{"title":"Eksploitasi Dan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Konflik Suriah Pendekatan Hermeneutika Feminis Amina Wadud","authors":"Anna Zakiah Derajat, Toni Kurniawan","doi":"10.14421/musawa.2021.201.45-58","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam agama apa pun, perempuan akan menjadi sasaran eksploitasi dan diskriminasi para penafsir fundamental. Ketimpangan peran sosial yang dilihat dari aspek gender selalu mempertahankan dalih-dalih doktrin agama, serta mempertahankan budaya masyarakat yang patriarki. Tentu saja hal itu merugikan perempuan dan menguntungkan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat. Sekitar 76% dari tahanan Suriah adalah perempuan. Selama dalam tahanan, perempuan Suriah mengalami kekerasan berbasis gender, hal ini tentu berkaitan erat dengan adanya deminasi laki-laki yang dilanggengkan di negara tersebut. Hal ini sangat kontradiktif dengan pandangan Amina Wadud. Wadud berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan berkedudukan yang sama rata, sehingga tidak ada timpang-tindih di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan penafsirannya pada QS. An-Nisa ayat 34. Ada tiga kunci yang tertera dalam ayat tersebut, yaitu pertama, qanita>t. Kedua, d}araba. Ketiga, t}a'at. Tulisan ini ingin menegaskan kembali bahwa agama Islam memang dilahirkan dengan tujuan untuk membebaskan manusia, baik laki-laki maupun perempuan dari segala sistem yang mengekangnya. Dengan mengamalkan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kesetaraan dan keadilan berbasis gender di Negara Suriah. Maka dari itu, adanya tulisan ini berusaha untuk mengungkap permasalahan terkait eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan Suriah dengan menggunakan perspektif hermeneutika feminis Amina Wadud.\n \n[In any religion, women will be the target of exploitation and discrimination of fundamental interpreters. Inequality of social roles seen from the aspect of gender always maintains the pretext of religious doctrine, and maintains a patriarchal culture of society. Of course it harms women and benefits certain classes in society. About 76% of Syrian restaurants are women. While in detention, Syrian women experience gender-based violence, this is of course closely related to the existence of male demination that is perpetuated in the country. This is very contradictory to the view of Amina Wadud. Wadud is of the opinion that men and women are equal, so that there is no overlap between the two. This is in accordance with its activities in QS. An-Nisa verse 34. There are three keys listed in the verse, namely first, qanita>t. Second, d}araba. Third, t}a'at. This paper wants to reiterate that the religion of Islam was indeed born with the aim of preserving humans, both men and from all systems that restrain it. By practicing and improving human values, such as experience and gender-based justice in Syria. Therefore, this paper seeks to uncover problems related to exploitation and violence against Syrian women by using the feminist hermeneutic perspective of Amina Wadud.]","PeriodicalId":33379,"journal":{"name":"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/musawa.2021.201.45-58","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Dalam agama apa pun, perempuan akan menjadi sasaran eksploitasi dan diskriminasi para penafsir fundamental. Ketimpangan peran sosial yang dilihat dari aspek gender selalu mempertahankan dalih-dalih doktrin agama, serta mempertahankan budaya masyarakat yang patriarki. Tentu saja hal itu merugikan perempuan dan menguntungkan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat. Sekitar 76% dari tahanan Suriah adalah perempuan. Selama dalam tahanan, perempuan Suriah mengalami kekerasan berbasis gender, hal ini tentu berkaitan erat dengan adanya deminasi laki-laki yang dilanggengkan di negara tersebut. Hal ini sangat kontradiktif dengan pandangan Amina Wadud. Wadud berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan berkedudukan yang sama rata, sehingga tidak ada timpang-tindih di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan penafsirannya pada QS. An-Nisa ayat 34. Ada tiga kunci yang tertera dalam ayat tersebut, yaitu pertama, qanita>t. Kedua, d}araba. Ketiga, t}a'at. Tulisan ini ingin menegaskan kembali bahwa agama Islam memang dilahirkan dengan tujuan untuk membebaskan manusia, baik laki-laki maupun perempuan dari segala sistem yang mengekangnya. Dengan mengamalkan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kesetaraan dan keadilan berbasis gender di Negara Suriah. Maka dari itu, adanya tulisan ini berusaha untuk mengungkap permasalahan terkait eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan Suriah dengan menggunakan perspektif hermeneutika feminis Amina Wadud.
[In any religion, women will be the target of exploitation and discrimination of fundamental interpreters. Inequality of social roles seen from the aspect of gender always maintains the pretext of religious doctrine, and maintains a patriarchal culture of society. Of course it harms women and benefits certain classes in society. About 76% of Syrian restaurants are women. While in detention, Syrian women experience gender-based violence, this is of course closely related to the existence of male demination that is perpetuated in the country. This is very contradictory to the view of Amina Wadud. Wadud is of the opinion that men and women are equal, so that there is no overlap between the two. This is in accordance with its activities in QS. An-Nisa verse 34. There are three keys listed in the verse, namely first, qanita>t. Second, d}araba. Third, t}a'at. This paper wants to reiterate that the religion of Islam was indeed born with the aim of preserving humans, both men and from all systems that restrain it. By practicing and improving human values, such as experience and gender-based justice in Syria. Therefore, this paper seeks to uncover problems related to exploitation and violence against Syrian women by using the feminist hermeneutic perspective of Amina Wadud.]