Nadia Utami Larasati, Lucky Nurhadiyanto, M. Zaky, Abdur Rozak
{"title":"Analisis Manfaat dan Risiko Bilik Asmara di Lembaga Pemasyarakatan sebagai Upaya Pemenuhan Kebutuhan Seksual Narapidana","authors":"Nadia Utami Larasati, Lucky Nurhadiyanto, M. Zaky, Abdur Rozak","doi":"10.51370/jhpk.v4i2.142","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini mengkaji wacana seputar “bilik asmara” di lembaga pemasyarakatan serta perspektif yang muncul baik yang pro maupun kontra, dari sisi pemasyarakatan, narapidana maupun masyarakat. Tulisan ini akan berupaya memberikan gambaran keberadaan bilik asmara di Lapas melalui analisis manfaat dan risiko (cost-benefit analysis). Di satu sisi, lapas sebagai lembaga penghukuman yang mengedepankan filosofi reintegrasi sosial dituntut untuk memenuhi hak-hak asasi narapidana, termasuk salah satunya pemenuhan kebutuhan seksual. Hal ini sejalan dengan konsep The Pain of Imprisonment yang dikemukakan oleh Gresham M. Sykes yang menyatakan bahwa kebebasan bergerak adalah satu-satunya hak yang dapat dirampas dari seorang narapidana. menghukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan realitas terkini seputar kondisi pemenuhan kebutuhan seksual di lembaga pemasyarakatan. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada setiap lokasi penelitian dengan melakukan wawancara terhadap narapidana dan petugas pemasyarakatan. Para partisipan diminta menyampaikan pendapatnya mengenai manfaat dan risiko adanya “bilik asmara” di lapas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sudut pandang narapidana, wacana “bilik asmara” memiliki banyak dampak positif, yaitu dapat memenuhi hasrat seksual, menjaga keharmonisan keluarga, menghilangkan stres, mengatur emosi terhadap tekanan kehidupan di penjara serta memberikan motivasi untuk melakukan pembinaan di lapas. Namun, petugas pemasyarakatan memandang hal ini sebagai upaya yang berisiko tinggi, mengingat potensi penyalahgunaan fasilitas, perilaku menyimpang, dan persepsi negatif masyarakat terhadap lembaga pemasyarakatan.","PeriodicalId":213691,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.51370/jhpk.v4i2.142","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Tulisan ini mengkaji wacana seputar “bilik asmara” di lembaga pemasyarakatan serta perspektif yang muncul baik yang pro maupun kontra, dari sisi pemasyarakatan, narapidana maupun masyarakat. Tulisan ini akan berupaya memberikan gambaran keberadaan bilik asmara di Lapas melalui analisis manfaat dan risiko (cost-benefit analysis). Di satu sisi, lapas sebagai lembaga penghukuman yang mengedepankan filosofi reintegrasi sosial dituntut untuk memenuhi hak-hak asasi narapidana, termasuk salah satunya pemenuhan kebutuhan seksual. Hal ini sejalan dengan konsep The Pain of Imprisonment yang dikemukakan oleh Gresham M. Sykes yang menyatakan bahwa kebebasan bergerak adalah satu-satunya hak yang dapat dirampas dari seorang narapidana. menghukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan realitas terkini seputar kondisi pemenuhan kebutuhan seksual di lembaga pemasyarakatan. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada setiap lokasi penelitian dengan melakukan wawancara terhadap narapidana dan petugas pemasyarakatan. Para partisipan diminta menyampaikan pendapatnya mengenai manfaat dan risiko adanya “bilik asmara” di lapas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sudut pandang narapidana, wacana “bilik asmara” memiliki banyak dampak positif, yaitu dapat memenuhi hasrat seksual, menjaga keharmonisan keluarga, menghilangkan stres, mengatur emosi terhadap tekanan kehidupan di penjara serta memberikan motivasi untuk melakukan pembinaan di lapas. Namun, petugas pemasyarakatan memandang hal ini sebagai upaya yang berisiko tinggi, mengingat potensi penyalahgunaan fasilitas, perilaku menyimpang, dan persepsi negatif masyarakat terhadap lembaga pemasyarakatan.