REKONSTRUKSI KEBIJAKAN TERHADAP PENETAPAN SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI ASPEK KEPASTIAN HUKUM DAN ASPEK KEMANFAATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU
{"title":"REKONSTRUKSI KEBIJAKAN TERHADAP PENETAPAN SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI ASPEK KEPASTIAN HUKUM DAN ASPEK KEMANFAATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU","authors":"Setiyono Setiyono, Sugeng Supartono, Dinda Keumala, Khairani Bakri","doi":"10.25105/ferenda.v1i2.18280","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Salah satu dari permasalahan yang muncul dalam proses penegakan hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah permasalahan yang terkait dengan penetapan status tersangka atau terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator. Adanya beberapa permasalahan yang bersumber dari adanya ketidaksamaan pemahaman atau tidak adaya unifikasi kebijakan dalam menetapkan status pelaku sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator oleh para penegak hukum. Selain itu, adanya permasalahan mengenai ketiadaan manfaat yang dialami oleh tersangka atau terdakwa dari penetapan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator tersebut tentunya menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dan juga tidak memberikan kemanfaatan atau utilitas bagi pihak yang ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator. Rumusan permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan tentang kebijakan penetapan saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator dalam perkara tindak pidana korupsi dan bagaimana rekonstruksi kebijakan penetapan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dalam perkara tindak pidana korupsi yang memberikan aspek kepastian hukum dan aspek kemanfaatan dalam sebuah sistem peradilan pidana terpadu. Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang dan regulasi lainnya. Sifat penelitian deskriptif, dengan menggunakan data sekunder. Analisis penelitian dilakukan dengan cara kualitatif dan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Pada prakteknya terdapat berbagai maca regulasi yang mengatur tentang tentang kebijakan penetapan saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator dalam perkara tindak pidana korupsi. Pengaturan tersebut mulai dalam bentuk Undang-Undang sampai dengan bentuk Peraturan Bersama dari lembaga penegak hukum dan Surat Edaran. Berpedoman dari adanya keanekaragaman pengaturan maka diperlukan rekonstruksi kebijakan pembentukan norma hukum baru dalam bentuk Undang-Undang yang menjadi pedoman mengikat terhadap pengakuan atau rekognisi dan pemahaman atau persepsi yang sama secara hukum mengenai penetapan status saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator yang berlaku sejak mulai tahapan pemeriksaan di tingkat penyidikan sampai dengan tahapan pemeriksaan di tingkat pengadilan bahkan sampai dengan pelaksanaan eksekusinya demi terciptanya asas kepastian hukum dan memberikan kemanfaatan atau utilitas bagi tersangka atau terdakwa yang ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator","PeriodicalId":497705,"journal":{"name":"Jurnal De Lege Ferenda Trisakti","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal De Lege Ferenda Trisakti","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25105/ferenda.v1i2.18280","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Salah satu dari permasalahan yang muncul dalam proses penegakan hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah permasalahan yang terkait dengan penetapan status tersangka atau terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator. Adanya beberapa permasalahan yang bersumber dari adanya ketidaksamaan pemahaman atau tidak adaya unifikasi kebijakan dalam menetapkan status pelaku sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator oleh para penegak hukum. Selain itu, adanya permasalahan mengenai ketiadaan manfaat yang dialami oleh tersangka atau terdakwa dari penetapan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator tersebut tentunya menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dan juga tidak memberikan kemanfaatan atau utilitas bagi pihak yang ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator. Rumusan permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan tentang kebijakan penetapan saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator dalam perkara tindak pidana korupsi dan bagaimana rekonstruksi kebijakan penetapan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dalam perkara tindak pidana korupsi yang memberikan aspek kepastian hukum dan aspek kemanfaatan dalam sebuah sistem peradilan pidana terpadu. Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang dan regulasi lainnya. Sifat penelitian deskriptif, dengan menggunakan data sekunder. Analisis penelitian dilakukan dengan cara kualitatif dan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Pada prakteknya terdapat berbagai maca regulasi yang mengatur tentang tentang kebijakan penetapan saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator dalam perkara tindak pidana korupsi. Pengaturan tersebut mulai dalam bentuk Undang-Undang sampai dengan bentuk Peraturan Bersama dari lembaga penegak hukum dan Surat Edaran. Berpedoman dari adanya keanekaragaman pengaturan maka diperlukan rekonstruksi kebijakan pembentukan norma hukum baru dalam bentuk Undang-Undang yang menjadi pedoman mengikat terhadap pengakuan atau rekognisi dan pemahaman atau persepsi yang sama secara hukum mengenai penetapan status saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator yang berlaku sejak mulai tahapan pemeriksaan di tingkat penyidikan sampai dengan tahapan pemeriksaan di tingkat pengadilan bahkan sampai dengan pelaksanaan eksekusinya demi terciptanya asas kepastian hukum dan memberikan kemanfaatan atau utilitas bagi tersangka atau terdakwa yang ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator