Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi

DiH Pub Date : 2023-02-27 DOI:10.30996/dih.v19i1.7602
Boy Santoso, Erny Herlin Setyorini
{"title":"Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi","authors":"Boy Santoso, Erny Herlin Setyorini","doi":"10.30996/dih.v19i1.7602","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract \nJudicial acts of corruption in Indonesia are not fully carried out in accordance with applicable legal norms, caused by deviations from norms so that collusion occurs. As a result of the legal discrepancy in the implementation of the corruption trial, the community loses accountability and doubts the credibility of state officials in enforcing the law on corruption. Positive law regulates material corruption which is more profitable for corruptors so that the implementation of a simple, fast and low-cost, collusion-free judiciary cannot be carried out. Since Perma No.1/2020 was promulgated, it has not reduced the criminalization of corruption cases in terms of light sentences, which should have been eradicated in extra ordinary measures. Corruption trials have precedents in the form of decisions by previous courts that create legal loopholes for judges to determine the same decision, namely light sentences against perpetrators of corruption. The researchmethod used in this research is normative legal research and uses a research approach including statutory approach, conceptual approach, and case approach. The results of this study indicate that Perma No.1/2020 has no value of justice from a societal perspective and after theSupreme Court regulation was promulgated for more than a year it is known that this regulation is optional and does not bind judges to be guided by Perma No.1/2020. Therefore, Perma No.1/2020 must have its material formulation changed and judicially reviewed by thesupreme court with the aim of Perma No.1/2020 the normative material is more proportional, of better quality and produces decisions withoutdisparities in corruption cases with the same characteristics to realize future rule of law. \nKeywords: criminal guidelines; Supreme Court regulations; value of justice \nAbstrak \nPeradilan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan norma hukum yang berlaku, disebabkan oleh penyimpangan norma sehingga kolusi terjadi. Akibat dari kesenjangan hukum pada implementasi peradilan tindak pidana korupsi masyarakat kehilangan akuntabilitas dan meragukan kredibilitas aparat negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hukum positif mengatur korupsi materinya lebih menguntungkan terhadap pelaku korupsi sehingga implementasi peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan bebas kolusi tidak dapat terlaksana. Semenjak Perma No.1/2020 diundangkan juga tidak membuat pemidanaan kasus korupsiberkurang dalam aspek vonis ringan yang seharusnya pelaksanaan pemidanaan kasus korupsi diberantas secara extra ordinary \nmeasures.  Peradilan  tindak  pidana  korupsi  memiliki  preseden  berupa  putusan  oleh  pengadilan \nterdahulu membuat celah hukum bagi hakim untuk menetapkan putusan yang sama yaitu vonis ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif serta menggunakan pendekatan penelitian meliputipendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perma No.1/2020 tidak memiliki nilai keadilan dalam perspektif masyarakat dan setelah peraturan mahkamah agung ini diundangkan lebih dari satu tahun diketahui bahwa regulasi ini fakultatif dan tidak mengikat hakim untuk wajibberpedoman pada Perma No.1/2020. Oleh karena itu, Perma No.1/2020 harus dirubah rumusan materinya dan di judicial review olehmahkamah agung dengan tujuan Perma No.1/2020 materi normanya lebih proporsional, berkualitas dan menghasilkan putusan tanpa adanya disparitas pada kasus korupsi dengan karakteristik yang sama untuk mewujudkan supremasi hukum di masa mendatang. \nKata kunci: peraturan Mahkamah Agung, pedoman pemidanaan, nilai keadilan","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"DiH","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30996/dih.v19i1.7602","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2

