negara yang terinternalisasi dalam menyikapi persoalan makar dan pencegahannya melalui Perppu. Sementara berdasarkan teori politik identitas, masing-masing ormas mengusung identitas pemahaman keagamaan yang saling beririsan terkait Perppu.","PeriodicalId":135077,"journal":{"name":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Negara, Politik Identitas, dan Makar: Pandangan Organisasi Massa Islam Tentang Makar dan Upaya Pencegahannya Melalui PERPPU Ormas\",\"authors\":\"Sulhani Hermawan, SidikM.Ag. Sidik\",\"doi\":\"10.22515/alahkam.v6i1.3993\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"The discourse of mass organization dismissal of Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) by the government through the Government Regulation in Lieu of Law No. 2/2017 (Perppu), that now has been officially being the mass organization regulation, causes pro and contra.This article analyses the substance of the differencies of HTI, NU, and Muhammadiyah opinion about violant attack (makar) and Perppu as its rule to protect it. It also analyses the rationale and reason of their opinion. This article finds two points: First, HTI noted that their activities were not a violant attack but the religious proselytizing (dakwah) so that the dimissal act through Perppu, according to them, was not appropriate. Meanwhile, NU said that HTI activities were a violant attack and they supported itsdismissal through Perppu. Whereas Muhammadiyah argued that the contradiction toward national idology is a violant attack but it dimissal has to be constitutional. Second, based on the social dialectic theory, this article notes that the differencies of these mass organization opinion were influenced by their different conception on nation that internalized when they looked at the problem of violant attack and Perppu. According to the political identity theory, each mass organization brings religious knowledge identity that fitted together, especially concerning Perppu.\\n \\nDiskursus terkait penonaktifan organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2017 (Perppu Ormas), yang kemudian disahkan menjadi UU Ormas, memunculkan pro-kontra. Artikel ini mengkaji bagaimana substansi perbedaan pandangan HTI, Nahdhatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah (MU) tentang makar dan Perppu sebagai payung hukum pencegahannya. Lantas, apa sebenarnya yang melandasi perbedaan pandangan tersebut. Kajian ini menemukan beberapa hal. Pertama, HTI berpandangan bahwa aktivitas mereka bukan makar melainkan aktivitas dakwah sehingga pembubarannya melalui Perppu dinilai tidak beralasan. Sementara NU memandang aktivitas HTI adalah makar dan mendukung pembubarannya melalui Perppu. Adapun Muhammadiyah berpandangan bahwa yang bertentangan dengan ideologi negara adalah makar, tapi pencegahannya harus secara konstitusional. Kedua, merujuk pada teori dialektika sosial, perbedaan sikap masing-masing ormas dipengaruhi oleh pandangan mereka tentang konsepsi negara yang terinternalisasi dalam menyikapi persoalan makar dan pencegahannya melalui Perppu. Sementara berdasarkan teori politik identitas, masing-masing ormas mengusung identitas pemahaman keagamaan yang saling beririsan terkait Perppu.\",\"PeriodicalId\":135077,\"journal\":{\"name\":\"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-06-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22515/alahkam.v6i1.3993\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22515/alahkam.v6i1.3993","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

