PENGARUH ASPEK TEKNIS-OPERASIONAL PADA JEJAK KARBON KAPAL PERIKANAN HUHATE INDONESIA

Suryanto Suryanto, Sandi Wibowo, Setiya Triharyuni, D. Nugroho
{"title":"PENGARUH ASPEK TEKNIS-OPERASIONAL PADA JEJAK KARBON KAPAL PERIKANAN HUHATE INDONESIA","authors":"Suryanto Suryanto, Sandi Wibowo, Setiya Triharyuni, D. Nugroho","doi":"10.15578/jppi.25.2.2019.103-115","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap komoditas tuna cakalang tongkol (TCT) mendorong semakin intensifnya penggunaan alat tangkap huhate di perairan timur Indonesia. Sementara proses sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) sedang berlangsung, trade barrier terkait jejak karbon produk perikanan yang dikenal ramah lingkungan dan memiliki dampak sosial ekonomi yang tinggi ini akan menjadi salah satu faktor yang akan diperhatikan pasar. Dewasa ini data jejak karbon perikanan belum tersedia. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengestimasi jejak karbon kegiatan penangkapan (cradle to gate) armada huhate di Sorong, Bitung, Kendari, Ambon dan Larantuka. Penelitian yang mengacu pada British Standard Institute PAS 2050-2:2012, dilaksanakan pada Juni-Desember 2015. Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara nakhoda dan kepala kamar mesin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa armada huhate di Larantuka memiliki jejak karbon terendah (0,59 ton CO2eq/ton ikan). Sedangkan armada huhate di Sorong, Bitung dan Kendari menghasilkan jejak karbon yang berkisar antara 0,61-1,14 ton CO2eq/ton ikan. Secara umum jejak karbon armada tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek operasional dari pada aspek teknis kapal. Pembandingan hasil studi jejak karbon sangat perlu dengan memperhatikan kesetaraan batasan sistem produksi (system boundary) yang digunakan.  The increase of world market demand for tuna, skipjack, and kawa-kawa commodities has been escalating the use of pole and line vessels in eastern Indonesian waters. Meanwhile the Marine Stewardship Council (MSC) certification process is ongoing, trade barriers related to carbon footprint of the fisheries that are known to be environmentally friendly and have a high socio-economic impact are massively raised. Nowadays,carbon footprint data of this fishery are not available yet. Therefore research was intended on June-December 2015 to estimate carbon footprint of this fishery, located in main TCT fishing ports such as Sorong, Bitung, Kendari, Ambon, and Larantuka. The research conducted is based on the British Standard Institute PAS 2050-2: 2012. Data were obtained through in-depth interviewing the captains and engine officers. The results show that pole and line fleet based in Larantuka had the lowest carbon footprint of 0.59 tons CO2eq/ton, while the other fleets have produced carbon footprint ranging from 0.61 to 1.14 tons of CO2eq/ton. In general, carbon footprint of this fleet is more likely influenced by the operational aspects rather than the technical ones. Comparisons of the results of carbon footprint studies should be carefully considered the system boundary used by existing fisheries.","PeriodicalId":55669,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15578/jppi.25.2.2019.103-115","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap komoditas tuna cakalang tongkol (TCT) mendorong semakin intensifnya penggunaan alat tangkap huhate di perairan timur Indonesia. Sementara proses sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) sedang berlangsung, trade barrier terkait jejak karbon produk perikanan yang dikenal ramah lingkungan dan memiliki dampak sosial ekonomi yang tinggi ini akan menjadi salah satu faktor yang akan diperhatikan pasar. Dewasa ini data jejak karbon perikanan belum tersedia. