{"title":"PENERAPAN PASAN 32 AYAT(2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH OLEH PENGADILAN","authors":"Eddy Marek Leks, None Fitri Nabilla Aulia","doi":"10.25170/paradigma.v8i1.4283","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tanah merupakan aset penting bagi setiap orang. Oleh karena itu, kejelasan tentang kepemilikan tanah dan perlindungan terhadap pemilik tanah juga menjadi penting. Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan PP Pendaftaran Tanah. Hasil akhir dari pendaftaran tanah adalah terbitnya tanda bukti berupa sertipikat tanah yang merupakan alat bukti yang kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA. Ini menujukkan bahwa sertipikat tanah bukan satu-satunya bukti atau bukti mutlak kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pemegang sertipikat tanah tetap menghadapi risiko pembatalan atau gugatan atas kepemilikan tanah dari pihak lain. Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dimaksudkan untuk menjadi mitigasi dari risiko hukum sengketa kepemilikan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dan unsur-unsurnya diterapkan di pengadilan. Berdasarkan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus di pengadilan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2021, kami menemukan bahwa dari 355 putusan yang kami teliti yang menyebut Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, dalam sebagian besar putusan, yaitu 84% (299 putusan), majelis hakim tidak merujuk pasal tersebut dalam pertimbangan hukumnya, sedangkan sisanya 16% (56 putusan), majelis hukum merujuk secara langsung pasal tersebut. Dari 16% kasus hukum tersebut, 95% (53 putusan) secara penuh menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dan 5% (3 putusan) sisanya dipertimbangkan sebagai tidak kontekstual karena menyangkut tanah adat. Berdasarkan penelitian kami, pada pengadilan yang menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, unsur tentang telah diterbitkannya suatu sertipikat secara sah dan unsur bahwa sertipikat tanah telah lewat 5 (lima) tahun adalah dua unsur yang paling sering dipertimbangkan oleh pengadilan.","PeriodicalId":477021,"journal":{"name":"Jurnal paradigma hukum pembangunan","volume":"81 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal paradigma hukum pembangunan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25170/paradigma.v8i1.4283","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Tanah merupakan aset penting bagi setiap orang. Oleh karena itu, kejelasan tentang kepemilikan tanah dan perlindungan terhadap pemilik tanah juga menjadi penting. Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan PP Pendaftaran Tanah. Hasil akhir dari pendaftaran tanah adalah terbitnya tanda bukti berupa sertipikat tanah yang merupakan alat bukti yang kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA. Ini menujukkan bahwa sertipikat tanah bukan satu-satunya bukti atau bukti mutlak kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pemegang sertipikat tanah tetap menghadapi risiko pembatalan atau gugatan atas kepemilikan tanah dari pihak lain. Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dimaksudkan untuk menjadi mitigasi dari risiko hukum sengketa kepemilikan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dan unsur-unsurnya diterapkan di pengadilan. Berdasarkan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus di pengadilan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2021, kami menemukan bahwa dari 355 putusan yang kami teliti yang menyebut Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, dalam sebagian besar putusan, yaitu 84% (299 putusan), majelis hakim tidak merujuk pasal tersebut dalam pertimbangan hukumnya, sedangkan sisanya 16% (56 putusan), majelis hukum merujuk secara langsung pasal tersebut. Dari 16% kasus hukum tersebut, 95% (53 putusan) secara penuh menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dan 5% (3 putusan) sisanya dipertimbangkan sebagai tidak kontekstual karena menyangkut tanah adat. Berdasarkan penelitian kami, pada pengadilan yang menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, unsur tentang telah diterbitkannya suatu sertipikat secara sah dan unsur bahwa sertipikat tanah telah lewat 5 (lima) tahun adalah dua unsur yang paling sering dipertimbangkan oleh pengadilan.