Abstract

Abstract Judicial acts of corruption in Indonesia are not fully carried out in accordance with applicable legal norms, caused by deviations from norms so that collusion occurs. As a result of the legal discrepancy in the implementation of the corruption trial, the community loses accountability and doubts the credibility of state officials in enforcing the law on corruption. Positive law regulates material corruption which is more profitable for corruptors so that the implementation of a simple, fast and low-cost, collusion-free judiciary cannot be carried out. Since Perma No.1/2020 was promulgated, it has not reduced the criminalization of corruption cases in terms of light sentences, which should have been eradicated in extra ordinary measures. Corruption trials have precedents in the form of decisions by previous courts that create legal loopholes for judges to determine the same decision, namely light sentences against perpetrators of corruption. The researchmethod used in this research is normative legal research and uses a research approach including statutory approach, conceptual approach, and case approach. The results of this study indicate that Perma No.1/2020 has no value of justice from a societal perspective and after theSupreme Court regulation was promulgated for more than a year it is known that this regulation is optional and does not bind judges to be guided by Perma No.1/2020. Therefore, Perma No.1/2020 must have its material formulation changed and judicially reviewed by thesupreme court with the aim of Perma No.1/2020 the normative material is more proportional, of better quality and produces decisions withoutdisparities in corruption cases with the same characteristics to realize future rule of law. Keywords: criminal guidelines; Supreme Court regulations; value of justice Abstrak Peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan norma hukum yang berlaku, disebabkan oleh penyimpangan norma sehingga kolusi terjadi. Akibat dari kesenjangan hukum pada implementasi peradilan tindak pidana korupsi masyarakat kehilangan akuntabilitas dan meragukan kredibilitas aparat negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hukum positif mengatur korupsi materinya lebih menguntungkan terhadap pelaku korupsi sehingga implementasi peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan bebas kolusi tidak dapat terlaksana. Semenjak Perma No.1/2020 diundangkan juga tidak membuat pemidanaan kasus korupsiberkurang dalam aspek vonis ringan yang seharusnya pelaksanaan pemidanaan kasus korupsi diberantas secara extra ordinary measures.  Peradilan  tindak  pidana  korupsi  memiliki  preseden  berupa  putusan  oleh  pengadilan terdahulu membuat celah hukum bagi hakim untuk menetapkan putusan yang sama yaitu vonis ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif serta menggunakan pendekatan penelitian meliputipendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perma No.1/2020 tidak memiliki nilai keadilan dalam perspektif masyarakat dan setelah peraturan mahkamah agung ini diundangkan lebih dari satu tahun diketahui bahwa regulasi ini fakultatif dan tidak mengikat hakim untuk wajibberpedoman pada Perma No.1/2020. Oleh karena itu, Perma No.1/2020 harus dirubah rumusan materinya dan di judicial review olehmahkamah agung dengan tujuan Perma No.1/2020 materi normanya lebih proporsional, berkualitas dan menghasilkan putusan tanpa adanya disparitas pada kasus korupsi dengan karakteristik yang sama untuk mewujudkan supremasi hukum di masa mendatang. Kata kunci: peraturan Mahkamah Agung, pedoman pemidanaan, nilai keadilan
2020年最高法院的第一条规则,指导腐败罪犯的投票
摘要印度尼西亚的司法腐败行为没有完全按照适用的法律规范进行,这是由于偏离了规范,从而发生了勾结。由于腐败审判实施过程中的法律差异,社会失去了问责制,并怀疑国家官员在执行反腐败法律方面的可信度。实证法规范了对腐败者更有利可图的物质腐败,因此无法实施简单、快速、低成本、无共谋的司法。自2020年第1/2020号Perma颁布以来,它并没有从轻判的角度减少对腐败案件的刑事定罪,而这本应通过非常措施加以根除。腐败审判的先例是前几届法院的裁决,这些裁决为法官确定同一裁决创造了法律漏洞,即对腐败肇事者判处轻判。本研究所采用的研究方法是规范性法律研究,并采用了包括法定方法、概念方法和案例方法在内的研究方法。这项研究的结果表明,从社会角度来看,第1/2020号《最高法院条例》没有司法价值,在颁布一年多后,人们知道这项条例是可选的,不约束法官以第1/2020期《最高法院法》为指导。因此,《2020年第1号人民法院法》必须改变其材料配方,并由最高法院进行司法审查,以实现《2020年第一号人民法院案》的目标——规范性材料更具比例,质量更好,并在腐败案件中做出没有差异的裁决,具有相同的特点,以实现未来的法治。关键词:刑事准则;以及最高法院条例;司法价值Abstrak印度尼西亚的腐败刑事司法并不完全符合适用法律,因为在殖民地发生之前,这是违反规范的。由于法律在实施腐败刑事司法方面的差异,公众失去了问责制,并怀疑国家机构在实施腐败刑法方面的可信度。实证法对实质上的腐败行为进行了更有利于犯罪者的监管,因此无法进行简单、迅速和免费的审判。自2020年第1/2020号修正案提出以来,鉴于对腐败案件处理的执行应受到特别措施的限制,该修正案也没有使处理腐败成为不可能。[联合国]法院[联合国K]行动[联合国k]判定[联合国K]腐败[联合国克]已经[联合国k]预先决定[联合国克]由[联合国科]作出的[联合国科]决定[联合联合国K】前一法院违反了法律,法官可以做出相同的裁决:对腐败罪犯的轻判。本研究采用的研究方法是规范法研究,并采用了包括法规法、概念法和案例法在内的研究方法。这项研究的结果表明,《2020年第1号糖果》没有公共司法价值,在最高法院宣布这项裁决一年多后,人们知道这项规定是可选的,不约束法官对《2020年第一号糖果》的自由。因此,Perma No。关键词:最高法院规则、纪律、司法价值
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
DiH
DiH
自引率
0.00%
发文量
11
审稿时长
8 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信