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengestimasi jejak karbon kegiatan penangkapan (cradle to gate) armada huhate di Sorong, Bitung, Kendari, Ambon dan Larantuka. Penelitian yang mengacu pada British Standard Institute PAS 2050-2:2012, dilaksanakan pada Juni-Desember 2015. Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara nakhoda dan kepala kamar mesin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa armada huhate di Larantuka memiliki jejak karbon terendah (0,59 ton CO2eq/ton ikan). Sedangkan armada huhate di Sorong, Bitung dan Kendari menghasilkan jejak karbon yang berkisar antara 0,61-1,14 ton CO2eq/ton ikan. Secara umum jejak karbon armada tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek operasional dari pada aspek teknis kapal. Pembandingan hasil studi jejak karbon sangat perlu dengan memperhatikan kesetaraan batasan sistem produksi (system boundary) yang digunakan.  The increase of world market demand for tuna, skipjack, and kawa-kawa commodities has been escalating the use of pole and line vessels in eastern Indonesian waters. Meanwhile the Marine Stewardship Council (MSC) certification process is ongoing, trade barriers related to carbon footprint of the fisheries that are known to be environmentally friendly and have a high socio-economic impact are massively raised. Nowadays,carbon footprint data of this fishery are not available yet. Therefore research was intended on June-December 2015 to estimate carbon footprint of this fishery, located in main TCT fishing ports such as Sorong, Bitung, Kendari, Ambon, and Larantuka. The research conducted is based on the British Standard Institute PAS 2050-2: 2012. Data were obtained through in-depth interviewing the captains and engine officers. The results show that pole and line fleet based in Larantuka had the lowest carbon footprint of 0.59 tons CO2eq/ton, while the other fleets have produced carbon footprint ranging from 0.61 to 1.14 tons of CO2eq/ton. In general, carbon footprint of this fleet is more likely influenced by the operational aspects rather than the technical ones. Comparisons of the results of carbon footprint studies should be carefully considered the system boundary used by existing fisheries.
技术操作方面
世界市场对鳕鱼金枪鱼商品的需求不断增加,促使印尼东部越来越多地使用仇恨捕获工具。虽然海洋管理委员会(MSC)的认证程序正在进行中,但与环保电器的碳足迹相关的贸易壁垒以及具有如此高的社会经济影响将是市场上需要观察的因素之一。此成人碳足迹数据不可用。为此,研究旨在估计苏隆、比通、肯达里、安汶和拉兰图卡胡特船队从摇篮到大门捕获的碳足迹。参考英国标准学会PAS 2050-2:2012于2015年6月至12月进行的研究。这些数据是通过审查和事故采访以及机舱负责人获得的。研究表明,Larantuka的Huhate船队的碳足迹最低(0.59吨二氧化碳当量/吨鱼)。而位于索隆、比通和肯达里的Huhate船队产生的碳足迹在0.61至1.14吨二氧化碳当量/吨鱼类之间。总的来说,船队的碳足迹更多地受到运营方面的影响,而不是船只的技术方面。通过考察所用系统边界的等效性,对碳足迹研究进行比较是非常必要的。随着世界市场对金枪鱼、鲣鱼和川川商品需求的增加,印尼东部水域的竿钓船使用量不断增加。与此同时,海洋管理委员会(MSC)的认证程序正在进行中,与已知环保且具有高度社会经济影响的渔业碳足迹相关的贸易壁垒被大幅提高。如今,这种渔业的碳足迹数据还不可用。因此,2015年6月至12月的研究旨在估计该渔业的碳足迹,该渔业位于主要的TCT渔港,如Sorong、Bitung、Kendari、Ambon和Larantuka。本研究基于英国标准学会PAS 2050-2:2012。数据是通过深入采访船长和轮机长获得的。结果显示,位于拉兰图卡的极线车队的碳足迹最低,为0.59吨二氧化碳当量/吨,而其他车队的碳排放量在0.61至1.14吨二氧化碳当量吨之间。总的来说,这支车队的碳足迹更可能受到运营方面的影响,而不是技术方面的影响。碳足迹研究结果的比较应仔细考虑现有渔业使用的系统边界。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信