{"title":"Filantropi Kemanusiaan Sebagai Praktik Seni untuk Survivalitas Para Pekerja Seni","authors":"Suwarno Wisetrotomo, Pradani Ratna Pramastuti","doi":"10.31091/mudra.v37i3.1906","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Merebaknya virus corona baru atau pandemi COVID-19 telah menyebabkan krisis global. Krisis kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan budaya menimbulkan efek domino, yang berujung pada krisis kemanusiaan. Sejak merebak di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina sekitar akhir tahun 2019, virus tersebut masih berdampak radikal hingga saat ini. Globalisasi yang dahulu menyoal kecepatan, kemajuan, perayaan, keintiman, dan rasa kebersamaan, sekarang berbalik menjadi kelambatan, kemunduran, serta jarak fisik dan sosial. Negara dan aparatnya segera mengambil tindakan dengan mengeluarkan sejumlah peraturan, seperti kuncitara, isolasi diri, dan “tata krama” baru dalam bekerja dan bersosialisasi, dua diantaranya adalah cuci tangan dan memakai masker. Sejumlah komunitas mengalami stagnasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan seni, termasuk menghadapi kemungkinan krisis bahan pangan karena menurunnya daya beli. Situasi ini menuntut inisiatif dan peran anggota komunitas, seperti para seniman, untuk turun tangan. Para seniman berkontribusi dalam memenuhi “kebutuhan dasar” komunitas dengan menyediakan masker dan makanan untuk keluarga berpenghasilan rendah serta Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis, seperti perawat dan dokter. Selain itu, sejumlah proyek juga digagas seniman sebagai aksi filantropi kemanusiaan, antara lain “Dapur Aksi Berbagi”, “Dapur Aksi Tetandur”, “Rengeng-rengeng Sirep Pageblug Maskumambang” yang diselenggarakan LAURA, “Pentas Wayang Climen: Kolaborasi Dalang dengan Pelukis”, “Seni Nasi Bungkus”, “Konser Online Didi Kempot”, dan “Panen Apa Hari Ini”. Proyek-proyek tersebut dianggap sebagai filantropi kemanusiaan, yang dari perspektif seni rupa kontemporer, dikategorikan sebagai praktik seni. Penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mengamati dan mencatat dengan cermat berbagai tindakan filantropi para seniman, dan kemudian mengelaborasi peristiwa yang terjadi. Risalah ini menjawab mengapa aktivitas mereka bisa dikategorikan sebagai praktik seni. Risalah ini juga membuka potensi wacana terkait hubungan antara filantropi kemanusiaan yang dilakukan oleh seniman dengan praktik seni.","PeriodicalId":32449,"journal":{"name":"Mudra Jurnal Seni Budaya","volume":"101 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Mudra Jurnal Seni Budaya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31091/mudra.v37i3.1906","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Merebaknya virus corona baru atau pandemi COVID-19 telah menyebabkan krisis global. Krisis kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan budaya menimbulkan efek domino, yang berujung pada krisis kemanusiaan. Sejak merebak di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina sekitar akhir tahun 2019, virus tersebut masih berdampak radikal hingga saat ini. Globalisasi yang dahulu menyoal kecepatan, kemajuan, perayaan, keintiman, dan rasa kebersamaan, sekarang berbalik menjadi kelambatan, kemunduran, serta jarak fisik dan sosial. Negara dan aparatnya segera mengambil tindakan dengan mengeluarkan sejumlah peraturan, seperti kuncitara, isolasi diri, dan “tata krama” baru dalam bekerja dan bersosialisasi, dua diantaranya adalah cuci tangan dan memakai masker. Sejumlah komunitas mengalami stagnasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan seni, termasuk menghadapi kemungkinan krisis bahan pangan karena menurunnya daya beli. Situasi ini menuntut inisiatif dan peran anggota komunitas, seperti para seniman, untuk turun tangan. Para seniman berkontribusi dalam memenuhi “kebutuhan dasar” komunitas dengan menyediakan masker dan makanan untuk keluarga berpenghasilan rendah serta Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis, seperti perawat dan dokter. Selain itu, sejumlah proyek juga digagas seniman sebagai aksi filantropi kemanusiaan, antara lain “Dapur Aksi Berbagi”, “Dapur Aksi Tetandur”, “Rengeng-rengeng Sirep Pageblug Maskumambang” yang diselenggarakan LAURA, “Pentas Wayang Climen: Kolaborasi Dalang dengan Pelukis”, “Seni Nasi Bungkus”, “Konser Online Didi Kempot”, dan “Panen Apa Hari Ini”. Proyek-proyek tersebut dianggap sebagai filantropi kemanusiaan, yang dari perspektif seni rupa kontemporer, dikategorikan sebagai praktik seni. Penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mengamati dan mencatat dengan cermat berbagai tindakan filantropi para seniman, dan kemudian mengelaborasi peristiwa yang terjadi. Risalah ini menjawab mengapa aktivitas mereka bisa dikategorikan sebagai praktik seni. Risalah ini juga membuka potensi wacana terkait hubungan antara filantropi kemanusiaan yang dilakukan oleh seniman dengan praktik seni.