STUDI HADIS TENTANG POSISI KENCING BERDIRI DAN RESEPSINYA PADA KELAS MENENGAH MUSLIM PERKOTAAN

Ahmad Zaenuri, Romlah Abubakar Askar, Nurul Aini Pakaya
{"title":"STUDI HADIS TENTANG POSISI KENCING BERDIRI DAN RESEPSINYA PADA KELAS MENENGAH MUSLIM PERKOTAAN","authors":"Ahmad Zaenuri, Romlah Abubakar Askar, Nurul Aini Pakaya","doi":"10.24235/diyaafkar.v11i1.14947","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"At least two forms of Hadith narrations show how to urinate (bawl) as practiced by the Prophet. On the one hand, prophetic practice shows that it is permissible to urinate in a standing position (bala qaiman), as in many Hadiths narrated by Hudhayfah. However, on the other hand, there was a prohibition against this practice, as narrated by Jabir bin ‘Abdullah and 'Aisyah. This discussion attempts to analyze hadith criticism (naqd al-hadith) both in terms of sand and matan and examines the reception process of these Hadiths in the modern era, especially among the urban Muslim middle class, with the increasing number of urinals in public facilities and worship. The results of this study concluded that based on an analysis of the sanad Hadith, which explained that the Prophet had urinated in a standing position was sahih. While the Hadith narrated by Jabir bin ‘Abdullah in the book of Sunan Ibn Majah, explains that the Prophet urinated in a sitting position was very weak (syadid al-daif). This Hadith is then corroborated in another Hadith narrated by 'Aishah. However, based on the results of a compromise in the meaning of the Hadith, this history has a different meaning. The Prophet urinated, standing up in a situation that did not allow the Prophet to sit because he was in a garbage dump, while in general, the Prophet's daily life was to urinate in a sitting position. Thus, there is no conflict between the narrations of Jabir bin Abdullah and 'Aishah and Hudhayfah. The reception of the Hadith of urinating in a sitting position is excellent. Most urban Muslim communities accept this Hadith and say prophetic practice recommends urinating and sitting down. On the other hand, the public does not understand many Hadiths regarding standing urination positions. This seems to be formed more by the construction of fiqh, which emphasizes the importance of urinating in a sitting position. Sedikitnya terdapat dua bentuk riwayat hadis yang menunjukkan cara dalam melakukan kencing (bawl) sebagaimana dipraktikkan Nabi. Pada satu sisi, praktik kenabian menunjukkan kebolehan kencing dilakukan dengan posisi berdiri (bala qa‘iman), sebagaimana banyak hadis yang diriwayatkan oleh Hudhayfah. Namun demikian juga sebaliknya, ditemukan pelarangan akan praktik tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah dan‘Aishah ra. Bahasan ini berusaha melakukan analisis kritik hadis (naqdu al-hadits) baik dari segi sanad maupun matan serta menelaah proses resepsi hadis tersebut pada era modern, khususnya pada kelas menengah muslim perkotaan, dengan semakin banyaknya urinoir pada fasilitas publik dan ibadah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis terhadap sanad hadis yang menerangkan bahwa Nabi pernah kencing dalam posisi berdiri adalah sahih. Sementara hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah dalam kitab Sunan Ibn Majah, yang menerangkan bahwa nabi kencing dalam posisi duduk adalah sangat lemah (shadid al-da’if). Hadis tersebut kemudian dikuatkan dalam hadis yang lain yang diriwayatkan dari Aishah. Namun berdasarkan hasil kompromi dalam pemaknaan hadis, riwayat ini memiliki maksud makna yang berbeda. Nabi melakukan kencing berdiri dalam keadaan yang tidak memungkinkan nabi duduk, karena berada pada tempat pembuangan sampah, sementara secara umum keseharian Nabi adalah kencing dalam posisi duduk. Dengan demikian maka antara riwayat Jabir bin Abdullah dan ‘Aishah serta Hudhayfah tidak terdapat pertentangan di dalamnya. Resepsi terhadap hadis kencing dalam posisi duduk sangat baik. Sebagian besar masyarakat muslim perkotaan menerima hadis tersebut dan menyebut bahwa praktik kenabian menganjurkan untuk kencing secara duduk. Namun sebaliknya, hadis tentang posisi kencing berdiri banyak tidak difahami oleh masyarakat. Hal demikian sepertinya lebih banyak dibentuk oleh konstruksi fikih yang banyak menekankan pentingnya kencing dalam posisi duduk.","PeriodicalId":33144,"journal":{"name":"AlBayan Jurnal Studi AlQuran dan Tafsir","volume":"200 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-10-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"AlBayan Jurnal Studi AlQuran dan Tafsir","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24235/diyaafkar.v11i1.14947","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

