{"title":"PERSEPSI SOSIAL TENTANG STUNTING DI KABUPATEN TANGERANG","authors":"S. Liem, Hana Panggabean, Rustono Marta Farady","doi":"10.22435/jek.18.1.167.37-47","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRACT \nStunting is an indicator of chronic malnutrition in the first 1000 days of a child’s life. This threatens the quality of human resources of Indonesia. The local communities generally interpret stunting as “short” and use different terms such as ‘kerdil’, ‘cebol’, ‘kuntet’, and ‘kuntring’. Having short posture is frequently perceived as heredity rather than as malnutrition. Inadequate meanings derived from social perception process may lead mothers to ignore such behavior that will increase risks of stunting and undermine community participation in government-led programme to reduce stunting. This qualitative study aims to describe facts on how community preceived stunted children. Data were obtained through field observation and in-depth interviews with four mothers having under-five-aged children in Tangerang. Thematic analysis was used to analyse the collected data. This study revealed that stunting is not being associated with health or nutrition issues. In fact, participants perceive stunted children as smart children. Holding on to such perception may jeopardize optimal community participation in government’s efforts to reduce stunting prevalences. Design of appropriate activities may need to consider social perception held by local communities where the intervention will be implemented. \n Keywords: Stunting, social perception, childhood nutrition \n \nABSTRAK \n Stunting adalah indikator kekurangan gizi kronis dalam periode 1000 hari pertama kehidupan seseorang. Hal ini mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia. Masyarakat setempat pada umumnya memaknai stunting sebatas “berbadan pendek” dengan menggunakan istilah yang berbeda, misalnya ‘kerdil’, ‘cebol’, ‘kuntet’, dan ‘‘kuntring’’ sebagai akibat dari faktor keturunan. Perspektif persepsi sosial penting dalam pemaknaan tersebut, karena berpotensi mengabaikan perilaku berisiko anak stunting oleh para ibu dan menghambat partisipasi masyarakat dalam program pemerintah menurunkan kejadian stunting. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat memaknai balita berbadan pendek. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dengan empat orang ibu yang memiliki anak balita di kabupaten Tangerang. Data diolah dengan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan balita pendek tidak dikaitkan dengan masalah kesehatan maupun gizi, bahkan responden memandang anak ‘‘kuntring’’ sebagai anak yang pintar. Persepsi demikian dapat berdampak pada keterlibatan masyarakat yang tidak optimal dalam upaya pemerintah mengurangi kejadian stunting. Perencanaan intervensi pencegahan yang tepat perlu mempertimbangkan persepsi sosial yang berlaku dalam masyarakat. \n Kata kunci: Stunting, persepsi sosial, gizi anak balita","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"6","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/jek.18.1.167.37-47","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 6
Abstract
ABSTRACT
Stunting is an indicator of chronic malnutrition in the first 1000 days of a child’s life. This threatens the quality of human resources of Indonesia. The local communities generally interpret stunting as “short” and use different terms such as ‘kerdil’, ‘cebol’, ‘kuntet’, and ‘kuntring’. Having short posture is frequently perceived as heredity rather than as malnutrition. Inadequate meanings derived from social perception process may lead mothers to ignore such behavior that will increase risks of stunting and undermine community participation in government-led programme to reduce stunting. This qualitative study aims to describe facts on how community preceived stunted children. Data were obtained through field observation and in-depth interviews with four mothers having under-five-aged children in Tangerang. Thematic analysis was used to analyse the collected data. This study revealed that stunting is not being associated with health or nutrition issues. In fact, participants perceive stunted children as smart children. Holding on to such perception may jeopardize optimal community participation in government’s efforts to reduce stunting prevalences. Design of appropriate activities may need to consider social perception held by local communities where the intervention will be implemented.
Keywords: Stunting, social perception, childhood nutrition
ABSTRAK
Stunting adalah indikator kekurangan gizi kronis dalam periode 1000 hari pertama kehidupan seseorang. Hal ini mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia. Masyarakat setempat pada umumnya memaknai stunting sebatas “berbadan pendek” dengan menggunakan istilah yang berbeda, misalnya ‘kerdil’, ‘cebol’, ‘kuntet’, dan ‘‘kuntring’’ sebagai akibat dari faktor keturunan. Perspektif persepsi sosial penting dalam pemaknaan tersebut, karena berpotensi mengabaikan perilaku berisiko anak stunting oleh para ibu dan menghambat partisipasi masyarakat dalam program pemerintah menurunkan kejadian stunting. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat memaknai balita berbadan pendek. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dengan empat orang ibu yang memiliki anak balita di kabupaten Tangerang. Data diolah dengan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan balita pendek tidak dikaitkan dengan masalah kesehatan maupun gizi, bahkan responden memandang anak ‘‘kuntring’’ sebagai anak yang pintar. Persepsi demikian dapat berdampak pada keterlibatan masyarakat yang tidak optimal dalam upaya pemerintah mengurangi kejadian stunting. Perencanaan intervensi pencegahan yang tepat perlu mempertimbangkan persepsi sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Kata kunci: Stunting, persepsi sosial, gizi anak balita
发育迟缓是儿童出生后1000天内慢性营养不良的一项指标。这威胁到印度尼西亚人力资源的质量。当地社区通常将发育迟缓解释为“短”,并使用不同的术语,如“kerdil”、“cebol”、“kuntet”和“kuntring”。矮小的体态通常被认为是遗传而不是营养不良。从社会认知过程中获得的不充分的意义可能导致母亲忽视这种行为,这将增加发育迟缓的风险,并破坏社区参与政府主导的减少发育迟缓方案。这项定性研究旨在描述社区如何看待发育迟缓儿童的事实。数据是通过实地观察和深度访谈四名在坦格朗有五岁以下儿童的母亲获得的。采用专题分析法对收集到的数据进行分析。这项研究表明,发育迟缓与健康或营养问题无关。事实上,参与者认为发育迟缓的孩子是聪明的孩子。坚持这种看法可能会危及社区参与政府减少发育迟缓患病率的最佳努力。适当活动的设计可能需要考虑将实施干预的当地社区所持有的社会观念。【关键词】发育迟缓;社会认知;儿童营养;Hal ini mengancam kualitas sumber daya印度尼西亚。Masyarakat setemat pada umumnya memaknai stunting sebatas“berbadan pendek”dunan menggunakan istilah yang berbeda, misalnya“kerdil”,“cebol”,“kuntet”,但“kuntring”sebagai akibat dari faktor keturunan。透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视透视Penelitian qualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat memaknai balita berbadan pendek。数据双元化,数据双元化,数据双元化,数据双元化,数据双元化,数据双元化,数据双元化。数据diolah登根分析技术。Hasil penelitian menunjukkan balita pendek tidak dikaitkan dengan masalah kesehatan maupun gizi, bakan回应menandang anak“kuntring”sebagai anak yang pintar。Persepsi demikian dapat berdampak padterlibatan masyarakat yang tidak optimal dalam upaya peremerintah mengurangi kejadian发育不良。perpertimbangan perpertimbangan persepsi social yang berlaku dalam masyarakat。Kata kunci:发育迟缓,社交障碍,失足