Haura Salsabiela El Sabrina Nazar, Nabella Rezkika Putri
{"title":"Mural: Jaminan dan Batasan Kebebasan Berekspresi di Indonesia dalam Perspektif Hukum","authors":"Haura Salsabiela El Sabrina Nazar, Nabella Rezkika Putri","doi":"10.14421/jrh.v5i2.2381","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract This paper discusses the existence of murals as a medium of commmunication and expression, as well as how to regulations related to freedom of expression and give opinions in the public media. As stated in the constitution in article 28 paragraph 3 which reads “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” This an effort that in giving opinions and critisms have been regulated in the constitution, but in practice, opinions and critisms are also given limits ro as not to cause problems. The limitation is stated in article 28I paragraph 5, that “untuk mengakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Therefore, in expressing opinions and expressing themselves, they are able to in line with the applicable legal corridors. Abstrak Tulisan ini membahas tentang eksistensi mural sebagai media komunikasi dan berekspresi serta bagaimana pengaturan perundang-undangan terkait dengan kebebasan berekspresi dan memberikan pendapat di media umum. Seperti yang tertuang dalam konstitusi pada pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Hal ini menjadi upaya bahwa dalam memberikan pendapat dan kritik telah diatur dalam konstitusi, akan tetapi dalam praktinya kebebasan berpendapat dan mengkritik juga diberi batasan agar tidak menimbulkan masalah. Batasan tersebut tertuang dalam pasal 28I ayat 5, bahwasanya “untuk mengakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Maka dari itu, dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi mampu sejalan dengan koridor perundang-undangan yang berlaku.","PeriodicalId":183844,"journal":{"name":"Jurnal Restorasi Hukum","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Restorasi Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/jrh.v5i2.2381","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Abstract This paper discusses the existence of murals as a medium of commmunication and expression, as well as how to regulations related to freedom of expression and give opinions in the public media. As stated in the constitution in article 28 paragraph 3 which reads “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” This an effort that in giving opinions and critisms have been regulated in the constitution, but in practice, opinions and critisms are also given limits ro as not to cause problems. The limitation is stated in article 28I paragraph 5, that “untuk mengakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Therefore, in expressing opinions and expressing themselves, they are able to in line with the applicable legal corridors. Abstrak Tulisan ini membahas tentang eksistensi mural sebagai media komunikasi dan berekspresi serta bagaimana pengaturan perundang-undangan terkait dengan kebebasan berekspresi dan memberikan pendapat di media umum. Seperti yang tertuang dalam konstitusi pada pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Hal ini menjadi upaya bahwa dalam memberikan pendapat dan kritik telah diatur dalam konstitusi, akan tetapi dalam praktinya kebebasan berpendapat dan mengkritik juga diberi batasan agar tidak menimbulkan masalah. Batasan tersebut tertuang dalam pasal 28I ayat 5, bahwasanya “untuk mengakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Maka dari itu, dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi mampu sejalan dengan koridor perundang-undangan yang berlaku.