At least two forms of Hadith narrations show how to urinate (bawl) as practiced by the Prophet. On the one hand, prophetic practice shows that it is permissible to urinate in a standing position (bala qaiman), as in many Hadiths narrated by Hudhayfah. However, on the other hand, there was a prohibition against this practice, as narrated by Jabir bin ‘Abdullah and 'Aisyah. This discussion attempts to analyze hadith criticism (naqd al-hadith) both in terms of sand and matan and examines the reception process of these Hadiths in the modern era, especially among the urban Muslim middle class, with the increasing number of urinals in public facilities and worship. The results of this study concluded that based on an analysis of the sanad Hadith, which explained that the Prophet had urinated in a standing position was sahih. While the Hadith narrated by Jabir bin ‘Abdullah in the book of Sunan Ibn Majah, explains that the Prophet urinated in a sitting position was very weak (syadid al-daif). This Hadith is then corroborated in another Hadith narrated by 'Aishah. However, based on the results of a compromise in the meaning of the Hadith, this history has a different meaning. The Prophet urinated, standing up in a situation that did not allow the Prophet to sit because he was in a garbage dump, while in general, the Prophet's daily life was to urinate in a sitting position. Thus, there is no conflict between the narrations of Jabir bin Abdullah and 'Aishah and Hudhayfah. The reception of the Hadith of urinating in a sitting position is excellent. Most urban Muslim communities accept this Hadith and say prophetic practice recommends urinating and sitting down. On the other hand, the public does not understand many Hadiths regarding standing urination positions. This seems to be formed more by the construction of fiqh, which emphasizes the importance of urinating in a sitting position. Sedikitnya terdapat dua bentuk riwayat hadis yang menunjukkan cara dalam melakukan kencing (bawl) sebagaimana dipraktikkan Nabi. Pada satu sisi, praktik kenabian menunjukkan kebolehan kencing dilakukan dengan posisi berdiri (bala qa‘iman), sebagaimana banyak hadis yang diriwayatkan oleh Hudhayfah. Namun demikian juga sebaliknya, ditemukan pelarangan akan praktik tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah dan‘Aishah ra. Bahasan ini berusaha melakukan analisis kritik hadis (naqdu al-hadits) baik dari segi sanad maupun matan serta menelaah proses resepsi hadis tersebut pada era modern, khususnya pada kelas menengah muslim perkotaan, dengan semakin banyaknya urinoir pada fasilitas publik dan ibadah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis terhadap sanad hadis yang menerangkan bahwa Nabi pernah kencing dalam posisi berdiri adalah sahih. Sementara hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah dalam kitab Sunan Ibn Majah, yang menerangkan bahwa nabi kencing dalam posisi duduk adalah sangat lemah (shadid al-da’if). Hadis tersebut kemudian dikuatkan dalam hadis yang lain yang diriwayatkan dari Aishah. Namun berdasarkan hasil kompromi dalam pemaknaan hadis, riwayat ini memiliki maksud makna yang berbeda. Nabi melakukan kencing berdiri dalam keadaan yang tidak memungkinkan nabi duduk, karena berada pada tempat pembuangan sampah, sementara secara umum keseharian Nabi adalah kencing dalam posisi duduk. Dengan demikian maka antara riwayat Jabir bin Abdullah dan ‘Aishah serta Hudhayfah tidak terdapat pertentangan di dalamnya. Resepsi terhadap hadis kencing dalam posisi duduk sangat baik. Sebagian besar masyarakat muslim perkotaan menerima hadis tersebut dan menyebut bahwa praktik kenabian menganjurkan untuk kencing secara duduk. Namun sebaliknya, hadis tentang posisi kencing berdiri banyak tidak difahami oleh masyarakat. Hal demikian sepertinya lebih banyak dibentuk oleh konstruksi fikih yang banyak menekankan pentingnya kencing dalam posisi duduk.
