Historical study on the development of the weaving motif of Bima, West Nusa Tenggara, Indonesia

Nursyahri Ramadhan, T. Karyono, Zakaria S. Soeteja
{"title":"Historical study on the development of the weaving motif of Bima, West Nusa Tenggara, Indonesia","authors":"Nursyahri Ramadhan, T. Karyono, Zakaria S. Soeteja","doi":"10.17977/um015v50i22022p261","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Historical study on the development of the weaving motif of Bima, West Nusa Tenggara, IndonesiaThis study aims to trace the early history of the Bimanese to identify the weaving and its 10 motifs defined in the Bima Land Customary Law as part of the Bima ethnic characteristics. The study used a qualitative approach with data triangulation (observations, interviews, and documentation). The research result showed that the activity of spinning yarn was known by the Bimanese before the expedition of Sang Bima to the land of the rising sun (Satonda Island, a volcanic area on Sumbawa Island), which became the ancestors of the Bimanese. They used weaving to make clothes, using similar procedures of Javanese weaving. Initially, the motifs of Bimanese woven were only in the form of stripes and rectangles, but the acculturation with Javanese culture during the heyday of Majapahit influenced the development of motifs in the Bima Kingdom during the 11-13th centuries. Subsequently, there was also acculturation with Bugis and Malay culture after the Bima Kingdom turned into a Sultanate. For instance, in choosing a leader, the Bima people should adopt the principle in the nggusu waru (octagonal) motif or that the Bima people must always bring benefits and noble characteristics like the scent of a flower in the Satako flower motif. Kajian sejarah perkembangan motif tenun Bima, Nusa Tenggara Barat, IndonesiaTujuan dari penelitian ini adalah untuk menelusuri sejarah awal masyarakat Bima menge­nal tenunan dan motif-motif yang diterapkannya hingga terbentuk 10 motif yang ditetapkan dalam Hukum Adat Tanah Bima (HATB) sehingga menjadi ciri khas etnis Bima. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan triangulasi data (obser­vasi, wawancara, dan studi dokumen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pemintalan benang telah dikenal oleh masyarakat Bima sebelum pengembaraan tokoh Sang Bima ke negeri matahari terbit (Pulau Satonda, wilayah vulkanik di pulau Sumbawa) yang menjadi cikal bakal orang Bima dan untuk membuat pakaian, menerapkan seperti cara orang-orang Jawa dalam hal menenun. Motif awal yang dikenal oleh orang Bima hanya berbentuk garis-garis dan segi empat, namun akulturasi budaya Jawa pada masa kejayaan Majapahit ikut mempengaruhi perkembangan motif-motif di kerajaan Bima pada abad ke 11-13, selanjutnya, terjadi akulturasi budaya Bugis dan Melayu setelah kerajaan Bima berubah menjadi kesultanan sehingga penerapan motif-motif dalam lingkungan masyarakat Bima mengacu pada Hukum Adat Tanah Bima yang sesuai dengan Syariat Islam. Seperti memilih pemimpin berdasarkan makna yang terkandung dalam motif nggusu waru atau dalam berkehidupan sosial, orang Bima harus selalu membawa kebermanfaatan dan akhlak yang mulia sebagaimana aroma bunga sekuntum dalam motif bunga Satako.","PeriodicalId":55791,"journal":{"name":"Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa Sastra Seni dan Pengajarannya","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa Sastra Seni dan Pengajarannya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.17977/um015v50i22022p261","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Historical study on the development of the weaving motif