The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law

Hossein Dabbagh
{"title":"The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law","authors":"Hossein Dabbagh","doi":"10.15408/TJEMS.V4I2.6017","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract This qualitative research is a philosophical review about analyzing how circumcision can (cannot) be morally justified. It is typically assumed among Muslims that circumcision is mandatory according to Islamic law ( Sharia ). However, in this paper, I will argue that this is not clear in Islamic texts. Because firstly there is no textual evidence in the Quran about this matter and secondly permissibility of circumcision is not an agreed topic among Muslim scholars. This entails that circumcision is not a necessary part of being a Muslim. Although this idea seems idiosyncratic according to the majority of Muslims, I’m inclined to emphasize that we should not marginalize this idea, rather we have to support it for educational prosperity in Muslim communities. But perhaps more importantly this paper helps to introduce new Muslim intellectuals’ argument that moral reasoning is independent from (and even superior to) Islamic law. Since we do not have ultimate and decisive secular reason (e.g., medical reason) against male circumcision in every occasion, therefore, morally speaking, I believe it is not reasonable to say that male circumcision is always wrong. Muslims who support male circumcision still can find some secular reasons to defend this from their cultural identity. Abstrak Penelitian kualitatif ini merupakan tinjauan filosofis yang bertujuan menganalisis bagaimana sunat dapat atau tidak dapat dibenarkan secara moral. Ummat Muslim beranggapan bahwa hukum sunat adalah wajib menurut hukum Islam (Syariah). Akan tetapi , dalam tulisan ini, saya akan berargumen bahwa belum ada penjabaran yang pasti perihal asal hukum wajib pada sunat ini dalam Islam. Argumen ini memiliki dua alasan. Alasan pertama adalah tidak ada bukti te rtulis dalam Al Qur'an tentang asal hukum wajib sunat ini dan alasan ke dua adalah pembolehan sunat bukanlah topik yang disepakati di antara para cendikia Muslim. Atas dasar tersebut, keadaan yang mensyaratkan seseorang untuk sunat bukanlah hal yang wajib untuk menjadi seorang Muslim. Meskipun gagasan ini tampaknya idiosynkratik menurut mayoritas umat Muslim, saya menekankan bahwa kita tidak boleh menyisihkan gagasan ini, tetapi kita harus mendukungnya untuk kemakmuran pendidikan di komunitas Muslim. Kendati demikian mungkin yang lebih penting lagi bahwa tulisan ini membantu untuk memperkenalkan argumen intelektual Muslim yang baru bahwa penalaran moral adalah independen dari (dan bahkan lebih tinggi dari) hukum Islam. Karena kita tidak memiliki alasan kuat dan alasan sekuler ( seperti a lasan medis) terhadap sunat pada laki-laki di dalam setiap keadaan . Kendati demikian , secara moral, saya percaya bahwa tidak beralasan untuk mengatakan bahwa sunat laki-laki itu selalu salah. Muslim yang mendukung sunat pada laki-laki masih dapat dilakukan dengan menemukan beberapa alasan sekuler untuk mempertahankan kegiatan sunat dari identitas budaya ummat muslim. How to Cite : Dabbagh, H. (2017). The Ethics Of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law: A Lesson For Educational Prosperity In Muslim Communities  . TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 4 (2), 216-223. doi:10.15408/tjems.v4i2.6017. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v4i2.6017","PeriodicalId":31139,"journal":{"name":"Tarbiya Journal of Education in Muslim Society","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2017-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Tarbiya Journal of Education in Muslim Society","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/TJEMS.V4I2.6017","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3

