Amrina Nur Izzati, Beatriks Liku Gustiawati, Rizal Yoga Saputra
{"title":"Proyek food estate pada lahan eks pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah: perlu atau tidak?","authors":"Amrina Nur Izzati, Beatriks Liku Gustiawati, Rizal Yoga Saputra","doi":"10.61511/ecoprofit.v1i1.2023.255","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pengembangan food estate merupakan salah satu dari sepuluh Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2020-2024 yang dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan perekonomian karena dampak pandemi Covid-19. Pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengemukakan bahwa proyek food estate dilakukan pada lahan potensial seluas 165.000 ha yang merupakan kawasan aluvial, bukan gambut, pada lahan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. PLG adalah kebijakan Pemerintah pada masa orde baru dengan pembukaan satu juta hektar PLG untuk menjawab tantangan pembangunan pertanian sehingga tercapai swasembada. Tahun 1998 program ini dihentikan karena dianggap tidak berhasil dalam perencanaan dan pelaksanaannya yang kurang memperhatikan dampak lingkungan. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji perihal kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan program food estate pada lahan eks PLG di Kalimantan Tengah. Kajian meliputi aspek lingkungan dan aspek sosial ekonomi yang terpengaruh sebagai dampak dari program food estate pada lahan eks PLG. Metode penelitian dengan menerapkan pendekatan kualitatif melalui penelusuran tinjauan pustaka atau literature review yang terkait dengan pelaksanaan proyek food estate pada lahan eks PLG di Kalimantan Tengah. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah melalui Permen LHK Nomor 24 Tahun 2020 mengatur dua skema penyediaan kawasan hutan untuk program food estate, yaitu melalui skema perubahan peruntukan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan. Kedua skema berpotensi mempercepat eksploitasi lingkungan hidup dan deforestasi di Kalimantan Tengah yang sebelumnya pernah mengalami kegagalan pada proyek PLG Sejuta Hektar. Dalam aspek sosial ekonomi pengembangan food estate harus melibatkan masyarakat sekitar dan diperlukan peningkatan kualitas petani yang meliputi 1) peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan pendampingan masyarakat, 2) fasilitasi pembukaan jaringan pemasaran, dan 3) pembentukan kelembagaan antar pemangku kepentingan di tingkat lokal dan pusat. Pelaksanaan program food estate di Indonesia memerlukan strategi operasional dengan menggunakan teori strong sustainability untuk meminimalisasi dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial sehingga tidak terjadi kegagalan program seperti pada kebijakan sebelumnya.","PeriodicalId":480122,"journal":{"name":"EcoProfit Sustainable and Environment Business","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"EcoProfit Sustainable and Environment Business","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.61511/ecoprofit.v1i1.2023.255","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Pengembangan food estate merupakan salah satu dari sepuluh Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2020-2024 yang dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan perekonomian karena dampak pandemi Covid-19. Pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengemukakan bahwa proyek food estate dilakukan pada lahan potensial seluas 165.000 ha yang merupakan kawasan aluvial, bukan gambut, pada lahan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. PLG adalah kebijakan Pemerintah pada masa orde baru dengan pembukaan satu juta hektar PLG untuk menjawab tantangan pembangunan pertanian sehingga tercapai swasembada. Tahun 1998 program ini dihentikan karena dianggap tidak berhasil dalam perencanaan dan pelaksanaannya yang kurang memperhatikan dampak lingkungan. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji perihal kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan program food estate pada lahan eks PLG di Kalimantan Tengah. Kajian meliputi aspek lingkungan dan aspek sosial ekonomi yang terpengaruh sebagai dampak dari program food estate pada lahan eks PLG. Metode penelitian dengan menerapkan pendekatan kualitatif melalui penelusuran tinjauan pustaka atau literature review yang terkait dengan pelaksanaan proyek food estate pada lahan eks PLG di Kalimantan Tengah. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah melalui Permen LHK Nomor 24 Tahun 2020 mengatur dua skema penyediaan kawasan hutan untuk program food estate, yaitu melalui skema perubahan peruntukan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan. Kedua skema berpotensi mempercepat eksploitasi lingkungan hidup dan deforestasi di Kalimantan Tengah yang sebelumnya pernah mengalami kegagalan pada proyek PLG Sejuta Hektar. Dalam aspek sosial ekonomi pengembangan food estate harus melibatkan masyarakat sekitar dan diperlukan peningkatan kualitas petani yang meliputi 1) peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan pendampingan masyarakat, 2) fasilitasi pembukaan jaringan pemasaran, dan 3) pembentukan kelembagaan antar pemangku kepentingan di tingkat lokal dan pusat. Pelaksanaan program food estate di Indonesia memerlukan strategi operasional dengan menggunakan teori strong sustainability untuk meminimalisasi dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial sehingga tidak terjadi kegagalan program seperti pada kebijakan sebelumnya.