关于尿液站立位置的圣训研究及其对城市穆斯林中产阶级的接受
至少有两种形式的圣训叙述显示了如何像先知那样小便(嚎叫)。一方面,先知的实践表明,站着小便(bala qaiman)是允许的,就像胡德海法叙述的许多圣训一样。然而,另一方面,正如Jabir bin ' Abdullah和'Aisyah所叙述的那样,禁止这种做法。本讨论试图分析圣训批评(naqd al-hadith),从沙子和马丹的角度,并考察这些圣训在现代的接受过程,特别是在城市穆斯林中产阶级中,随着公共设施和礼拜场所的小便池数量的增加。这项研究的结果是,根据对圣训的分析得出的结论,该圣训解释了先知以站立的姿势小便是sahih。而贾比尔·本·阿卜杜拉(Jabir bin’Abdullah)在《苏南·伊本·玛迦》(Sunan Ibn Majah)一书中讲述的圣训解释说,先知以坐姿小便非常虚弱(syadid al-daif)。这个圣训随后在另一个由艾莎叙述的圣训中得到证实。然而,基于对圣训含义妥协的结果,这段历史有不同的含义。先知是站着小便的,因为他是在垃圾堆里,所以不允许他坐着,而一般来说,先知的日常生活是坐着小便。因此,Jabir bin Abdullah和'Aishah and Hudhayfah的叙述之间没有冲突。对坐着小便的圣训的接受是极好的。大多数城市穆斯林社区接受这个圣训,并说先知的做法建议小便和坐下。另一方面,公众不理解许多关于站立排便姿势的圣训。这似乎更多地是由fiqh的结构形成的,它强调了以坐姿排尿的重要性。Sedikitnya terdapat dua bentuk riwayat hadis yang menunjukkan cara dalam melakukan kencing (bawl) sebagaimana dipraktikkan Nabi。Pada satu sisi, praktik kenabian menunjukkan kebolehan kking dilakukan dengan posisi berdiri (bala qa 'iman), sebagaimana banyak hadiis yang diriwayatkan oleh Hudhayfah。Namun demikian juga sebaliknya, ditemukan pelarangan akan praktik teresbut sebagaimana diriwayatkan olir bin ' Abdullah dan ' aishah ra。Bahasan ini berusaha melakukan (naqdu al- haits)分析批评hais (naqdu al- haits) baik dari segi sanad maupun matan serta menelaah proses resepsi hais tersesebut pada era modern, khususnya pada kelas menengah muslim perkotaan, dengan semakin banyaknya urinir pada fasilitas publiclik danibadah。Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan分析terhadap萨那德哈迪杨menerangkan bahwa Nabi pernah kencing dalam posisi berdiri adalah sahih。Sementara hais yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah dalam kitab Sunan Ibn Majah, yang menerangkan bahwa nabi kencing dalam posisi duduk adalah sangat lemah (shadid al-da 'if)。hadiis tersebut kemudian dikuatkan dalam hadiis yang lain yang diriwayatkan dari Aishah。Namun berdasarkan hasil kompromi dalam pemaknaan hais, riwayat ini memoriliki maksud makna yang berbeda。我爱我的爱,我爱我的爱,我爱我的爱,我爱我的爱,我爱我的爱,我爱我的爱,我爱我的爱。Dengan demikian马卡安塔拉riwayat中阿卜杜拉·本·丹的阿依莎舒达Hudhayfah有些terdapat pertentangan di dalamnya。Resepsi terhadap hais kence dalam posisi duduk sangat baik。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Namun sebaliknya, hadis tenttentposisksi, berdiri banyak tidak difahami oleh masyarakat。这是我的第一个女儿,她是我的第一个女儿,她是我的第一个女儿。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
2
审稿时长
24 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信