of Bima, West Nusa Tenggara, IndonesiaThis study aims to trace the early history of the Bimanese to identify the weaving and its 10 motifs defined in the Bima Land Customary Law as part of the Bima ethnic characteristics. The study used a qualitative approach with data triangulation (observations, interviews, and documentation). The research result showed that the activity of spinning yarn was known by the Bimanese before the expedition of Sang Bima to the land of the rising sun (Satonda Island, a volcanic area on Sumbawa Island), which became the ancestors of the Bimanese. They used weaving to make clothes, using similar procedures of Javanese weaving. Initially, the motifs of Bimanese woven were only in the form of stripes and rectangles, but the acculturation with Javanese culture during the heyday of Majapahit influenced the development of motifs in the Bima Kingdom during the 11-13th centuries. Subsequently, there was also acculturation with Bugis and Malay culture after the Bima Kingdom turned into a Sultanate. For instance, in choosing a leader, the Bima people should adopt the principle in the nggusu waru (octagonal) motif or that the Bima people must always bring benefits and noble characteristics like the scent of a flower in the Satako flower motif. Kajian sejarah perkembangan motif tenun Bima, Nusa Tenggara Barat, IndonesiaTujuan dari penelitian ini adalah untuk menelusuri sejarah awal masyarakat Bima menge­nal tenunan dan motif-motif yang diterapkannya hingga terbentuk 10 motif yang ditetapkan dalam Hukum Adat Tanah Bima (HATB) sehingga menjadi ciri khas etnis Bima. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan triangulasi data (obser­vasi, wawancara, dan studi dokumen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pemintalan benang telah dikenal oleh masyarakat Bima sebelum pengembaraan tokoh Sang Bima ke negeri matahari terbit (Pulau Satonda, wilayah vulkanik di pulau Sumbawa) yang menjadi cikal bakal orang Bima dan untuk membuat pakaian, menerapkan seperti cara orang-orang Jawa dalam hal menenun. Motif awal yang dikenal oleh orang Bima hanya berbentuk garis-garis dan segi empat, namun akulturasi budaya Jawa pada masa kejayaan Majapahit ikut mempengaruhi perkembangan motif-motif di kerajaan Bima pada abad ke 11-13, selanjutnya, terjadi akulturasi budaya Bugis dan Melayu setelah kerajaan Bima berubah menjadi kesultanan sehingga penerapan motif-motif dalam lingkungan masyarakat Bima mengacu pada Hukum Adat Tanah Bima yang sesuai dengan Syariat Islam. Seperti memilih pemimpin berdasarkan makna yang terkandung dalam motif nggusu waru atau dalam berkehidupan sosial, orang Bima harus selalu membawa kebermanfaatan dan akhlak yang mulia sebagaimana aroma bunga sekuntum dalam motif bunga Satako.
印尼西努沙登加拉比马织造主题发展的历史研究
印尼西努沙登加拉比马编织图案发展的历史研究本研究旨在追溯比马人的早期历史,以确定《比马土地习惯法》中定义的编织及其10个图案是比马民族特征的一部分。该研究采用了数据三角测量的定性方法(观察、访谈和文件)。研究结果表明,在桑比马远征旭日之地(松巴哇岛上的火山区萨东达岛)之前,比马人就知道纺纱的活动,桑比马成为比马人的祖先。他们用编织来制作衣服,使用了类似爪哇编织的程序。最初,比马人编织的图案只有条纹和矩形的形式,但在马贾帕希特鼎盛时期与爪哇文化的融合影响了11-13世纪比马王国图案的发展。随后,比马王国成为苏丹国后,也出现了与布吉人和马来文化的文化融合。例如,在选择领导者时,比马人应该采用nggusu-waru(八边形)主题中的原则,或者比马人必须始终带来利益和高贵的特征,比如Satako花主题中的花香。本研究的目的是通过确定比马社会的内容和动机来调查比马社会早期的历史,以形成《比马土地适应法》(HATB)中规定的10个动机,从而成为比马的一个民族特征。本研究中使用的方法是数据三角测量的定性方法(观察、访谈和文件研究)。这项研究的结果表明,在比马人前往东部陆地(松巴哇岛上的火山区萨东达)之前,比马人就已经知道了线的需求活动,比马是比马人的自行车手,为了制造衣服,比马在融化方面采用了贾瓦人的方式。比马人已知的早期图案只有线条和象限,但马贾帕希特成功时的爪哇文化影响了比马王国在11至13世纪的图案发展,等等,布吉斯和梅拉尤的文化发生在比马王国成为一个后果之后,因此比马社区中的主题主题应用导致了与伊斯兰社会一致的比马土地适应法。就像根据无序主题或社会生活中包含的意义来选择领导人一样,比马人必须始终带来利益和贵族,因为花香仅次于萨塔科花的主题。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
21
审稿时长
24 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信