Jurnal Ilmiah Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Imam Alfiannoor Uin, Antasari Banjarmasin, H. Anshary, Az Uin, Imam Alfiannoor, H. Hafiz, Anshary Az, Paradigma Ekologis, Masyarakat Banjar, Terhadap Keberadaan, S. Di, Kalimantan Selatan
{"title":"Paradigma Ekologis Masyarakat Banjar Terhadap Keberadaan Sungai di Kalimantan Selatan","authors":"Jurnal Ilmiah Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Imam Alfiannoor Uin, Antasari Banjarmasin, H. Anshary, Az Uin, Imam Alfiannoor, H. Hafiz, Anshary Az, Paradigma Ekologis, Masyarakat Banjar, Terhadap Keberadaan, S. Di, Kalimantan Selatan","doi":"10.35931/aq.v17i6.2802","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Islam menjadi identitas atau ciri dari masyarakat Banjar yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupannya, diantaranya aspek pemeliharaan sungai. Hampir semua wilayah di provinsi Kalimantan Selatan mempunyai sungai dan sebagian masyarakat Banjar bertempat tinggal di bantaran atau tepian sungai. Kondisi sungai yang memprihatinkan di beberapa kawasan seperti sungai-sungai yang terdapat di kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Air sungai tidak lagi sehat untuk dikonsumsi karena dipenuhi sampah dan limbah pertambangan, dan umumnya sungai mengalami pendangkalan. Kondisi ini begitu paradoks dengan ajaran Islam yang memerintahkan pemeluknya untuk memelihara kebersihan atau menjaga lingkungan dari segala hal yang dapat membahayakan dirinya dan makhluk hidup lainnya. Melalui pendekatan sosiologis normatif dengan teknik observasi dan wawancara terhadap sejumlah informan yang bermukim di daerah aliran sungai di Kalimantan Selatan diketahui bahwa masyarakat Banjar memegang teguh pemahaman fikih tentang air sungai sebagai alat bersuci. Pemahaman fikih yang menjelaskan bahwa air sungai masih dapat digunakan untuk bersuci selama air sungainya mengalir, banyak airnya, tidak berubah rasa, warna dan baunya. Disamping itu, perubahan perilaku dari membuang sampah ke sungai ke tempat-tempat sampah yang disediakan oleh pemerintah setempat mengindikasikan bahwa masyarakat Banjar memiliki paradigma ekologis yaitu sebuah paradigma yang menjelaskan hubungan harmonis antara manusia dengan alam sekitarnya.","PeriodicalId":503873,"journal":{"name":"Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan","volume":"13 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.35931/aq.v17i6.2802","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Islam menjadi identitas atau ciri dari masyarakat Banjar yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupannya, diantaranya aspek pemeliharaan sungai. Hampir semua wilayah di provinsi Kalimantan Selatan mempunyai sungai dan sebagian masyarakat Banjar bertempat tinggal di bantaran atau tepian sungai. Kondisi sungai yang memprihatinkan di beberapa kawasan seperti sungai-sungai yang terdapat di kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Air sungai tidak lagi sehat untuk dikonsumsi karena dipenuhi sampah dan limbah pertambangan, dan umumnya sungai mengalami pendangkalan. Kondisi ini begitu paradoks dengan ajaran Islam yang memerintahkan pemeluknya untuk memelihara kebersihan atau menjaga lingkungan dari segala hal yang dapat membahayakan dirinya dan makhluk hidup lainnya. Melalui pendekatan sosiologis normatif dengan teknik observasi dan wawancara terhadap sejumlah informan yang bermukim di daerah aliran sungai di Kalimantan Selatan diketahui bahwa masyarakat Banjar memegang teguh pemahaman fikih tentang air sungai sebagai alat bersuci. Pemahaman fikih yang menjelaskan bahwa air sungai masih dapat digunakan untuk bersuci selama air sungainya mengalir, banyak airnya, tidak berubah rasa, warna dan baunya. Disamping itu, perubahan perilaku dari membuang sampah ke sungai ke tempat-tempat sampah yang disediakan oleh pemerintah setempat mengindikasikan bahwa masyarakat Banjar memiliki paradigma ekologis yaitu sebuah paradigma yang menjelaskan hubungan harmonis antara manusia dengan alam sekitarnya.