{"title":"TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK BERDASARKAN PUTUSAN MK NOMOR 20/PUU-XIV/2016","authors":"I. N. Ariana","doi":"10.31933/unesrev.v5i1.277","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Teknologi informasi memegang peran penting bagi masa kini maupun mendatang yang dengan sendirinya merubah perilaku masyarakat. Teknologi informasi berkontribusi dalam hukum pembuktian di Indonesia dengan diakuinya alat bukti berbentuk elektronik. Pada tahun 2016, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengeluarkan Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang memberikan dampak yuridis terhadap perubahan definisi alat bukti elektronik yang sah. Putusan ini dinilai bertolak belakang dengan semangat dibuatnya UU ITE dan menyebabkan suatu kekaburan norma terkait kedudukan alat bukti elektronik yang sah. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaturan hukum terhadap kedudukan alat bukti elektronik dan akibat hukum putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan metode yuridis normatif, sehingga sumber yang digunakan berasal dari data kepustakaan, baik sumber hukum primer, sekunder, maupun tersier. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengaturan hukum kedudukan alat bukti elektronik di Indonesia pada UU ITE mengalami perubahan sejak Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang telah memberikan penafsiran terhadap frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), dan pasal 44 huruf b UU ITE mengenai ketentuan alat bukti yang sah dan berimplikasi pada fungsi alat bukti elektronik dalam hukum pidana yakni timbulnya ketidakpastian hukum terhadap keabsahan alat bukti elektronik dalam persidangan dan terjadinya perbedaan penafsiran dalam penegakan hukum.","PeriodicalId":193737,"journal":{"name":"UNES Law Review","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-09-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"UNES Law Review","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31933/unesrev.v5i1.277","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK BERDASARKAN PUTUSAN MK NOMOR 20/PUU-XIV/2016
Teknologi informasi memegang peran penting bagi masa kini maupun mendatang yang dengan sendirinya merubah perilaku masyarakat. Teknologi informasi berkontribusi dalam hukum pembuktian di Indonesia dengan diakuinya alat bukti berbentuk elektronik. Pada tahun 2016, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengeluarkan Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang memberikan dampak yuridis terhadap perubahan definisi alat bukti elektronik yang sah. Putusan ini dinilai bertolak belakang dengan semangat dibuatnya UU ITE dan menyebabkan suatu kekaburan norma terkait kedudukan alat bukti elektronik yang sah. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaturan hukum terhadap kedudukan alat bukti elektronik dan akibat hukum putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan metode yuridis normatif, sehingga sumber yang digunakan berasal dari data kepustakaan, baik sumber hukum primer, sekunder, maupun tersier. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengaturan hukum kedudukan alat bukti elektronik di Indonesia pada UU ITE mengalami perubahan sejak Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang telah memberikan penafsiran terhadap frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), dan pasal 44 huruf b UU ITE mengenai ketentuan alat bukti yang sah dan berimplikasi pada fungsi alat bukti elektronik dalam hukum pidana yakni timbulnya ketidakpastian hukum terhadap keabsahan alat bukti elektronik dalam persidangan dan terjadinya perbedaan penafsiran dalam penegakan hukum.