Abstract

Abstract This qualitative research is a philosophical review about analyzing how circumcision can (cannot) be morally justified. It is typically assumed among Muslims that circumcision is mandatory according to Islamic law ( Sharia ). However, in this paper, I will argue that this is not clear in Islamic texts. Because firstly there is no textual evidence in the Quran about this matter and secondly permissibility of circumcision is not an agreed topic among Muslim scholars. This entails that circumcision is not a necessary part of being a Muslim. Although this idea seems idiosyncratic according to the majority of Muslims, I’m inclined to emphasize that we should not marginalize this idea, rather we have to support it for educational prosperity in Muslim communities. But perhaps more importantly this paper helps to introduce new Muslim intellectuals’ argument that moral reasoning is independent from (and even superior to) Islamic law. Since we do not have ultimate and decisive secular reason (e.g., medical reason) against male circumcision in every occasion, therefore, morally speaking, I believe it is not reasonable to say that male circumcision is always wrong. Muslims who support male circumcision still can find some secular reasons to defend this from their cultural identity. Abstrak Penelitian kualitatif ini merupakan tinjauan filosofis yang bertujuan menganalisis bagaimana sunat dapat atau tidak dapat dibenarkan secara moral. Ummat Muslim beranggapan bahwa hukum sunat adalah wajib menurut hukum Islam (Syariah). Akan tetapi , dalam tulisan ini, saya akan berargumen bahwa belum ada penjabaran yang pasti perihal asal hukum wajib pada sunat ini dalam Islam. Argumen ini memiliki dua alasan. Alasan pertama adalah tidak ada bukti te rtulis dalam Al Qur'an tentang asal hukum wajib sunat ini dan alasan ke dua adalah pembolehan sunat bukanlah topik yang disepakati di antara para cendikia Muslim. Atas dasar tersebut, keadaan yang mensyaratkan seseorang untuk sunat bukanlah hal yang wajib untuk menjadi seorang Muslim. Meskipun gagasan ini tampaknya idiosynkratik menurut mayoritas umat Muslim, saya menekankan bahwa kita tidak boleh menyisihkan gagasan ini, tetapi kita harus mendukungnya untuk kemakmuran pendidikan di komunitas Muslim. Kendati demikian mungkin yang lebih penting lagi bahwa tulisan ini membantu untuk memperkenalkan argumen intelektual Muslim yang baru bahwa penalaran moral adalah independen dari (dan bahkan lebih tinggi dari) hukum Islam. Karena kita tidak memiliki alasan kuat dan alasan sekuler ( seperti a lasan medis) terhadap sunat pada laki-laki di dalam setiap keadaan . Kendati demikian , secara moral, saya percaya bahwa tidak beralasan untuk mengatakan bahwa sunat laki-laki itu selalu salah. Muslim yang mendukung sunat pada laki-laki masih dapat dilakukan dengan menemukan beberapa alasan sekuler untuk mempertahankan kegiatan sunat dari identitas budaya ummat muslim. How to Cite : Dabbagh, H. (2017). The Ethics Of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law: A Lesson For Educational Prosperity In Muslim Communities  . TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 4 (2), 216-223. doi:10.15408/tjems.v4i2.6017. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v4i2.6017
伊斯兰法律下非治疗性男性包皮环切术的伦理
摘要本定性研究是一个哲学回顾,分析割礼如何能(不能)在道德上是正当的。穆斯林通常认为,根据伊斯兰教法(Sharia),割礼是强制性的。然而,在本文中,我将论证这在伊斯兰文本中并不清楚。因为首先,古兰经中没有关于这个问题的文本证据,其次,割礼的允许性并不是穆斯林学者一致同意的话题。这意味着割礼不是成为穆斯林的必要部分。尽管对大多数穆斯林来说,这种想法似乎很特殊,但我倾向于强调,我们不应该边缘化这种想法,相反,我们必须支持它,以促进穆斯林社区的教育繁荣。但也许更重要的是,这篇论文有助于引入新的穆斯林知识分子的观点,即道德推理独立于(甚至优于)伊斯兰法律。由于我们没有最终的和决定性的世俗理由(例如,医学原因)反对男性割礼在每一个场合,因此,从道德上讲,我认为这是不合理的说,男性割礼总是错误的。支持男性割礼的穆斯林仍然可以从他们的文化认同中找到一些世俗的理由来捍卫这一点。【摘要】Penelitian qualititini merupakan tinjauan filosofis yang bertujuan menganalis bagaimana sunat dapat atau tidak dapat dibenarkan secara moral。Ummat Muslim beranggapan bahwa hukum sunat adalah wajib menurut hukum Islam(伊斯兰教)。Akan tetapi, dalam tulisan ini, saya Akan berargumen bahwa belum and penjabaran yang pasti perihal asal hukum wajib padsunat ini dalam Islam。争论是关于记忆的。《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》的《古兰经》是《古兰经》的《古兰经》。阿塔斯达尔·特尔斯特,keadaan yang mensyaratkan seorang untuk sunat bukanlah hal yang wajib untuk menjadi seorang Muslim。这句话的意思是:“我是穆斯林”,意思是“我是穆斯林”,意思是“我是穆斯林”。Kendati demikian mungkin yang lebih penting lagi bahwa tulisan ini membantu untuk memperkenalkan争论知识分子穆斯林yang baru bahwa penalaran道德adalah independent dari (dan bahkan lebih tinggi dari) hukum伊斯兰教。Karena kita tidak memiliki alasan kuat dan alasan sekuler (seperti and lasan media),这是一个非常好的例子。Kendati demikian, secara moral, saya percaya bawa tidak beralasan untuk mengatakan bawa sunaki -laki itselalu salah。穆斯林yang mendukung sunat pada laki-laki masih dapat dilakukan dengan menemukan bebera alasan sekuler untuk mempertahankan kegiatan sunat dari identitas budaya ummat Muslim。引用方法:Dabbagh .(2017)。伊斯兰法律下非治疗性男性割礼的伦理:穆斯林社区教育繁荣的教训。[j] .教育学报,2004(2),344 - 344。doi: 10.15408 / tjems.v4i2.6017。永久链接/ DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v4i2.6017
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
4
审稿时长
12 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信