{"title":"Kelurahan Damai Tipes Sebagai Semi Autonumous Social Field dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme","authors":"Adi Cahyaning Kristiyanto","doi":"10.20961/hpe.v11i1.68252","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat terjadinya pluralisme hukum dan terbentuknya Semi Autonomous Social Field (SASF) di “Kelurahan Damai Tipes dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 Tetang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pesatnya perubahan masyarakat seringkali menjadikan hukum Negara tidak mungkin lagi menjangkau setiap permasalahan yang ditimbulkannya. Untuk mencapai keteraturan dan ketertiban hukum kemudian kelompok masyarakat bersepakat membuat hukum sendiri sebagai sebuah realitas hukum. Tidak bisa lagi kita menempatkan sebuah hukum sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sesungguhnya bahwa setiap hukum yang ada selalu berinteraksi dengan tertib hukum lain, keteraturan hidup bersama yang berasal dari legitimasi yang berbeda dari hukum negara atau saat ini lazim disebut sebagai pluralisme hukum. Di Indonesia fenomena pluralism juga sering terjadi, antara lain terkait dengan penanggulangan terorisme. Sejumlah peraturan perundangan tersebut hanya mengarah kepada penegakkan hukum untuk menindak terduga terorisme, dan Rencana Aksi Nasional masih bersifat administrative. Permasalahan ditengah masyarakat yang timbul akibat dari proses penegakkan hukum terkait dengan mekanisme dan prosedur tetap penangkapan maupun penembakan terduga teroris yang dilakukan oleh aparat Kepolisian melalui Densus 88 yang terlihat heroik ternyata telah menimbulkan gangguan psikologis di dalam masyarakat tidak saja bagi keluarga terduga teroris tetapi juga masyarakat sekitar tempat tersebut, kecurigaan antar masyarakat yang menyebabkan gangguan terhadap kohesifitas masyarakat tersebut. Hal-hal inilah yang tidak mampu diselesaikan oleh hukum Negara yang telah ada, kearifan lokal dari masyarakat setempat menjadi penting untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, oleh karenanya Kelurahan Tipes membentuk sebuah komunitas bersama yang disebut dengan “Kelurahan Damai Tipes”","PeriodicalId":352570,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20961/hpe.v11i1.68252","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat terjadinya pluralisme hukum dan terbentuknya Semi Autonomous Social Field (SASF) di “Kelurahan Damai Tipes dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 Tetang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pesatnya perubahan masyarakat seringkali menjadikan hukum Negara tidak mungkin lagi menjangkau setiap permasalahan yang ditimbulkannya. Untuk mencapai keteraturan dan ketertiban hukum kemudian kelompok masyarakat bersepakat membuat hukum sendiri sebagai sebuah realitas hukum. Tidak bisa lagi kita menempatkan sebuah hukum sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sesungguhnya bahwa setiap hukum yang ada selalu berinteraksi dengan tertib hukum lain, keteraturan hidup bersama yang berasal dari legitimasi yang berbeda dari hukum negara atau saat ini lazim disebut sebagai pluralisme hukum. Di Indonesia fenomena pluralism juga sering terjadi, antara lain terkait dengan penanggulangan terorisme. Sejumlah peraturan perundangan tersebut hanya mengarah kepada penegakkan hukum untuk menindak terduga terorisme, dan Rencana Aksi Nasional masih bersifat administrative. Permasalahan ditengah masyarakat yang timbul akibat dari proses penegakkan hukum terkait dengan mekanisme dan prosedur tetap penangkapan maupun penembakan terduga teroris yang dilakukan oleh aparat Kepolisian melalui Densus 88 yang terlihat heroik ternyata telah menimbulkan gangguan psikologis di dalam masyarakat tidak saja bagi keluarga terduga teroris tetapi juga masyarakat sekitar tempat tersebut, kecurigaan antar masyarakat yang menyebabkan gangguan terhadap kohesifitas masyarakat tersebut. Hal-hal inilah yang tidak mampu diselesaikan oleh hukum Negara yang telah ada, kearifan lokal dari masyarakat setempat menjadi penting untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, oleh karenanya Kelurahan Tipes membentuk sebuah komunitas bersama yang disebut dengan “Kelurahan Damai Tipes”