政府透过第2/2017号替代法律的政府条例(Perppu),解散印尼解放党(Hizbut Tahrir Indonesia, HTI)的言论,如今已正式成为群众组织条例,引发了支持与反对。本文分析了HTI、NU和Muhammadiyah对暴力攻击(makar)和Perppu作为其保护规则的观点差异的实质。并分析了他们观点的基本原理和原因。本文发现两点:首先,HTI指出,他们的活动不是暴力攻击,而是宗教传教(dakwah),因此,根据他们的说法,通过Perppu解雇的行为是不合适的。同时,NU表示HTI的活动是暴力袭击,他们通过Perppu支持解雇HTI。穆罕默迪亚则认为,与国家意识形态的矛盾是一种暴力攻击,但它的解散必须符合宪法。其次,本文以社会辩证法理论为基础,指出这些群众组织观点的差异是受到他们在看待暴力袭击和暴力犯罪问题时内化的不同民族观念的影响。根据政治认同理论,每一个群众组织都带来了相互契合的宗教知识认同,尤其是关于Perppu。Diskursus terkait penonaktifan organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah melalui Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang 2号,2017 (Perppu ormas), yang kemudian disahkan menjadi UU ormas, memunculkan亲kontra。Artikel ini mengkaji bagaimana substansperbedaan pandangan HTI, Nahdhatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah (MU) tentang makar dan Perppu sebagai payung hukum pencegahannya。Lantas, apa sebenarya yang melandasi perbedaan pandangan tersebut。Kajian ini menemukan beberapa hal。Pertama,我的名字是berpandangan bahwa aktivitas mereka bukan makar melainkan aktivitas dakwah sehinga pembubarannya melalui Perppu dinilai tidak beralasan。Sementara NU memandang aktivitas HTI adalah makar dan mendukung pembubarannya melalui Perppu。Adapun Muhammadiyah berpandangan bahwa yang bertentangan dengan意识形态negara adalah makar, tappeghanya harus secara constitutional。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。Sementara berdasarkan teori政治身份,masmasmasormas mengusung身份,pemahaman keagamaan yang销售beririsan terkait Perppu。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Negara, Politik Identitas, dan Makar: Pandangan Organisasi Massa Islam Tentang Makar dan Upaya Pencegahannya Melalui PERPPU Ormas
The discourse of mass organization dismissal of Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) by the government through the Government Regulation in Lieu of Law No. 2/2017 (Perppu), that now has been officially being the mass organization regulation, causes pro and contra.This article analyses the substance of the differencies of HTI, NU, and Muhammadiyah opinion about violant attack (makar) and Perppu as its rule to protect it. It also analyses the rationale and reason of their opinion. This article finds two points: First, HTI noted that their activities were not a violant attack but the religious proselytizing (dakwah) so that the dimissal act through Perppu, according to them, was not appropriate. Meanwhile, NU said that HTI activities were a violant attack and they supported itsdismissal through Perppu. Whereas Muhammadiyah argued that the contradiction toward national idology is a violant attack but it dimissal has to be constitutional. Second, based on the social dialectic theory, this article notes that the differencies of these mass organization opinion were influenced by their different conception on nation that internalized when they looked at the problem of violant attack and Perppu. According to the political identity theory, each mass organization brings religious knowledge identity that fitted together, especially concerning Perppu.   Diskursus terkait penonaktifan organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2017 (Perppu Ormas), yang kemudian disahkan menjadi UU Ormas, memunculkan pro-kontra. Artikel ini mengkaji bagaimana substansi perbedaan pandangan HTI, Nahdhatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah (MU) tentang makar dan Perppu sebagai payung hukum pencegahannya. Lantas, apa sebenarnya yang melandasi perbedaan pandangan tersebut. Kajian ini menemukan beberapa hal. Pertama, HTI berpandangan bahwa aktivitas mereka bukan makar melainkan aktivitas dakwah sehingga pembubarannya melalui Perppu dinilai tidak beralasan. Sementara NU memandang aktivitas HTI adalah makar dan mendukung pembubarannya melalui Perppu. Adapun Muhammadiyah berpandangan bahwa yang bertentangan dengan ideologi negara adalah makar, tapi pencegahannya harus secara konstitusional. Kedua, merujuk pada teori dialektika sosial, perbedaan sikap masing-masing ormas dipengaruhi oleh pandangan mereka tentang konsepsi negara yang terinternalisasi dalam menyikapi persoalan makar dan pencegahannya melalui Perppu. Sementara berdasarkan teori politik identitas, masing-masing ormas mengusung identitas pemahaman keagamaan yang saling beririsan terkait Perppu.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信