TANGGUNG JAWAB KOMANDO/ATASAN DALAM KASUS PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM INDONESIA (Command/Superior Responsibility in Case of Gross Violation of Human Rights under International Law and Indonesian Law)

Yulia Fitriliani, Mikkael Loviana Pangemanan
{"title":"TANGGUNG JAWAB KOMANDO/ATASAN DALAM KASUS PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM INDONESIA (Command/Superior Responsibility in Case of Gross Violation of Human Rights under International Law and Indonesian Law)","authors":"Yulia Fitriliani, Mikkael Loviana Pangemanan","doi":"10.25105/TERAS-LREV.V2I1.9054","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract Command/superior responsibility is used by the majority of countries. Its implementation varies as reflected in many cases. This paper discusses the regulation and its implementation in case of gross violation on human rights under international and Indonesian law. It has existed in ancient internal rules until the Lieber Code 1863 was formulated and applied in the International Military Tribunal for the Far East and Nuremberg of 1945. Its existence was even stronger in international treaties (Hague Convention IV and its Annex, 1907; Geneva Convention I-III, 1949; Additional Protocol I, 1977; ICTY/ICTR Statute; and 1998 Rome Statute). These development was adopted in Article 42 paragraph(1) of Indonesian Law Number 26 of 2000. Based on international jurisprudence, soldiers/subordinates do not need to be proven guilty first, if they want to sue their commander/superiors; while in Indonesian Law, command/superior responsibility requires soldiers/subordinates who commit gross violations of human rights and under effective control.Keyword: Command/superior responsibility, gross violation of human rights. Abstrak Tanggung jawab komando/atasan adalah prinsip yang digunakan oleh mayoritas negara. Pelaksanaannya berbeda-beda sebagaimana tercermin dalam sejumlah kasus. Makalah ini membahas pengaturan dan penerapan tanggung jawab komando/atasan dalam kasus pelanggaran berat HAM menurut hukum internasional dan hukum nasional Indonesia. Doktrin tanggung jawab komando/atasan telah terdapat dalam aturan internal hingga Lieber Code 1863 terbentuk, dan diaplikasikan dalam Mahkamah Militer Internasional untuk Timur Jauh dan Nuremberg 1945. Keberadaan doktrin ini semakin kokoh ketika dimasukkan dalam perjanjian internasional seperti  Konvensi Den Haag IV, 1907 dan Annex-nya; Konvensi Jenewa I-III, 1949; Protokol Tambahan I, 1977; Statuta ICTY/ICTR; dan Statuta Roma 1998. Perkembangan tersebut diadopsinya dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000. Berdasarkan jurisprudensi dalam hukum internasional, prajurit/bawahan tidak perlu terbukti bersalah terlebih dahulu, apabila ingin menuntut komandan/atasannya, sedangkan hukum nasional Indonesia, tanggung jawab komando/atasan selalu mensyaratkan adanya prajurit/bawahan yang melakukan pelanggaran berat terhadap HAM dan dalam pengendalian yang efektif.Kata kunci: Tanggung  jawab  komando, pelanggaran  berat  hak asasi manusia. ","PeriodicalId":325645,"journal":{"name":"terAs Law Review : Jurnal Hukum Humaniter dan HAM","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-03-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"terAs Law Review : Jurnal Hukum Humaniter dan HAM","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25105/TERAS-LREV.V2I1.9054","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Abstract Command/superior responsibility is used by the majority of countries. Its implementation varies as reflected in many cases. This paper discusses the regulation and its implementation in case of gross