{"title":"Pola Baru Ekspansi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Akses dan Relasi Kuasa Dalam Kawasan Hutan Di Indonesia","authors":"Sani Nur Asih","doi":"10.32332/istinbath.v20i01.6392","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sawit menjadi salah satu komoditas unggulan yang mendukung jalannya perekonomian nasional, Indonesia merupakan salah satu penyumbang minyak sawit terbesar di dunia. Tingginya pengaruh pertumbuhan ekonomi sawit di Indonesia telah menyebabkan pergeseran budidaya tanaman karet dan tanaman komersial konvensional lainnya di tingkat masyarakat, berubah menjadi sawit terlepas dari peran sawit bagi perekonomian bangsa. Industri perkebunan sawit tidak disambut baik oleh masyarakat indonesia, hal tersebut disebabkan karena praktik perkebunan sawit di Indonesia ditengarai sebagai salah satu pemicu berbagai permasalahan lingkungan dan sosial, seperti deforestasi, pembukaan lahan gambut, kebakaran hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan konflik tenurial. Total luasan kebun sawit Indonesia itu sekitar 16,8 juta hektar, sekitar 3,47 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan. Perluasan industri sawit dikawasan hutan tersebut salah satunya disebabkan oleh pemberian kewenangan perizinan perkebunan sawit kepada pemerintah daerah, yang dianulir sebagai pemicu pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit didaerah. Tanpa adanya sistem pengendalian yang akuntabel dan ketat di dalam proses perizinan akan berdampak pada banyaknya izin perkebunan sawit yang diterbitkan cenderung banyak melanggar ketetuan tata ruang. Selain itu pengaturan lebih lanjut kebijakan mengenai kelapa sawit dalam undang-undang cipta kerja justru akan semakin menambah panjang konflik yang terjadi serta membuat proses pembenahan tata kelola kelapa sawit menjadi jauh lebih rumit. Penerapan model “white wash smell” sebagai upaya penyelesaian justru hanya akan mengurangi peluang penyelesaian, mengabaikan izin, tidak transparan, dan pada akhirnya merugikan masyarakat. \n \nKata Kunci: Ekspansi, Perizinan, Sawit, Hutan, UU Cipta Kerja.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Istinbath : Jurnal Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32332/istinbath.v20i01.6392","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Sawit menjadi salah satu komoditas unggulan yang mendukung jalannya perekonomian nasional, Indonesia merupakan salah satu penyumbang minyak sawit terbesar di dunia. Tingginya pengaruh pertumbuhan ekonomi sawit di Indonesia telah menyebabkan pergeseran budidaya tanaman karet dan tanaman komersial konvensional lainnya di tingkat masyarakat, berubah menjadi sawit terlepas dari peran sawit bagi perekonomian bangsa. Industri perkebunan sawit tidak disambut baik oleh masyarakat indonesia, hal tersebut disebabkan karena praktik perkebunan sawit di Indonesia ditengarai sebagai salah satu pemicu berbagai permasalahan lingkungan dan sosial, seperti deforestasi, pembukaan lahan gambut, kebakaran hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan konflik tenurial. Total luasan kebun sawit Indonesia itu sekitar 16,8 juta hektar, sekitar 3,47 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan. Perluasan industri sawit dikawasan hutan tersebut salah satunya disebabkan oleh pemberian kewenangan perizinan perkebunan sawit kepada pemerintah daerah, yang dianulir sebagai pemicu pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit didaerah. Tanpa adanya sistem pengendalian yang akuntabel dan ketat di dalam proses perizinan akan berdampak pada banyaknya izin perkebunan sawit yang diterbitkan cenderung banyak melanggar ketetuan tata ruang. Selain itu pengaturan lebih lanjut kebijakan mengenai kelapa sawit dalam undang-undang cipta kerja justru akan semakin menambah panjang konflik yang terjadi serta membuat proses pembenahan tata kelola kelapa sawit menjadi jauh lebih rumit. Penerapan model “white wash smell” sebagai upaya penyelesaian justru hanya akan mengurangi peluang penyelesaian, mengabaikan izin, tidak transparan, dan pada akhirnya merugikan masyarakat.
Kata Kunci: Ekspansi, Perizinan, Sawit, Hutan, UU Cipta Kerja.