Gusti Ayu, Jatiana Manik Wedanti, I. Putu, Adi Saskara, I. M. Sugita
{"title":"EKSISTENSI PURUSA DAN PRADANA DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI","authors":"Gusti Ayu, Jatiana Manik Wedanti, I. Putu, Adi Saskara, I. M. Sugita","doi":"10.25078/wd.v18i1.2017","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Purusa dan pradana merupakan dua konsep penting dalam Hukum Adat Warisan Bali yang secara sederhana purusa diartikan sebagai laki-laki dan pradana diartikan sebagai perempuan. Dalam perkembangannya, pengertian purusa dan pradana dalam Hukum Adat Warisan Bali tidak lagi sederhana tetapi memiliki arti yang lebih luas, yaitu purusa diartikan sebagai putra dan/atau putri (dalam hal ini sentana rajeg) yang menjadi pewaris utama. sedangkan pradana diartikan sebagai anak laki-laki dan/atau anak perempuan yang nantinya akan meninggalkan keluarga serta hak dan kewajibannya karena menikah untuk mengikuti suami atau istrinya. Mayoritas masyarakat adat di Bali menganut agama Hindu dan menganut sistem kekerabatan patrilineal yang biasa disebut kramusa/purusa. Pewarisan dalam Hukum Adat Bali tidak hanya menyangkut pembagian warisan berupa harta benda atau berupa materi saja, tetapi juga termasuk warisan nonmateri yaitu warisan berupa tanggung jawab dan kewajiban (swadharma) kepada leluhur dan masyarakat. Anak sebagai ahli waris yang mampu melanjutkan swadharma orang tuanya yang telah meninggal dapat diangkat sebagai ahli waris. Sesuai dengan konsep purusa dan pradana sebagai asas hukum dalam pewarisan Hukum Adat Bali bahwa purusa tidak harus berarti anak laki-laki dan pradana tidak harus berarti anak perempuan. Laki-laki atau perempuan bisa menjadi purusa atau pradana.","PeriodicalId":33347,"journal":{"name":"Dharmasmrti","volume":"110 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dharmasmrti","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25078/wd.v18i1.2017","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Purusa dan pradana merupakan dua konsep penting dalam Hukum Adat Warisan Bali yang secara sederhana purusa diartikan sebagai laki-laki dan pradana diartikan sebagai perempuan. Dalam perkembangannya, pengertian purusa dan pradana dalam Hukum Adat Warisan Bali tidak lagi sederhana tetapi memiliki arti yang lebih luas, yaitu purusa diartikan sebagai putra dan/atau putri (dalam hal ini sentana rajeg) yang menjadi pewaris utama. sedangkan pradana diartikan sebagai anak laki-laki dan/atau anak perempuan yang nantinya akan meninggalkan keluarga serta hak dan kewajibannya karena menikah untuk mengikuti suami atau istrinya. Mayoritas masyarakat adat di Bali menganut agama Hindu dan menganut sistem kekerabatan patrilineal yang biasa disebut kramusa/purusa. Pewarisan dalam Hukum Adat Bali tidak hanya menyangkut pembagian warisan berupa harta benda atau berupa materi saja, tetapi juga termasuk warisan nonmateri yaitu warisan berupa tanggung jawab dan kewajiban (swadharma) kepada leluhur dan masyarakat. Anak sebagai ahli waris yang mampu melanjutkan swadharma orang tuanya yang telah meninggal dapat diangkat sebagai ahli waris. Sesuai dengan konsep purusa dan pradana sebagai asas hukum dalam pewarisan Hukum Adat Bali bahwa purusa tidak harus berarti anak laki-laki dan pradana tidak harus berarti anak perempuan. Laki-laki atau perempuan bisa menjadi purusa atau pradana.