violation on human rights under international and Indonesian law. It has existed in ancient internal rules until the Lieber Code 1863 was formulated and applied in the International Military Tribunal for the Far East and Nuremberg of 1945. Its existence was even stronger in international treaties (Hague Convention IV and its Annex, 1907; Geneva Convention I-III, 1949; Additional Protocol I, 1977; ICTY/ICTR Statute; and 1998 Rome Statute). These development was adopted in Article 42 paragraph(1) of Indonesian Law Number 26 of 2000. Based on international jurisprudence, soldiers/subordinates do not need to be proven guilty first, if they want to sue their commander/superiors; while in Indonesian Law, command/superior responsibility requires soldiers/subordinates who commit gross violations of human rights and under effective control.Keyword: Command/superior responsibility, gross violation of human rights. Abstrak Tanggung jawab komando/atasan adalah prinsip yang digunakan oleh mayoritas negara. Pelaksanaannya berbeda-beda sebagaimana tercermin dalam sejumlah kasus. Makalah ini membahas pengaturan dan penerapan tanggung jawab komando/atasan dalam kasus pelanggaran berat HAM menurut hukum internasional dan hukum nasional Indonesia. Doktrin tanggung jawab komando/atasan telah terdapat dalam aturan internal hingga Lieber Code 1863 terbentuk, dan diaplikasikan dalam Mahkamah Militer Internasional untuk Timur Jauh dan Nuremberg 1945. Keberadaan doktrin ini semakin kokoh ketika dimasukkan dalam perjanjian internasional seperti  Konvensi Den Haag IV, 1907 dan Annex-nya; Konvensi Jenewa I-III, 1949; Protokol Tambahan I, 1977; Statuta ICTY/ICTR; dan Statuta Roma 1998. Perkembangan tersebut diadopsinya dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000. Berdasarkan jurisprudensi dalam hukum internasional, prajurit/bawahan tidak perlu terbukti bersalah terlebih dahulu, apabila ingin menuntut komandan/atasannya, sedangkan hukum nasional Indonesia, tanggung jawab komando/atasan selalu mensyaratkan adanya prajurit/bawahan yang melakukan pelanggaran berat terhadap HAM dan dalam pengendalian yang efektif.Kata kunci: Tanggung  jawab  komando, pelanggaran  berat  hak asasi manusia. 
摘要大多数国家都采用指挥/上级责任制。它的执行情况在许多情况下有所不同。本文讨论了国际法和印度尼西亚法在严重侵犯人权情况下的规定及其实施。它一直存在于古老的内部规则中,直到1863年利伯法典被制定并在远东国际军事法庭和1945年纽伦堡法庭上适用。其存在在国际条约中更为明显(《海牙第四公约》及其附件,1907年;1949年《日内瓦第一-三公约》;1977年《第一附加议定书》;痛苦/两个用ICTY法令;和1998年《罗马规约》)。印度尼西亚2000年第26号法律第42条第(1)款通过了这些发展。根据国际法理,如果士兵/下属想起诉指挥官/上级,他们不需要首先证明自己有罪;而在印度尼西亚法律中,指挥/上级责任要求士兵/下属犯有严重侵犯人权行为并受到有效控制。关键词:指挥/上级责任;严重侵犯人权。【摘要】唐公爪哇komando/atasan adalah prinsip yang digunakan oleh mayoritas negara。Pelaksanaannya berbeda-beda sebagaimana tercermin dalam sejumlah kasus。Makalah ini成员bahas pengaturan dan penerapan tanggung jawab komando/atasan dalam kasus pelanggaran berat HAM menurut hukum international和hukum national Indonesia。在德国纽伦堡,德国国防军国际军事组织(Timur jaub Nuremberg)于1945年成立。Keberadaan doktrin ini semakin kokoh ketika dimasukkan dalam perjanjian international seperi Konvensi Den Haag IV, 1907年dan附件-nya;Konvensi Jenewa I-III, 1949;Protokol Tambahan I, 1977;痛苦/用ICTY Statuta两个;1998年罗马规约。Perkembangan tersebut diadopsinya dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang-undang共和国,印度尼西亚,2000年7月26日。Berdasarkan jurisprudensi dalam hukum international, prajurit/bawahan tidak perlu terbukti bersalah terlebih dahulh, apabila ingin menuntut komaman /atasannya, sedangkan hukum national Indonesia, tangung jawab komando/atasan selalu mensyaratkan adanya prajurit/bawahan yang melakukan pelanggaran berat terhadap HAM dan dalam pengendalian yang efektif。《中国日报》:《中国日报》,《中国日报》,《中国日报》。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信