W. Meikawati, Dian Pertiwi Kisdi Rahayu, I. Purwanti
{"title":"BERAT BADAN LAHIR RENDAH DAN ANEMIA IBU SEBAGAI PREDIKTOR STUNTING PADA ANAK USIA 12–24 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS GENUK KOTA SEMARANG","authors":"W. Meikawati, Dian Pertiwi Kisdi Rahayu, I. Purwanti","doi":"10.22435/mgmi.v13i1.5207","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Latar Belakang. Stunting adalah salah satu masalah kekurangan gizi kronis yang terjadi karena kekurangan asupan gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Anak yang mengalami stunting lebih rentan menderita sakit dan berisiko menderita penyakit degeneratif serta penurunan kemampuan dan kapasitas kerja. Salah satu penyebab terjadinya stunting adalah rendahnya status gizi ibu sebelum, selama, dan setelah kehamilan yang berdampak pada berat dan panjang badan lahir. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif, status gizi ibu (tinggi badan, kurang energi kronis (KEK), dan anemia) serta berat dan panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12–24 bulan. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di wilayah Puskesmas Genuk Kota Semarang. Sampel berjumlah 63 anak usia 12–24 bulan yang dipilih secara purposive sampling. Data stunting diperoleh dengan melakukan pengukuran panjang badan anak saat kegiatan posyandu bulan Agustus 2020. Data anak (usia, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir) dan data ibu (karakteristik ibu, riwayat pemberian ASI eksklusif, status KEK, dan anemia) diperoleh melalui buku catatan kelahiran di Puskesmas Genuk Kota Semarang. Data dianalisis dengan uji chi square dan uji regresi logistik berganda. Hasil. Sebagian besar anak mengalami stunting (52,4%). Sebanyak 20,6 persen anak memiliki riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan 23,8 persen memiliki riwayat panjang badan lahir pendek. Sebagian besar ibu (57,1%) tidak memberikan ASI eksklusif. Sebanyak 6,3 persen ibu memiliki tinggi badan berisiko, 22,2 persen ibu kategori KEK, dan 33,3 persen mengalami anemia saat hamil. Dominasi kejadian stunting terjadi pada anak perempuan. Riwayat BBLR (p=0,047), panjang badan lahir (p=0,000), dan status anemia ibu (p=0,032) berhubungan signifikan dengan kejadian stunting. Riwayat BBLR (p=0,004) dan status anemia ibu saat hamil (p=0,001) paling berisiko menjadi stunting. Kesimpulan. Anak dengan riwayat BBLR berisiko 18,6 kali lebih besar menjadi stunting dan anak dengan riwayat ibu anemia saat hamil berisiko 17 kali lebih besar menjadi stunting.","PeriodicalId":31976,"journal":{"name":"Media Gizi Mikro Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-12-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Media Gizi Mikro Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/mgmi.v13i1.5207","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Abstract
Latar Belakang. Stunting adalah salah satu masalah kekurangan gizi kronis yang terjadi karena kekurangan asupan gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Anak yang mengalami stunting lebih rentan menderita sakit dan berisiko menderita penyakit degeneratif serta penurunan kemampuan dan kapasitas kerja. Salah satu penyebab terjadinya stunting adalah rendahnya status gizi ibu sebelum, selama, dan setelah kehamilan yang berdampak pada berat dan panjang badan lahir. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif, status gizi ibu (tinggi badan, kurang energi kronis (KEK), dan anemia) serta berat dan panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12–24 bulan. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di wilayah Puskesmas Genuk Kota Semarang. Sampel berjumlah 63 anak usia 12–24 bulan yang dipilih secara purposive sampling. Data stunting diperoleh dengan melakukan pengukuran panjang badan anak saat kegiatan posyandu bulan Agustus 2020. Data anak (usia, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir) dan data ibu (karakteristik ibu, riwayat pemberian ASI eksklusif, status KEK, dan anemia) diperoleh melalui buku catatan kelahiran di Puskesmas Genuk Kota Semarang. Data dianalisis dengan uji chi square dan uji regresi logistik berganda. Hasil. Sebagian besar anak mengalami stunting (52,4%). Sebanyak 20,6 persen anak memiliki riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan 23,8 persen memiliki riwayat panjang badan lahir pendek. Sebagian besar ibu (57,1%) tidak memberikan ASI eksklusif. Sebanyak 6,3 persen ibu memiliki tinggi badan berisiko, 22,2 persen ibu kategori KEK, dan 33,3 persen mengalami anemia saat hamil. Dominasi kejadian stunting terjadi pada anak perempuan. Riwayat BBLR (p=0,047), panjang badan lahir (p=0,000), dan status anemia ibu (p=0,032) berhubungan signifikan dengan kejadian stunting. Riwayat BBLR (p=0,004) dan status anemia ibu saat hamil (p=0,001) paling berisiko menjadi stunting. Kesimpulan. Anak dengan riwayat BBLR berisiko 18,6 kali lebih besar menjadi stunting dan anak dengan riwayat ibu anemia saat hamil berisiko 17 kali lebih besar menjadi stunting.